Part 47 - Pupusnya Harapan

1.3K 102 24
                                    

'Sebenarnya apa yang tak mungkin dan sulit bagimu, maka itu sangatlah mungkin dan mudah bagi Allah. Sungguh rencana Allah itu selalu yang terbaik.'

***

Farah mengerjap-ngerjapkan mata, pandangannya menatap langit-langit berwarna putih dan dinding crem. Matanya terbuka sempurna, tampak olehnya sosok Abhi yang terlelap disamping ranjangnya.

Kini mata Farah melihat alat yang terpasang padau seperti kateter, infus, dan alat yang entah apa namanya, yang jelas tiap 5 menit otomatis muncul angka yang menunjukkan tensi si pasien.

Pandangannya teralih pada jam didinding kamar menunjukkan pukul 2 pagi, seharusnya Abhi sudah bangun jam segini, tapi biarlah mungkin ia kelelahan menjaga Farah yang baru sadar saat ini. Tangan kirinya mengusap kepala Abhi pelan dengan senyuman tipis diwajahnya.

Sepertinya Abhi mulai terusik dengan ulah istrinya, dia terbangun. Wajah lelahnya tampak sedang tersenyum pada Farah, "Alhamdulillah kamu udah sadar," katanya.

"Anak kita baik-baik ajakan, Mas?" tanya Farah kemudian.

Abhi mengusap kepalanya pelan, "InsyaaAllah, Sayang."

Abhi-pun menceritakan kejadian saat Farah tak sadarkan diri, saat dia memanggil Akbar kesana, masalah komplikasi itu, pembicaraannya dengan dokter, dan yang membuat Farah sedikit takut adalah saat Abhi mengatakan bahwa ia akan dioperasi hari ini.

"Semalam teman kamu udah jenguk kesini bergiliran. Ummi, Abi, Ayah, Ibu juga udah datang, nanti mereka akan kesini lagi," kata Abhi.

Ya, Farah tau ruangan yang hanya terdapat 1 pasien itu hanya boleh ditunggui oleh 1 orang. Itu sebabnya Ummi, Ibu, dan yang lainnya tak ikut menemaninya disana.

"Mas," panggil Farah.

Abhi menoleh padanya, "Iya?"

"Inget janji kamu ya? Selamatin anak kita." Mendengar ucapan Farah membuat Abhi tampak terdiam sejenak.

"InsyaaAllah semua akan selamat," katanya berusaha untuk tetap kuat.

"Mas, Farah mau sholat tahajjud," pinta Farah. Setidaknya itu bisa menjadi tahajjud terakhirnya, sebelum nyawanya benar-benar dipertaruhkan.

Abhi mengangguk, membantunya berwudhu, dia menyarankan Farah untuk sholat sambil berbaring, karena tak boleh berdiri terlalu lama. Farah mengiyakan saran suaminya, karena tubuhnya juga masih terasa lemas.

Selepas sholat tahajjud Abhi tak mengizinkan Farah untuk tidur lagi. Lagianpun ia baru sadar dan akan menjalani operasi besok hari, bagaimana bisa Farah tidur.

Abhi menarik kursi dekat ranjang Farah. Abhi tersenyum tipis, tangannya mengelus perut istrinya, "InsyaaAllah Ummi dan calon bayi kembarnya akan selamat," tuturnya pelan.

Farah berusaha tersenyum walau ia tau kemungkinan itu sangat sulit didapat, atau mungkin bahkan tak akan pernah ada harapan untuk melihat bayi kembarnya. Entahlah, Farah tampak ikhlas jika harus pergi sebelum melihat wajah bayi kembarnya, mendengar suara tangis mereka, menggendong mereka, mendekap hangat tubuh mungil mereka, mencium hidung kecil dan pipi lembut mereka. Ah bayi kembar... Farah hanya berharap kalian tidak kehilangan sentuhan seorang Ibu.

Cinta di Sepertiga Malam Terakhir [END]Where stories live. Discover now