Part 37 - Surat Cinta

1.1K 102 4
                                    

'Lelaki hebat itu bukan yang mengatakan Inilah Ayahku, tapi lelaki hebat itu ialah dia yang mengatakan Inilah Aku.'

***

"Kamu udah lama suka sama saya?" Farah menoleh pada pria yang duduk di sofa dekat jendela kamar. Farah terdiam, apa maksudnya?

Tangan Abhi menunjukkan beberapa lembar kertas sambil tersenyum. Farah menghampirinya, "Kertas apa itu?" tanya Farah setelah duduk disebelah Abhi.

"Ini surat cinta!" Abhi tertawa.

Farah mengernyit bingung, "Surat cinta?" tanyanya. Abhi mengangguk cepat.

"Saya nemuin ini jatuh dari dalam tas kamu," katanya. Farah berfikir kertas apa yang disebutnya surat cinta? Gadis itu tak menyimpan kertas lain di dalam tasnya, selain surat... Astaghfirullah! Surat itu ada di Abhi sekarang?!

Mata Farah membulat sempurna begitu mengetahui kertas apa yang ada ditangan suaminya. Farah mencoba mengambil kertas ditangannya, namun gagal, Abhi menaikkan tangannya ke atas, tentu saja tubuh Farah lebih pendek darinya, bagaimana bisa Farah meraih kertas itu dari tangannya?

"Mas! Kembaliin itu kertasnya!" Farah sedikit berlari mengejarnya keluar kamar dengan tawa kecil.

Abhi membuat Farah harus mengejarnya sampai keluar rumah. Untunglah disekitar mereka tak ada orang yang dapat melihat kemesraan kecil itu.

"Hahaha sini Sayang, biar saya bacain ulang buat kamu! Atau kamu mau denger balasannya saja?" Abhi tertawa, membuat Farah lelah mengikuti langkahnya.

Farah menyerah! Pria itu mengajaknya damai dengan duduk di kursi panjang taman yang mengarah ke jalan. Lingkungan disekitar rumah mereka tak terlalu ramai, hanya ada beberapa rumah-rumah elit, jalanannya pun hanya sesekali dilalui beberapa mobil keluar masuk.

Farah menatap wajah Abhi datar, lebih tepatnya gadis itu sedang  pura-pura merajuk pada suaminya. Bukan marah, lebih tepatnya lagi Farah malu padanya! Tapi sudahlah, tak ada yang perlu ditutupi dari suami sendiri. Tangan Farah membenarkan posisi hijab yang dikenakannya, sementara pria disampingnya masih tersenyum jahil.

Abhi membuka suara dan mulai membacakan surat itu, sementara Farah hanya bisa menyimaknya, tak berdaya dengan ulah suaminya.

"Assalamu'alaikum, Farah....

Saya Muhammad Al-Abiyyan Husain, jelas kamu telah mengenal saya. Ada hal yang ingin saya ungkapkan padamu sebelum semuanya benar-benar terlambat. Soal perasaan, jangan ditanya. Sejak pertama kali bertemu saya sudah mulai merasa ada yang berbeda saat saya dekat denganmu, ditambah lagi hampir setiap hari kita bertemu. Kedekatan kita yang seumur jagung, saya yakin itu akan menjadi kisah terbaik dalam hidup saya setelah saya menikah nanti.

Ngomong-ngomong soal menikah, sekarang saya tidak bisa berharap lebih lagi padamu. Karena cinta saya telah saya gadaikan dengan suatu hal yang saya pikir lebih berarti bagimu. Maaf, Farah... Tapi tolong, tetap izinkan saya untuk menyebut namamu dalam sujud saya di penghujung malam. Saya berharap doa dapat merubah takdir, dan saya yakin takdir saya ditentukan oleh setiap sujud dan doa disepertiga malam saya akhir-akhir ini, juga seterusnya.


Azhikra Faradhiba, saya tidak tahu jika Allah membuat saya menyukaimu sedalam ini. Saya tak ingin ada yang tahu tentang perasaan saya, mereka menganggap saya pria baik nan sholeh, tapi saya tidaklah begitu sepenuhnya. Dalam sepertiga malam terakhir ini saya sering menyebut namamu, berharap suatu saat nanti Allah mempertemukan kita dengan cara-Nya sendiri.

Cinta di Sepertiga Malam Terakhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang