Part 44 - Bulan Ke 7

1.2K 93 32
                                    

'Apapun hal yang kamu tutupi dari orang lain maka suatu saat nanti waktu akan membukanya, tak perduli jika dirimu suka atau tidak.'

***

"Ga terasa 2 bulan lagi bakalan dipanggil Abi." Abhi mengusap-ngusap lembut perut Farah dengan senyuman manis diwajahnya.

Farah tersenyum, menatapnya. Fikiran wanita itu ntah singgah kemana-mana, ada rasa senang, takut, sedih, ah ntahlah. Namun ada beberapa hal yang membuatnya benar-benar merasa takut saat ini.

"Mas." Pria disebelahnya menoleh padaku.

Farah menggenggam kedua tangannya, "Janji ya sama Farah, kalau seandainya Farah udah ga ada kamu bakalan nikah sama Haura," kata Farah yang menatap matanya.

"Kok kamu ngomongnya gitu?" Raut wajah Abhi seolah menolak.

Farah menghela nafas pelan, "Janji ya, Mas."

"Ngga, kamu ga boleh ngomong gitu. Permintaan macam apa itu?" Abhi masih setia duduk disampingnya.

"Farah mau ada yang ngerawat kamu kalau Farah udah ga ada, Mas."

"Kamu kok ngomongnya gitu, sih? Emang kenapa? Ada sesuatu? Cerita sama Mas." Mimik wajah Abhi serius.

"Sebenarnya ada yang mau Farah kasih tau sama kamu, tapi Farah takut  kamunya marah." Aku melihat kelangit-langit kamar, menghalang butiran bening itu agar tidak jatuh.

"Apa? Kamu mau bilang apa? Mas ga bakalan marah sama kamu, Sayang." Tangannya mengusap kepala Farah lembut.

"Ini soal Farah dan calon anak kita, Mas," kata Farah ragu.

"Ada apa sama kamu dan calon anak kita?"

Baru ingin Farah katakan hal besar itu pada Abhi, namun terhalang oleh suara handphonenya yang berdering. Tangan Farah meraih handphone yang terletak disamping kanannya. Dilihatnya nama yang tertera dilayar handphone, rasanya ragu untuk mengangkatnya.

Abhi menatapnya, tatapan seolah bertanya siapa yang menelpon. "Haura," kata Farah pelan. Abhi beranjak dari sofa kamar dan berjalan ke arah jendela kamar, berdiri sambil menatap keluar jendela.

Tangan Farah menekan tombol hijau. "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam. Farah, gimana kabarnya? Sehat, kan?"

"Alhamdulillah sehat. Ada apa Haura?" tanya Farah to the point.

"Hmm gimana soal Abhi? Apa Ustadz Abhi bersedia menikah dengan saya?"

Seketika ppandangan Farah terarah pada Abhi yang berdiri tak jauh disamping kanannya.

"Belum, Haura. Tapi nanti dia akan setuju," kata Farah yang masih menatap Abhi yang juga menatapnya tanpa ekspresi.

"Bagaimana kamu yakin Abhi akan setuju?"

"Saya yakin dia akan setuju."

Seketika Abhi merampas handphone ditangan Farah, membuatnya sedikit terkejut, "Dengar Haura, saya tidak setuju dan tidak akan setuju untuk menikah dengan orang lain termasuk kamu. Maaf sebelumnya. Assalamu'alaikum." Abhi menutup telponnya.

Mata Farah terpejam, beberapa tetes itu jatuh begitu saja. Abhi kembali duduk disebelahnya, namun mata Farah tak berani menatap wajahnya. Pandangannya tertunduk dan berusaha untuk tegar.

"Sebelumnya saya ga pernah nolak permintaan kamu. Tapi untuk kali ini maaf, saya ga bisa penuhi keinginan kamu." Perkataan Abhi benar-benar menyayat perasaannya. Farah memang sosok wanita yang tidak bisa menerima penolakan, itu akan melukai perasaannya, walau memang perasaannya sudah terluka.

Cinta di Sepertiga Malam Terakhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang