Part 46 - Jangan Sekarang

1K 88 20
                                    

'Terkadang ada hal yang tak perlu dijelaskan namun harus dipahami. Agar kita sadar, bahwa tak semua hal harus dikatakan.'

***

Wanita itu mulai terusik dengan tangan yang mencubit pelan pipinya. Ia mengerjap-ngerjapkan mata, saat matanya terbuka sempurna tampak olehnya sosok Abhi yang duduk ditepi kasur tepat disampingnya. Kedua matanya menatap Abhi, tersenyum.

"Bangun Sayaaang..." Tangannya mencubit pipi Farah lembut.

Ya, begitulah cara Abhi membangunkan Farah. Dia jarang sekali membangunkan dengan suara keras, karena Abhi pernah berkata bahwa untuk memperlakukan wanita tidak dengan perkataan atau suara kasar, melainkan dengan sentuhan kasih sayang.

"Jam berapa, Mas?" Tangannya mengusap mata, Farah duduk disebelahnya.

Abhi merapikan rambut Farah yang sedikit berantakan, "2:35, cepat sana siap-siap." Perintahnya. Farah mengangguk kemudian beranjak ke kamar mandi.

Tak sampai 15 menit ia telah keluar dari toilet kamar. Tubuhnya mematung didepan pintu kamar mandi, melihat suaminya telah mempersiapkan tempat untuk mereka sholat tahajud yang biasanya itu adalah tugasnya.

Langkah Farah menghampirinya yang telah rapi dengan pakaian sholat. Abhi yang menyadari keberadaan Farah tersenyum, tangannya mengulurkan mukenah yang biasa Farah kenakan. Tangan Farah menerimanya dengan seulas senyum kemudian memakainya.

Ia berdiri dibelakangnya sebagai makmum, Abhi yang telah bersiap untuk sholat berbalik menatapnya, "Yang bener pakai mukenahnya, itu rambutnya ada yang keluar, tuh." Abhi tersenyum.

Farah mengernyit, mungkin ia masih setengah sadar. Tangannya dengan malas merapikan rambutnya yang keluar, ekspresinya membuat Abhi menggelengkan kepala. Setelah itu mereka mulai sholat.

Selesai sholat seperti biasa mereka berzikir kemudian berdoa. Kepala Farah yang sejak tadi menunduk kini terangkat saat mendengar suara Abhi yang mulai sengau dan terisak. Sayup-sayup terdengar Abhi mendoakannya dan calon bayi kembar mereka, Farah ikut larut bersamanya.

Belum pernah dilihatnya suaminya seperti itu, sesedih apapun dia pasti akan menahannya dihadapan Farah. Abhi semakin terisak, suaranya seolah mengundang Farah ikut merasakan apa yang dirasakannya saat ini. Malam ini ia merasakan permohonan suaminya yang teramat sangat kepada Sang Khalik.

Tak tahan, Farah mendekati suaminya. Tangannya mengusap pundaknya pelan dari arah belakang, dia menoleh pada Farah dengan mata dan hidung yang mulai memerah. Melihatnya Farah langsung memeluk suaminya erat, seperti ada magnet yang menarik tubuhnya. Abhi mengakhiri doanya, tangannya menahan Farah dalam dekapannya seolah tak ingin terlepas.

Dalam kebisuan malam yang dinginnya menusuk hingga kulit, merek bermunajat kepada Sang Pencipta atas ketentuan-Nya yang tak dapat disanggah. Mereka percaya, bahwa semua masih bisa diubah dengan doa.

Disini, diatas sajadah yang menghadap pada-Nya kedua insan itu yakin bahwa Ia memiliki cara-Nya sendiri untuk membuat mereka bahagia.

Abhi kemudian beranjak bangkit dan mengambil mushaf Al-Qur'an miliknya dan milik Farah. Sejurus kemudian mereka sama-sama melantunkan ayat-ayat suci itu dengan khidmat.

Suara Farah berhenti melantunkan kalam-Nya, tangan Farah memegang kepalanya yang mendadak terasa pusing. Abhi yang menyadari hal itu memintanya untuk menutup mushaf dan menyimak bacaannya saja. Dengan tubuh yang ia senderkan didinding kamar Abhi duduk disampingnya, tangannya memegang perut istrinya yang sudah membesar, sesekali ia mengusapnya pelan sambil membaca Al-Qur'an dengan suara yang menunjukkan bahwa dia memang seorang Ustadz lulusan Timur Tengah.

Cinta di Sepertiga Malam Terakhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang