Part 35 - Akad

1.3K 120 9
                                    

'Kecintaan seorang hamba dapat pudar seiring berjalannya waktu. Tapi kecintaan Allah terhadap hambanya akan kekal hingga akhir.'

***

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Ummi bolak-balik masuk ke kamar Farah, raut wajahnya panik sekaligus bahagia. Bagaimana ummi tidak panik? Ini pernikahan putri sulungnya.

Gaun putih sederhana namun terkesan elegan yang Farah kenakan dengan hijab syar'i putih dan handsock putih di tangannya tak lupa ia kenakan. Tak ketinggalan buket bunga yang senada dengan gaunnya.

Sengaja gadis itu meminta agar di poles tipis saja oleh perias yang ummi panggil. Bukannya tak ingin tampil cantik di acara pernikahannya, tapi memang Farah risih dengan alat-alat make up.

Satu jam berlalu, sepertinya acara akan dimulai sebentar lagi. Farah masih di dalam kamar. Jantungnya berdetak sangat cepat, seperti ingin meloncat keluar. Perasaannya tak karuan, ia gugup sekali! Farah khawatir dan bertanya-tanya apakah ia bisa menjalani peran sebagai seorang istri nanti? Ia takut gagal.

"Kamu tunggu di kamar dulu ya sampai ijab kabulnya selesai," pinta ummi.

Ummi hendak keluar, namun Farah menahan tangannya, "Ummi disini aja temenin Farah," katanya memelas. Farah tau ummi tak punya kesibukan lain di luar.

Ummi tersenyum, duduk disampingnya. Dia mendekap erat tubuh Farah, mengelus ubun-ubunnya, Farah akan sangat merindukan pelukan itu.

Diluar, terdengar pria itu mengucapkan ijab kabul dengan lantang. Selama ijab kabul berlangsung, ummi menangis tanpa suara. Apa seberat itu melepaskannya? Air mata ummi seolah memancing air mata pengantin wanita itu untuk ikut turun. Tak lama, hanya lima menit. Ummi tersenyum dan meninggalkannya sendirian dalam kamar.

"Assalamu'alaikum." Mata Farah membulat mendengar suara itu. Tapi tak mungkin ia menjawab salamnya, sejak ummi keluar kamar, tiba-tiba Farah ingin buang air kecil, jadilah ia berada di toilet kamar.

"Farah?" panggilnya. Cepat-cepat gadis itu merapihkan gaun dan hijabnya.

"Farah?!" Suaranya mulai terdengar khawatir. Aduh! Bagaimana ini?! Susah payah ia turunkan gaun mewah pemberian keluarga Abhi. Pasalnya, gaun itu tersangkut di mainan hijabnya yang bisa dibilang cukup panjang. Tenang saja, gadis itu memakai celana panjang, jadi cukup aman.

"Farah kamu dimana?!" Pria di luar terdengar semakin cemas.

Ceklek!

Pria itu menoleh pada Farah yang berjalan kearahnya. Dia mendekat, sepertinya pria itu cemas sekali. Farah tersenyum melihatnya.

"Kamu ngapain?" Kini pria itu berada dihadapannya, tatapannya khawatir, suaranya terdengar cemas.

Farah terdiam sejenak, "Hmm...itu, abis buang air kecil," jawabnya enteng.

"Terus kenapa ga jawab waktu saya panggil?" Farah masih bisa mendengar kecemasan dalam ucapannya.

"Maaf, Farah ga mau bersuara kalau lagi di toilet, begitukan adabnya?" Diberikannya saja alasan yang terlintas dibenaknya.

Abhi menghela nafas pelan, dia meminta Farah sedikit berjongkok agar sejajar dengannya. Lalu memegang kedua bahu Farah, "Saya khawatir," lirihnya pelan.

Alis Farah hampir menyatu, "Kenapa harus khawatir?"

Abhi menatapnya lekat, "Saya pikir kamu kabur," pria dihadapannya sedikit tertawa. Farah menggelengkan kepalanya, kenapa ia harus kabur dipernikahannya sendiri?

Farah meraih tangan Abhi dengan canggung, ia mencium punggung tangannya, hal yang seharusnya sudah dilakukannya daritadi. Setelah itu Abhi menyentuh ubun-ubunnya dan membacakan doa,

Cinta di Sepertiga Malam Terakhir [END]Where stories live. Discover now