Part 19 - Fitnah

931 117 7
                                    

"Yakinlah bahwa ada sesuatu menantimu setelah banyak kesabaran yang kamu jalani, yang membuatmu gembira sehingga kamu lupa pedihnya sebuah rasa sakit. Karena saat satu pintu tertutup, yakinlah bahwa masih ada jutaan pintu yang terbuka lebar."

(Umar bin Khattab)

***

Suara tepukan tangan terdengar bergemuruh di lapangan Pesantren Daarul Yunus. Setelah penampilan terakhir dari ekskul pencak silat, menutup acara pada hari ini.

Oh tidak, masih ada satu acara yang ditunggu-tunggu oleh para santri disini tentunya. Nobar, Nonton Bareng, biasanya mereka akan nonton film yang banyak mengandung pelajaran didalamnya.

"Farah, saya haus. Teman kan saya ke dapur sebentar, boleh?" Ily memegang tangan Farah yang duduk disamping kirinya.

"Ga bisa, Ly. Liat nih dah lengket aku di terpal," kata Farah yang sebenarnya malas bangkit dari duduknya.

Ily menoleh kebawah. "Jangan becanda! Tenggorokan saya sudah macam padang pasir nih, kering." Ily memasang wajah memelas.

Farah tertawa kecil, mengangguk. Mereka beranjak dari sana, menuju dapur pesantren. Karena mereka kedapatan duduk di ujung terpal dekat laki-laki, membuat keduanya memilih berjalan diantara kedua terpal itu, tak jarang beberapa pasang mata menatap mereka kagum. Seperti biasanya.

"Mau kemana?" tanya seorang pria yang sudah menghadang mereka.

"Dapur," jawab Ily singkat.

"Ngapain?" Pria itu bertanya lagi.

"Buang air kecil!" Ketus Farah kesal. Tampaknya Farah sedang tidak ingin berhadapan dengan pria itu.

"Udah ah minggir! Kesian Ily nih udah sekarat butuh air!" Farah menarik tangan Ily melewati pria itu.

Abhi mengernyit. Dia berniat untuk mengikuti kedua gadis itu ke dapur. Tapi langkahnya terhenti saat terdengar suara Ustadz Rafli memanggilnya.

Ustadz Rafli memberitahukan suatu hal kepadanya, kemudian memintanya untuk ikut ke kantor sebentar. Abhi mengikuti langkah Ustadz Rafli dari belakang.

Hampir sepuluh menit telah berlalu sejak dia dari kantor dan menunggu didepan dapur akhwat. Kedua gadis yang dimaksudnya belum juga keluar, sampai Abhi sempat berfikir bahwa mereka berdua sedang makan didalam.

"Kok lama?" tanyanya santai.

Kedua gadis yang baru melewatinya beberapa langkah itu berjingkrak kaget, mereka merapal istighfar sambil mengusap dadanya. Spontan mereka berbalik, melihat makhluk apa yang mengagetkan mereka barusan.

"Kamu ini maunya apa sih?! Hobi banget ngintilin orang!" Kesal Farah.

Abhi berjalan beberapa langkah kehadapan mereka dengan santai, seperti tanpa dosa. Abhi tidak menjawab celotehan Farah barusan. Kini raut wajah Abhi tampak lebih serius dari sebelum-sebelumnya.

"Habisnya kalian berdua lama kali di dapur, ngapain? Makan?" Abhi menatap keduanya bergiliran.

"Hei, jangan sembarangan nak cakap! Mana boleh santri makan jam segini! Ini bukan jam makan." Ily menatap Abhi tajam.

Cinta di Sepertiga Malam Terakhir [END]Where stories live. Discover now