Part 26 - Hari Terakhir

836 90 6
                                    

'Terkadang kita harus melepaskan demi mendapatkan perubahan, dan itu semua butuh proses dan pengorbanan yang tak mudah.'

***

"Udah jam berapa ini?"

Sorot matanya menatap jam yang menempel di dinding, menunjukkan pukul 17:45 WIB. Farah menunduk.

"Iya bi, maaf," lirihnya.

"Pulang sama siapa tadi?"

Farah tak bergeming. Otaknya terus bekerja untuk mencari jawaban yang tepat, berharap jawabannya dapat diterima oleh Abi dan ia bisa bernafas lega setelah ini.

"Sa-sama..."

"Jangan bohong!" tegas Abi, menyela ucapan Farah.

Farah menghela nafas, ia berubah pikiran. Sepertinya ia harus menjelaskan yang sebenarnya demi keselamatannya saat ini.

"Tadi Farah pulang dianter sama Bunda Nida, bundanya Bang Fathur, kepala sekolah dulu." Gadis itu menunduk, tak berani mengangkat kepalanya.

"Kok bisa?" tanya Ummi tak mengerti.

"Kamu ada hubungan ya sama si Fathur itu?!" Selidik abi.

"Ngga, bi."

"Jangan macem-macem ya kamu, Farah!" tegas abi.

"Kamu ini dipindahkan ke pesantren bukannya makin baik tapi kok malah makin aneh-aneh aja? Ga kapok ya ternyata, hukuman abi belum cukup untuk kamu selama ini, iya? Abi pikir kamu udah berubah, ternyata makin menjadi. Jadi ini alasan kamu pulang, biar bisa jumpa sama mereka, iya?!" Nada bicara Abi terdengar tinggi.

Farah rasanya ingin menangis, meskipun ia kadang terkesan pemberani, tetapi hatinya sangat rapuh. Apa lagi dibentak, ia paling tidak bisa. Semua penuturan abi bagaikan tuduhan untuknya, menyakitkan.

"Bi, Farah bisa jelasin," lirihnya.

"Mau jelasin apa? Semuanya udah jelas kalau kamu ada hubungan sama laki-laki itu, iya kan?! Kamu ini masih kecil, jangan ngeyel! Lagi-lagi kamu langgar peraturan ummi sama abi!" seru ummi.

Farah semakin menundukkan kepala, air matanya bahkan sudah menetes. Kelopak matanya sudah tidak bisa lagi menahan air mata itu, kini ia terisak. Tak mendapat kesempatan untuk menjelaskan.

"Kamu ini maunya apa sih, Farah?!"

"Farah cuma mau nyelamatin pesantren dan masa depan Farah! Ummi sama abi tau apa?" Farah mengangkat kepalanya, matanya tampak memerah.

"Ummi sama abi cuma tau kalau Farah di pesantren belajar, iya kan? Diluar itu? Apa ummi sama abi pernah nanya apa keluhan Farah selama di pesantren?! Farah yang jalani kehidupan disana, Farah yang tanggung semuanya! Jangankan untuk tau masalah yang Farah hadapi saat ini, untuk ngasih izin Farah buat ngomong dan jelasin semuanya aja bahkan Farah harus nyela ucapan abi sama ummi dulu!" Ia semakin terisak.

Ada rasa penyesalan dalam dirinya saat berbicara dengan intonasi yang tak seharusnya ia lakukan pada orang tuanya. Tapi jika tidak begitu, mereka tidak akan tau masalah yang dialami Farah, bahkan mereka tak memberi waktu atau sekedar bertanya 'ada apa?'

"Apa ummi sama abi tau kalau Farah pernah di fitnah dan dipermalukan disana? Dan pastinya juga ummi sama abi ga tau kan kalau masa depan Farah terancam saat ini? Seharusnya ummi sama abi nanya dulu ke Farah, kenapa? Ada apa? Alasan Farah apa? Bukannya langsung nuduh-nuduh Farah kayak gitu!" Ia menyeka air matanya.

Farah mencoba meredam emosinya. Ia berusaha menghentikan air matanya yang terus menerus turun tanpa diminta. Ummi dan abi hanya diam mendengarkan penuturan putri sulungnya saat ini.

Cinta di Sepertiga Malam Terakhir [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora