8. kardigan merah

112 21 15
                                    

Udah lebih dari sepuluh menit gue bongkar kamar cuma buat cari kardigan maroon yang terakhir gue pake ke rumah Daffa. Ajaibnya, kardigan itu bisa ngilang tiba-tiba tanpa jejak. Padahal kayaknya terakhir abis gue pake gue langsung gantungin ke tempatnya semula, deh, tapi kok bisa gak ada?

Di jemuran juga nggak ada tanda-tanda keberadaan kardigan itu. Di ruang tengah apalagi, di sana cuma ada Bila yang udah rapih mau nge-gig sama cowoknya dan Tyas yang lagi anteng nyuap es krim sambil nonton film. Gue akhirnya nyerah bentar dan duduk di sana, nontonin film spesial liburan yang biasa diputar di TV.

"Kalian ada yang liat kardigan maroon gak?" tanya gue akhirnya.

Bila sama Tyas sama-sama geleng kepala, tapi keduanya masih fokus sama masing-masing kesibukan. Bila sama HPnya, Tyas sama TV.

"Kenapa? Kakak mau pergi?" Bila nanya balik.

"Enggak, mau dicuci tapi kok nggak ada," jawab gue.

"Bentar, kardigan yang kayak gimana?" Sekarang giliran Tyas yang kayaknya udah tertarik ke percakapan tentang kardigan ini.

"Ya.... yang kayak gitu. Ada empat kancingnya terus bahannya rajut—eh, ya iyalah kardigan mah semua juga rajutan."

"Ada yang enggak," sahut Bila polos, tapi gue gak mendebat.

Keduanya balik fokus sama hal masing-masing. Tepat ketika gue berniat buat balik ke kamar, Kak Irin keluar dari kamarnya dengan pakaian super rapih dan wangi.

"Mau kemana, Kak?" tanya Tyas.

"Keluar," jawabnya malu-malu. Dia berhenti sebentar begitu liat gue seolah lagi inget-inget sesuatu, lalu, "Eh, tadi Daffa ke sini kayaknya pas kamu lagi tidur siang?"

"Mau ngapain?"

"Gak tau, dia gak bilang, tapi kayaknya lagi buru-buru, sih," katanya. "Udah, ah, aku pergi ya!"

"Kak, rajutan kardigannya kecil-kecil gak?"

"Iya! Kalian ada yang liat?"

"Liat kayaknya kemaren abis keluar sama anak-anak kelas," kata Bila yang bikin gue mengernyit. "Ada di mobilnya Daffa, tuh, kemaren."

"Hah?"

"Oh, abis ngapain, tuh, sampe kardigannya ketinggalan?" goda Tyas yang bikin gue jitak kepalanya pelan. Mereka berdua cuma cekikikan gak jelas.

Orang gak abis ngapa-ngapain juga!

Setelah tau bawa kardigan gue setidaknya aman, gue memutuskan untuk nonton film di ruang tengah sama Tyas. Bila udah dijemput cowoknya dan Tyas bilang dia gak malam mingguan karena cowoknya sibuk. Gue juga nggak keluar malam ini karena emang dari kemarin Daffa bilangnya ada janji.

Baru gue berdiri karena mau ke kamar, Tyas tiba-tiba ngoceh gak jelas begitu liat HPnya. Awalnya gue nggak ngeh dan nggak mau kepo juga apaan, tapi mata gue spontan ngikutin apa yang lagi Tyas liatin. Snapgramnya orang ada Daffanya dan gue gak ngerti kenapa Tyas seheboh barusan.

"Daffa...." cicitnya.

"Kenapa?" tanya gue penasaran. Tyas langsung noleh ke gue dengan muka yang nyoba buat tetap tenang. "Lo gak tau ini siapa?"

Tyas ngulang snapgramnya yang ternyata gak cuma nunjukin Daffa lagi nyetir. Ada seorang cewek yang duduk di sebelahnya. Cantik. Gue gak kenal dia siapa walaupun mukanya familiar, tapi liat Tyas histeris kayak tadi bikin gue ngerasa hawa-hawa gak enak.

Gue geleng kepala akhirnya.

Awalnya Tyas enggan ngasih tau gue, tapi dia buka mulut juga.

"Ini mantannya Daffa."

Kayaknya jantung gue berhenti berdetak sepersekian detik sebelum gue tahan-tahan biar gak jatuh. Tapi ya kalau dipikir-pikir.... terus kenapa kalau itu mantannya?

"Oh? Mungkin mereka lagi ada perlu bareng?" Kata gue, walau jelas-jelas isi snapgram mantannya penuh sama mereka nyanyi-nyanyi di mobil terus jalan di mall. "Udah ah, gue mau mandi dulu."

Me
Daf, cardigan aku ketinggalan di mobil kamu gak?

Daf😠
Yang merah? Iya, tadi aku mau anterin
Tp kamu lg bobo

Me
Yaudah kapan-kapan bawa ya
Kamu lg di mana btw?

Daf😠
Siap bosss!!
Knp? Aku lg di luar



Insting anehnya Daffa malah nelfon gue begitu gue nanya dia lagi di mana. Dengan sedikit tenaga yang gue punya, gue angkat telfonnya. Baru kali ini ngerasain angkat telfon kayak disuruh angkat beban.

"Kamu kenapa, kak? Butuh sesuatu?" tanyanya di sebrang sambungan.

"Hah? Enggak, nanya doang," jawab gue.

"Oh, kok suaranya lemes banget? Kamu sakit?"

Gue menjauhkan HP dan menghela napas sebelum nempelin balik ke telinga. Dia bahkan gak ada niatan buat jelasin dia di mana dan lagi sama siapa. 

Tadi pas balik ke kamar, gue nggak bisa buat gak kepoin instagramnya cewek yang kata Tyas mantannya Daffa itu. Cantik, sih, kalau diperhatiin kayaknya mereka punya circle yang sama karena kebanyakan temennya sama. Dan kayaknya mereka berdua masih deket sampe sekarang, entah deketnya deket kayak gimana atau sedeket apa.

"Gapapa, cuma sakit perut, kayaknya bentar lagi mau dapet."

"Bukannya harusnya minggu kemaren?"

"Ya.... tau sendiri aku suka telat."

"Serius butuh apa gitu gak? Aku bawain nanti? Atau kalau kelamaan aku gojekin aja ya, ya?"

"Nggak usah, udah ya, aku mau makan."

Tanpa denger balasan Daffa, gue langsung tutup telfon. Mungkin bentukan gue udah persis dadar gulung gara-gara bergulir kesana kemari, tapi gue masih belum lega juga bahkan setelah Daffa nelfon. Gue nggak boleh cemburu. Ya udah kalau emang mereka mantan, kan? Terus kenapa? Siapa tau emang mereka masih berhubungan baik? Lagipula.... I can't get mad at him if he's always being that nice.

over everythingWhere stories live. Discover now