14. gagal ikut

86 17 8
                                    

Daffa nggak pernah sibuk sama HP nya kalau lagi berduaan sama gue. Paling lama sekian menit cuma buat ngecek dan balas chat. Kali ini enggak. Dari sebelum kita masuk teater film di bioskop sampe keluar lagi, dia masih anteng mantengin layar HP nya. Sesekali bakal senyum-senyum sendiri. Kayak sekarang kita lagi nungguin makanan dan gue cuma bisa liatin dia dengan tingkahnya.

"Abis ini mau ke mana?" tanya gue, mencoba mendapatkan perhatian dia tapi gagal.

"Hah?" sahut Daffa beberapa detik setelah gue melayangkan pertanyaan. Dia masih fokus sama HP nya lalu mendongak buat liat gue. "Kamu tadi bilang mau ke mana lagi? Katanya mau liat-liat kucing ke pet shop?"

Gue menyilangkan tangan sambil geleng kepala. "Langsung pulang aja, ya?"

Ekspresi Daffa yang awalnya sumringah seketika luntur—mungkin ngeliat air muka gue yang udah berubah pahit. Dia naruh HP nya di meja tepat waktu makanan kita datang. Selebihnya nggak ada percakapan yang terjalin di antara kita.

Mungkin ada privasi yang lagi dia jaga dari gue di HP nya, dan gue bakal baik-baik aja kalau dia ngomong langsung. Sekedar jelasin kalau dia ada urgensi buat balas chat atau apa, tapi nyatanya dia cuma diam seolah dari tadi nggak cuekin gue. Di sisi lain, gue juga enggan buat ngambek gara-gara hal sepele kayak gini. Kesannya childish banget walaupun sejujurnya gue udah bete juga.

"Beneran mau langsung pulang?"

Daffa menggandeng tangan gue waktu kita jalan keluar dari tempat makan. Gue ngangguk menjawab pertanyaannya. Niat gue yang awalnya mau main-main ke pet shop juga luntur karena ngantuk dan, ya, karena kepalang bete.

"Ngantuk," jawab gue. Dia terkekeh pelan lalu nguyel muka gue seenaknya, bikin gue meringis karena sedikit kaget.

"Dasar kucing!"

"Dasar anjing!"

Gue sontak gigit lidah setelah kata-kata itu keluar dari mulut gue. Mata Daffa udah sama lebarnya sama mata gue, dan gue juga yakin dia sama kagetnya. Orang-orang di sekitaran kita juga sempet nengok ke arah kita kayaknya cuma mastiin kalau kita gak lagi berantem.

"Maaf," ucap gue dengan suara kecil. Sekesel-keselnya gue gak pernah sama sekali ngucap anjing ke dia. "Maksudnya ... puppy, bukan anjing."

Mukanya Daffa perlahan melembut, tapi dia langsung mencibir setelahnya.

"Kirain aku dipanggil anjing beneran!" cibirnya begitu kita masuk mobil.

Gue udah paham banget kalau gini jalan ceritanya dia pasti bakal sok ngambek dan terus ungkit ke depannya entah sampe kapan.

"Ih, ya, maaf. Maksudnya nggak gitu!"

"Gitu juga gapapa, kamu bete kan sama aku?"

"Sok tau!"

"Emang tau!" sungutnya.

Obrolan kita mulai memudar waktu Daffa mulai nyetir. Dia selalu bisa baca situasi, kapan waktunya bercanda, kapan waktunya putar musik, dan sekarang dia membiarkan sunyi yang ambil alih. Mungkin dia tau gue lagi ngantuk, mungkin dia sendiri juga lagi capek.

"Kak," panggilnya. Gue cuma mendeham. "Aku mau ke panti lagi Sabtu depan, ikut gak?"

Gue menoleh ke dia. Mata gue rasanya gak begitu berat lagi karena mendadak semangat. "Mauuuuu!"

"Oke," kata Daffa tersenyum. Waktu mobilnya udah terparkir di depan gang kosan gue, Daffa menambahkan. "Nanti aku kabarin lagi, ya!"

Gue baru masuk gang ketika mobil Daffa udah menghilang di ujung jalan. Rasa jengkel yang awalnya mengganggu mulai digusur sama perasaan excited soal pergi ke panti untuk kedua kalinya. Gue gak pernah mengunjungi panti asuhan atau panti apapun sebelumnya, jadi gue agak begitu wanti-wanti kalau-kalau gue kurang bisa berbaur. Tapi waktu gue ke sana sama Daffa, nyatanya mereka semua baik-baik dan terawat. Kebanyakan penghuni panti anak-anak kecil, hampir gak ada yang keliatan seumuran sama Daffa, walaupun kata ibu pengurusnya ada anak seumuran dia yang masih tinggal di sana dan sedikit-sedikit ngebantu dengan kerja juga.

Gue baru mau buka gerbang kosan waktu HP gue berdering dengan nada panggilan. Mata gue menyipit liat caller ID yang gak lain adalah mama gue sendiri, lalu cepet-cepet ngangkat setelah menyadarinya.

"Assalamualaikum," ujar gue yang langsung dibalas dengan salam juga.

"Kakak! Kakak gimana kabar? Sehat-sehat aja, kan?" tanya Mama di sebrang sambungan. Ujung bibir gue tertarik jadi sebuah senyum.

"Iya, Ma, sehat. Yang di rumah gimana?"

"Iya, di sini juga sehat-sehat aja," timpalnya. "Kak, nanti hari Sabtu kita sekeluarga mau ke tempat Kakak, ya, sekalian refreshing. Alta sama Kak Kiana juga ikut. Bisa kan?"

Gue baru mau menyambar "Bisa!" sebelum inget hari Sabtu, tuh, mau ada rencana ke panti lagi sama Daffa. Masalahnya, gue belum pulang selama empat bulanan, jadi pasti keluarga gue emang sengaja nyamperin karena gue gak pulang-pulang.

Menghela napas, gue akhirnya jawab, "Iya, Ma. Bisa kok."

Wajah Mama emang gak keliatan, tapi gue bisa ngerasain senyum leganya waktu gue bilang demikian.

"Oke," sahut Mama riang. "Oh, ya, Mama juga udah ajakin pacar kamu, nanti dia sekalian ikut kita makan, ya."

"Hah?!"

"Iya, udah ya, Mama lagi packing pesenan dulu, Assalamualaikum."

Gue menarik napas dalam-dalam, perlahan berasa ditelan panik, tapi jari gue berhasil ngetik sesuatu di kolom chat nya Daffa.

Me
Daf
AAAaaaaaAaAaaAAAAAaaaAA
:<

Daffa😠
Apaan sih random
Kenapa!

Me
Ih lagi nyetir jgn pegang hp!!!!!!

Daffa😠
Lampu merah
Mau ngomong apa cepet!!!

Me
Sabtu aku ngga jd ikut!!!
Padahal pengen :<
Tp mau dijengukin keluarga huhu


bingung bgt ngasih judul maaf i only have one braincell remaining

over everythingWhere stories live. Discover now