39. sebentar lagi puasa

94 13 6
                                    

"Sebentar lagi puasa," kata Daffa begitu kita mendudukkan diri di warung soto.

"Tinggal berapa hari lagi," gumam gue yang mendadak kepikiran kok waktu cepet banget berlalunya.

Perasaan baru kemarin lebaran sekarang udah mau puasa lagi. Habis puasa, lebaran, terus nanti Daffa sibuk KKN dan melakukan aktivitas mahasiswa tingkat akhir lainnya.

"Katanya kalau puasa semua setan dikurung di neraka," celetuk Daffa, bikin gue melirik dia dengan sinis.

"Kamu dong?"

"Kamu juga lah berarti. Kan dosanya bareng-bareng masa aku doang."

Gue mencubit perutnya tapi nggak berefek sama sekali sama dia karena Daffa cuma cengengesan.

"Kamu jangan main mulu pas puasa, ngerokoknya juga kurangin!"

"Susah kalau itu," keluhnya.

Padahal udah dikasih solusi lain biar nggak ngerokok, tapi kalau udah kecanduan, tuh, kayaknya emang sulit. Daffa masih ngerokok seenggaknya sehari sebatang yang mana cukup bagus dibanding dulu.

Gue nggak komentar lagi karena makanan udah datang dan kita terlalu sibuk makan. Saking sibuknya, butuh beberapa detik buat ngeh ketika ada yang manggil nama gue. Daffa udah noleh duluan, ekspresinya langsung berubah jadi sepet dan bener aja. Pas gue noleh ternyata ada Raka.

"E-eh, sendirian aja?" tanya gue gugup karena tiba-tiba banget munculnya gue nggak siap.

Raka senyum terus narik kursi di meja belakang gue sama Daffa. Rambutnya lebih pendek dari yang gue liat terakhir kali.

"Iya, nih," jawabnya sambil mainin kunci motor.

Harusnya gue udah mengantisipasi kejadian ini. Dulu gue sama Raka sering banget makan bareng di warung soto ini, tapi kan siapa sangka juga bisa kebetulan ketemu pas gue sama Daffa gini?

"Bareng aja sini," ajak gue lalu sontak merutuki diri sendiri.

Daffa langsung melengos.

Raka juga malah jadi senyum canggung.

Kadang-kadang gue pengen mulut gue dikasih resleting aja biar nggak asal nyeletuk kayak barusan.

"Gak usah gapapa, kalian lanjut makan aja," katanya sopan.

Gue senyumin dia sebelum balik ngabisin makanan.

"Apaan, sih," Daffa ngedumel hampir nggak terdengar.

"Ih, ya maaf, nggak sengaja keceplosan," ucap gue pelan.

Suasananya jadi canggung banget. Gue nggak berani ngobrol bebas karena sadar Raka duduk di belakang kita dan dia bisa mendengar obrolan bodoh yang keluar dari mulut kita. Dan Raka yang orangnya nggak enakan juga pasti merasa kehadirannya bikin canggung.

"Kak," panggil Daffa selesai dia makan. Anak itu mendekatkan mukanya dan gue udah bergidik geli tapi ditahan biar diem di tempat sama dia. "Dia masih suka ngechat kamu gak?"

Gue menatap dia nggak percaya. Kirain bakal macem-macem, taunya nanya gitu doang.

"Enggak kok," jawab gue, ikutan Daffa bisik-bisik. "Terakhir cuma ikut nyelamatin Kak Kiana doang."

"Gak ngechat yang aneh-aneh kan?" selidiknya.

"Enggak lah, udah gak pernah lagi. Jangan panik gitu, deh," ledek gue sambil noyor pelan mukanya dia.

Gue melirik sekilas ke belakang dan untungnya Raka lagi anteng sama HPnya. Aneh banget masa gue berasa lagi diliatin, sih, dari tadi.

"Kamu puasa hari pertama pulang gak?" tanya Daffa kemudian.

Gue berusaha menjawab senormal mungkin tanpa rasa waswas.

"Enggak, aku kayaknya pulang lebaran doang."

"Mau sahur bareng aku sama Ibu, gak?"

Gue memutar bola mata. "Nggak, lah! Ibu, tuh, pasti pengennya ngabisin waktu sama anaknya tanpa ada yang ganggu."

"Ibu malah seneng tau ada yang bisa diajakin ngobrol masalah dapur, masalah skincare, apalah yang gak aku ngerti."

"Gak ah, aku mau sama anak kos aja dulu," kata gue. "Lagian ... kan udah aku bilang jangan keseringan main kalau pas puasa."

"Termasuk sama kamu?"

"Khususnya sama aku," tandas gue pelan. Gue nggak mau kasih Raka impresi kalau Daffa, tuh, nggak sedewasa dia. Ya, walaupun di mata gue nggak apa-apa, tapi gue nggak mau orang lain salah dapet impresi yang berujung jadi meremehkan Daffa.

"Napa, sih, takut banget aku macem-macem apa ya?"

Gue mendengus pelan, nggak tau ini anak beneran nanya atau cuma pura-pura polos. Masalahnya kalau sama Daffa, tuh, semua hal bisa berubah jadi unpredictable banget. Liat dari yang udah-udah aja, sih, nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba jadi badai.

"Iya kan kamu yang jadi setannya kalo setannya pada dikurung di neraka."

Setelah ngomong gitu, gue melirik Raka yang ternyata lagi nahan senyum sambil ngaduk makanannya. Ya ... terkesan lucu, sih, pasti buat Raka. Dari gue yang dulunya selalu pacaran dengan gaya nggak neko-neko sekarang jadi ribet banget kayak anak kecil sama Daffa.

Untungnya Daffa nggak denger, jadi sebelum ada hal canggung lainnya gue pun ngajak dia pulang.

"Duluan ya," pamit gue yang langsung dibalas senyum manisnya Raka.

"Iya ati-ati di jalan ya," sahutnya.

"Kok bisa-bisanya, sih, kita ketemu dia di siang bolong gini?" tanya Daffa setelah kita jalan ke tempat parkir.

"Ya emangnya Raka vampir apa gak boleh keluar siang bolong?"

"Jodoh kali ya?" Daffa melirik gue.

Gue udah merengut kesal kalau gini pasti bakal ngarah ke sana lagi. Tapi sebelum gue berhasil nyaut, Daffa malah nerusin, "Kamu sama aku."

"MAUNYA!" balas gue nggak nyantai. Bisa banget dari yang tadinya bete jadi bikin salting kayak gini.

"Dih, ya emang mau kok."

-


Hi semuanya, besok donghan comeback mohon dukungannya ya, terima kasih!!

over everythingWhere stories live. Discover now