49. yts

64 15 0
                                    

"Loh, Mei datang kapan?" Adalah kalimat pertama yang dilontarkan ibunya Daffa waktu masuk kamar anaknya. Untung gue udah cuci muka dan sikat gigi, jadi nggak lusuh-lusuh amat.

"Semalem tante, hehe. Mau pulang disuruh nginep sama Daffa," jawab gue sambil remesin ujung kaosnya Daffa yang udah kayak dress di gue. "Maaf kemaleman datangnya."

Untuk sesaat gue kira dia bakal marah karena kesannya gue nggak sopan banget. Tapi dia cuma manggut-manggut santai.

"Kayak ke siapa aja ah, kalau kata anak muda sekarang mah woles, gitu, ya?" balasnya, gue cuma ketawa aja mengiyakan. "Bangun hei, anterin Ibu ke kantor."

Daffa mengerang pelan waktu kakinya digeplak sama ibunya.

"Gini, deh, dia sehari-hari kalau dibangunin pagi," kata ibunya ke gue. "Malu, tuh, sama Mei bangun siang mulu."

"Ah, Ibu mah ganggu," protesnya. Emang dasar anak kurang ajar.

"Yaudah Ibu berangkat sendiri, mobilnya Ibu yang bawa?"

"Eh, jangan jangan!" responnya cepet. Dia langsung jalan ke kamar mandi.

"Mei ikut yuk, sekalian kalian cari sarapan," ajaknya.

Gue membulatkan mata. Ya, bukan sekali dua kali, sih, jalan sama Daffa dan ibunya, tapi tetep aja. Posisinya di sini gue belum mandi dan semalem datang kayak tamu nggak diundang cuma buat kasih surprise buat anaknya.

"Ih, aku belum mandi, tante."

"Gak usah. Tuh, Daffa aja masih ngantuk. Ntar kamu tinggal di sini juga sering keliatan muka bantalnya."

Hah?

HAH?

Gue bahkan nggak sempet mikir sampe akhirnya ditarik Daffa dan nganter ibunya ke kantor. MASIH PAKE BAJUNYA DAFFA. Dan berhubung gue utang nemenin dia hari ini, maka pulangnya gue sekalian mandi di kosan .... yang mana ketauan Tyas sama Bila dan berujung dicengin mereka.

"Meyi kayaknya lo gak punya baju itu deh," kata Tyas dengan nada meledek.

"Kayak pernah dipake Daffa gak, sih," tambah Bila yang bikin gue makin malu.

LIBUR GINI KENAPA MEREKA ADA DI KOSAN, SIH?!

Untungnya gue cuma mandi dan ambil baju doang di kosan. Daffa baru aja kelar ngerokok pas gue keluar, dan kita langsung cabut lagi ke rumahnya.

Sebenarnya kita belum punya rencana hari itu ngapain. Sembari nungguin Daffa selesai mandi, gue duduk di kasurnya, buka-tutup beberapa aplikasi demi mikir mau ke mana dan melakukan apa.

Lagi asik-asik mikir gue harus terdistraksi sama Daffa yang masuk dengan handuk melingkar di lehernya. Rambutnya masih basah, tapi dia senyum-senyum kayak orang kasmaran.

"Aku udah baca surat dari kamu," katanya sembari duduk di sisi kasur. Pupil gue langsung membesar, dan gue harus gigit bibir demi menahan teriak. "Hadiahnya juga udah liat."

Gue diem sejenak.

KENAPA, SIH, MESTI BILANG, KAN JADINYA MALU.

"Boong. Orang dari semalem kamu sama aku terus."

"Waktu kamu udah tidur aku buka kotak kadonya."

Daffa noleh ke gue masih dengan senyum di wajahnya. Dia nunggu reaksi gue tapi gue masih diem berusaha memilih respon yang tepat.

"Suka nggak?"

"Suka," jawabnya. "Mau dong diucapin langsung. Jangan lewat surat doang."

Gue mendeliknya tajam. Udah tau yang gue tulis di surat, tuh, hal yang nggak bisa gue omongin. Ini malah request diucapin langsung.

"Buat yang tersayang," katanya dengan intonasi orang baca surat.

Gue buru-buru maju buat tutup mulutnya. "JANGAN DITERUSIN!"

"Mau nerusin sampe kamu ngucapin langsung," katanya lalu lanjut lagi recite surat gue seingatnya, bikin pipi gue makin panas.

"Stop! Ih, berhenti gak!" gertak gue yang nggak digubris sama sekali. Gue mendengus kesal. "Yaudah iya ini aku ucapin, kamu stop ngomong!"

Daffa seketika berhenti ngomong, tapi senyumnya makin lebar sampe ujung matanya berkerut. Dan biasanya matanya berkerut kayak gitu cuma ketika lagi ketawa terbahak-bahak.

Gue menggenggam tangan Daffa lalu menarik napas dalam-dalam. Bukannya natap dia gue malah nunduk liat tangannya.

"Selamat ulang tahun ya," mulai gue. Kalimat pertama udah mual sendiri. "Semogaaaa kamu seneng-seneng terus, sehat terus, bisnisnya lancar, nggak bosen sama aku."

"Nggak lah," selanya.

"Ya, intinya aku bangga sama kamu. Sisanya udah ditulis di surat, kan? Udah ya?"

"Bagian Yang Tersayang nya mana?"

HHHHSSHSSJJSJS.

"Iya, pokoknya, buat Yang Tersayang nya aku, selamat ulang tahun," cicit gue, merasa geli denger diri sendiri ngomong gitu.

Daffa nggak bereaksi waktu gue mendongak liat dia. Senyum kecilnya masih persisten di mukanya. Merasa makin malu akan reaksinya (juga malu karena diri gue sendiri ngomong kayak gitu barusan), gue mengecup bibirnya kilat.

Daffa langsung terkekeh sembari menarik gue ke pelukannya. Dia menghujani puncak kepala gue sama kecupan-kecupan kecil yang akhirnya bikin jengah gue berkurang.

"Aaaaa! Aku gak bisa nafas, Adimas!"

"Hehe, kamu gemes, sih!" katanya lantas melepas gue dari pelukannya.

"Mana ada! Geli tau!" protes gue, Daffa cuma ketawa.

"Jadi mau ke mana?" tanyanya kemudian.

"Nggak tau. Kamu yang pilih, lah, kan tugas aku cuma nemenin."

"Kamu maunya ke mana?" Gue mengedikkan bahu. "Gak usah ke mana-mana, deh, kalau gitu."

Gue mencibir ketika Daffa ngomong gitu dengan nada meledek. Emang dia, tuh, kayaknya sesekali perlu gue geplak.

"Mendung gini pengen makan ubi madu gak, sih?"

Daffa langsung goyangin alis. "Yaudah, yuk gas Sumedang?"

"Gila lo ya?!"

-



masih edisi ulang tahun yey

over everythingWhere stories live. Discover now