34. worry not

88 13 0
                                    

Gue terbangun dengan erangan yang cukup keras untuk terdengar sampe keluar kamar. Pertama-tama, baru juga lima belas menit tidur siang, suara bor dari kosan sebelah yang lagi perbaikan udah menginterupsi. Gue mana bisa balik tidur dengan keadaan berisik gini? Mana kalau malem anak-anak kosan cowok yang di sebrang suka gitaran keras banget lagi. Gimana caranya bisa hidup tenang?!

Yang kedua, gue mimpi aneh banget kerasa sampe ke tulang-tulang.

Gue meraih HP lalu membulatkan mata waktu liat notifikasi dari Daffa yang katanya udah di ruang tengah beberapa menit yang lalu. Setelah rapih-rapih dikit, gue nyamperin dia ke ruang tengah.

"Berisik banget," adalah kata-kata pertama yang gue lontarkan. Belum sempat Daffa nyautin gue udah nyerocos lagi. "Masa tadi aku mimpi liburan ke Korea tapi gak bisa pulang karena belum beli tiket terus keabisan uang. Terus aku panik harus gimana di sana, masa kerja?"

Daffa menatap gue dengan aneh, dan sejujurnya kalau gue berada di posisi Daffa juga gue bakal melakukan hal yang sama.

"Yang, kan kalau mau ke luar negeri ada minimal saldo di tabungan," katanya kemudian. Gue menyamankan diri duduk di sebelahnya terus senderan di lengannya. "Kebiasaan, deh, mimpi kamu aneh-aneh."

Gue mencebikkan bibir. "Ada kamu juga tapi kamu malah sama cewek lain."

Daffa diem dan menatap gue beberapa saat sebelum akhirnya meraup wajah gue dan nguyel pipi gue sampe gue mengaduh.

"Ya mana ada, sih, ke Korea bareng kamu tapi jalannya sama cewek lain."

"Di mimpi pacar kamu si cewek itu!" seru gue. "Putus kali ya?"

"Gak mau putus-putusan lagi," tandasnya.

"Kamu dari tadi?" tanya gue mengalihkan topik.

Daffa mengangguk. "Tadi ada Ibu Kos terus aku disuruh masuk aja nunggu di ruang tengah."

"Hah? Serius? Ngapain?"

"Tadi bawa tukang, sih, pas aku tanya tadi katanya mau liat atap yang bocor di dapur."

"Hhhh berisik lagi," keluh gue.

Padahal belum ada yang protes juga ke Ibu Kos soal atap bocor, tapi emang dasarnya suka rajin ngecekin sendiri. Jadi kalau ada apa-apa dia sigap banget. Makanya hidup anak-anak kos sejahtera banget.

"Kak temenin cari kado dong," kata Daffa lagi.

Gue melirik Daffa dengan skeptis, curiga kalau ini mengarah ke Sonia lagi atau temennya yang lain.

"Buat siapa?"

"Buat Ibu."

Oke, rasa skeptis gue seketika melebur. Sekarang yang muncul rasa lega sekaligus penasaran. Belakangan ini, kalau gue bahas soal ibunya dia bakal menghindar dengan menjawab seperlunya. Dan dia juga belum cerita soal masalahnya kemarin yang mana gue tebak ada hubungannya sama ibunya.

Tapi setelah tau dia ada usaha buat ulang tahun ibunya gini, gue merasa mungkin mereka udah baikan.

"Kapan ulang tahunnya?"

"Lusa, tapi acaranya ntar malem. Ibu ngundang kamu juga, sekalian aja nginep."

"Bercanda."

"Serius! Acaranya juga acara keluarga biasa cuma makan-makan. Paling ntar ada kakakku sama keluarganya nginep."

Untuk alasan yang jelas, gue mendadak gugup.

-

Daffa emang nggak bohong waktu bilang acaranya cuma makan-makan biasa sekeluarga. Awalnya gue langsung keringet dingin karena sama sekali belum pernah ketemu sama kakaknya yang ternyata memboyong istri sama anaknya juga. Untungnya, sih, mereka juga welcome, jadi gue nggak perlu repot-repot untuk merasa diterima.

over everythingKde žijí příběhy. Začni objevovat