Chapter 09 | Bayangan Semu

21.1K 2.1K 258
                                    

Ada yang salah dengan diri ini. Ketika aku sama sekali tak mengingatmu, justru disitu aku menyesal. Mengapa kamu selalu hadir dalam hidupku tanpa mau bertanya posisimu di hidupku?

🥋🥋🥋

DIA meluruhkan tubuh ke pelukan Bunda. Bunda mengusap kepalanya dengan sayang. Indira memejamkan mata. Rasanya ia sangat lelah. Padahal, ia tidak melakukan apapun selain mengikuti pengajian. Itupun dia harus menjadi sorotan kala teriakan di kamar mandi Tante Ressa. Jujur, Indira sangat malu. Tante Ressa, Bunda dan seorang wanita langsung mengetuk pintu kamar mandi setelah mendengar teriakannya.

"Indi! Dek, kamu di dalam kan? Kenapa? Jangan buat Bunda takut!" Indira langsung keluar kamar mandi ketika mendengar suara Bunda. Ia merasa sangat malu menjadi pusat perhatian. Apalagi, di depan pemilik rumah.

"Bunda.. Indi merah." suaranya lirih, sangat lucu menyadari Indira sudah besar. Bukan anak kecil lagi. Bunda menggelengkan kepala, anak bungsunya ini benar-benar membuat jantungnya serasa mau copot.

"Terus Indi nggak bawa roti jepang, Bun," bisiknya pada Bunda. Namun, Ressa dan seorang wanita di sebelahnya masih bisa mendengar. Mereka tertawa kecil melihat tingkah Indira yang sangat polos. Lalu, seorang wanita di sebelah Ressa menepuk pundaknya. "Saya bawa kalau kamu mau."

Indira mengerjap, terasa asing dengan wanita itu. "Ehh, Tante nggak usah. Biar nanti Indi nyuruh Bang Indra buat beli aja. Tadi pas kesini Indi lihat ada minimarket di depan." Indira menolak halus tawaran wanita itu. Padahal, Indira sangat membutuhkan roti jepang sekarang atau gamisnya akan penuh dengan darah.

"Nggak apa-apa. Ini ambil." wanita itu tersenyum. Indira mengagumi senyumannya. Sungguh, sangat manis meski usianya tak lagi muda.

"Terimakasih, Bu. Anak saya memang suka begini. Selalu ceroboh. Padahal sudah besar." Bunda segera menyuruh Indira untuk ke kamar mandi. Indira langsung mengangguk. Ia sangat-sangat berterima kasih kepada wanita itu karena jika bukan karena bantuannya, mungkin sekarang gamisnya sudah kotor terkena noda darah.

"Bunda." Indira memanggil Bunda. Bunda menatap putrinya yang sekarang tengah bermanja-manja dengannya saat perjalanan pulang. Indra sendiri tengah fokus mengemudikan mobil.

"Iya, Dek? Kenapa?"

"Yang tadi, siapa ya Bun?" Bunda menyerngitkan dahi. Bingung dengan maksud Indira. "Yang tadi siapa, sayang?"

"Itu lho, Bun. Yang tadi kasih pembalut sama Indi."

"Oh." Bunda mengangguk-angguk. "Kalau nggak salah namanya Bu Amalia. Salah satu temannya Bu Ressa. Bunda juga nggak terlalu kenal. Tadi baru ketemu dan sedikit cerita tentang anaknya."

"Jadi namanya Tante Amalia, Bun?" Bunda mengangguk. "Iya. Emang kenapa?"

Indira menggeleng. "Nggak apa-apa, Bun. Tante Amalia cantik."

"Iya, cantik." Bunda menjawab.

Indira tersenyum, lalu mencubit kedua pipi Bunda dengan gemas. "Tapi, buat Indi, Bunda adalah wanita tercantik di dunia! Bunda itu malaikat buat Indi," ujarnya, lalu memeluk Bunda yang disambut dengan pelukan hangat. Bunda tertawa. Begitu pula Indra yang mendengarnya.

"Peluk-pelukannya berdua doang. Abang nggak diajak, nih?" tanyanya memelas.

"Nggak mau, wleek!" Indira mengejek. Mengundang gelak tawa Bunda dan Indra.

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHWhere stories live. Discover now