Chapter 45 | Ngidam (2)

24.5K 2.2K 1.1K
                                    

INDRA sengaja membawa keluarganya untuk makan bersama di salah satu kafe di sudut Mall di dekat rumahnya. Selain untuk mengabulkan permintaan istri tercinta, ia juga ingin menikmati kembali kebersamaan yang sudah beberapa bulan ini tidak ia rasakan semenjak menikah dengan Fisya. Fisya sangat senang akhirnya suaminya mengabulkan permintaannya. Ia mengusap perut, segera memesan kepiting dengan sambal super pedas.

"Eh, eh, itu sambalnya kamu nggak boleh makan semua lho, ya. Kasihan bayi di dalam kandunganmu," ujar Bunda, membuat Fisya terkekeh sendiri. "Iya, Bunda, nanti biar Mas Indra saja yang menghabiskan."

Indira terkekeh melihat reaksi Indra. Indra kan, tidak terlalu suka pedas. Mana mau ia menghabiskan makanan Mbak Fisya.

"Dek, mau mesan apa?" tanya Bunda, membuat Indira menoleh menatapnya. Indira melihat-lihat buku menu. Ia bingung, ingin memakan apa. Namun, pilihannya jatuh pada seporsi ayam bakar dan juga es lemon. Indira juga menekan brownies untuk dirinya sendiri.

"Gimana di kampung, Dek? Enak?" tanya Fisya, ia memang belum bertanya secara detail mengenai kepulangan Indira. Ia sempat drop kemarin karena masuk trimester pertama. Fisya sering mual-mual setiap pagi atau yang biasa disebut morning sickness. Kebiasaan memasak berubah menjadi menyendiri di dalam kamar. Fisya sering muak mencium aroma-aroma bumbu dapur. Ia pun sudah tidak berminat memasak lagi, padahal itu hobinya sejak kecil. Selain menyendiri di kamar, Fisya juga sering menghabiskan waktu untuk mengikuti pengajian bersama Bunda. Entah itu di rumah teman Bunda, atau justru temannya saat masa kuliah. Lalu, ia sering membunuh rasa bosan karena menunggu Indra pulang dengan membawa beberapa novel milik Indira. Fisya bisa dibilang sangat tidak suka membaca, berbanding terbalik dengan Indira, adik iparnya.

"Alhamdulillah, banyak pengalaman sih Mbak disana. Dapat banyak pelajaran hidup, Indira jadi merasa lebih bersyukur lagi sama apa yang Indira rasain sekarang," ucapnya, membuat Fisya menganggukan kepala.

Tak lama kemudian, pesanan mereka datang. Indira dan Fisya begitu senang, mereka berbinar melihat pesanan mereka masih mengepulkan asap.

"Pelan-pelan makannya, Sayang. Jangan buru-buru," peringat Indra. Fisya mengangkat ibu jarinya. Mereka pun sama-sama terdiam setelah Indra memimpin doa. Menikmati makan malam hari itu dengan begitu khidmat.

🥋🥋🥋

Indira tidak langsung tidur setelah sampai. Ia shalat isya' terlebih dahulu. Lalu, ke bawah untuk membuat teh hangat. Indira melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 malam. Namun, Indira sama sekali tidak mengantuk. Biasanya, setelah melaksanakan shalat isya', Indira akan tertidur dan terkadang dengan buku mata pelajaran kuliahnya terbuka.

Ia duduk di sofa ruang tamu, sendirian. Bunda pasti sudah tertidur. Abangnya pun sudah menuntun sang istri semenjak pulang. Kasihan Fisya, terlihat kelelahan sekali.

Lampu ruang tamu memang selalu dibiarkan menyala, kecuali jika Bunda menunggu Indra pulang. Lampu itu akan dipadamkan sebelum mereka tertidur.

Indira mengamati ruang tamu itu, ruangan yang tak berniat dirubah oleh Bunda. Ruangan ini adalah hasil kerja Ayah mendapat gaji pertamanya bekerja di sebuah perusahaan yang dipimpin oleh Tante Ressa. Ayahnya bekerja sebagai seorang HRD. Gaji pertama Ayah digunakan untuk membeli satu set sofa beserta meja bundar di tengah. Membeli pipet yang sekarang terisi penuh koleksi gelas-gelas antik Bunda dan Mbak Fisya. Indira juga ikut andil, meskipun bukan gelas yang ia sumbangkan. Indira menyumbangkan beberapa boneka dengan ukuran bermacam-macam disana sebagai penghias.

Indira ingat, dulu ia sering sekali menunggu Ayah pulang bekerja bersama Indra. Indra yang sangat sibuk saat masa-masa kuliah pun, tetap meninggalkan tugasnya sejenak demi berkumpul bersama Ayah, Bunda dan sang adik. Mereka adalah keluarga yang sangat harmonis. Ayah adalah Ayah yang hebat, tak pernah lelah banting tulang untuk membiayai kebutuhan keluarga. Ayah tak pernah mengeluh saat sedang sakit. Itu pula yang membuat mereka tidak tahu jika sebenarnya Ayah sakit keras.

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHWhere stories live. Discover now