Chapter 10 | Tunangan?

20.6K 2K 371
                                    

Sikap kita dinilai itu dari sikap kita sendiri. Baik buruknya sifat seseorang sudah ada pada diri sendiri. Bahkan sejak raga ini masih belum lahir ke dunia. Alasan mengapa kita harus baik? Tentunya karena untuk bersikap buruk pun, tak ada manfaat dari itu semua.

🥋🥋🥋

DIA melirik Azzam dan seorang perempuan yang sepertinya adalah junior di kampusnya. Mereka terlihat sedang mengobrol saat Atthaya datang. Tadi yang Atthaya lihat, Azzam memberikan sesuatu pada gadis itu. Entah apa isinya. Atthaya tidak bisa melihatnya lebih dalam.

"Azzam, kamu ngapain disini?" Atthaya bertanya, sangat lembut seperti biasa. Kata Mama, menjadi seorang perempuan tidak hanya harus pintar. Tetapi, harus sopan. Baik dari tutur kata maupun sikap. Atthaya terlahir dari keluarga terpandang, keluarga yang menjunjung tinggi harga diri. Ia selalu dimanjakan oleh Papa dan Mamanya. Menjadi anak tunggal sangat menyenangkan menurutnya. Meski terkadang Atthaya harus merasakan kesepian saat kedua orang tuanya harus ke luar kota karena pekerjaan. Untuk itulah, Atthaya sedikit demi sedikit menerima job sebagai model hijaber untuk majalah fashion.

"Ngobrol aja. Kenapa?" jawaban Azzam terkesan ketus. Entah mengapa, Azzam sendiri tidak menyukai kehadiran Atthaya disini saat ia saja bersama Indira.

"Terus udah kan ngobrolnya? Kalau udah yuk, langsung aja. Antar aku ke rumah. Aku mau ketemu sama Umi Lia." Atthaya tanpa aba-aba langsung menggandeng lengan Azzam. Azzam terkejut luar biasa. Ia tidak menyangka jika Atthaya berani melakukan itu. Meski sebenarnya kulit mereka tidak bersentuhan karena Azzam yang mengenakan baju berlengan panjang.

"Lo apaan sih? Jangan pegang-pegang gue juga kali." Azzam hendak menepisnya sebelum Indira membuka suara.

"Yaudah kalau gitu, aku pamit ya. Senpai, makasih buat kuenya. Salam buat Umi Kakak. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Azzam dan Atthaya bersamaan.

Azzam memandang tubuh mungil Indira yang berlalu mendekati sebuah mobil yang ia lihat kemarin. Azzam tidak tahu, raut wajah Indira seperti apa sekarang. Yang jelas, itu berbeda dari biasanya.

"Azzam, ayo. Aku udah ada janji sama Umi Lia mau ajak Umi ke Mall. Kamu ikut ya. Sama adik kamu yang kemarin juga. Tunggu, namanya siapa ya? Aku lupa." Atthaya mencoba mengingat-ingat. Akan tetapi semuanya buyar kala Azzam benar-benar menyentak lengannya.

"Nggak usah pegang-pegang gue!" Azzam menatap Atthaya tajam. "Gue masih ada urusan. Kalau pun lo mau ketemu sama Umi, lo bisa langsung ke rumah." Azzam sebenarnya terusik dengan adanya Atthaya. Dia bisa saja berdebat dengan gadis itu. Tetapi Azzam tidak mau membuang-buang waktunya hanya untuk berdebat.

"Tapi aku nggak tahu rumah kamu, Az."

"Perumahan Sakura blok EL nomor 10. Lo bisa kesana." Azzam berlalu dari sana dengan perasaan sedikit dongkol. Dia berharap akan mendapatkan senyuman Indira kala ia memberikan kue itu.

Tetapi, justru senyuman Atthaya yang sejujurnya tak ia harapkan.

Di belakang, Atthaya mengepalkan tangan. Dia berjanji dalam hati untuk mendapatkan perhatian dan hati Azzam. Dan juga, membuat gadis tadi menjauh dari kehidupan Azzam.

🥋🥋🥋

Tidak semua yang terjadi padanya harus diceritakan. Indira selalu mengatakan jika kuliahnya selalu baik. Hari-harinya baik dan lancar. Proses belajarnya di kelas juga aman. Tidak ada yang harus dikhawatirkan.

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHWhere stories live. Discover now