Chapter 12 | Getaran Aneh

18.6K 2K 540
                                    

⬆⬆⬆ [Visual Indra Maheswara as Billy Davidson] ⬆⬆⬆

🥋🥋🥋

Dari sekian banyaknya laki-laki di muka bumi ini, mengapa harus dia Ya Allah? Mengapa harus dia yang Kau kirimkan padaku agar aku merasakan getaran ini?

🥋🥋🥋

SUDAH setengah jam Indira mengikuti latihan hari itu tanpa semangat. Kakinya seolah lemas dan tak berguna untuk bertumpu. Ia sudah merasa kelelahan. Indira tidak kuat. Apalagi, mendengar bagaimana semangatnya senior baik hati di hadapan para junior itu memberi aba-aba.

"Ayo-ayo, jangan berhenti sebelum saya kasih aba-aba!" serunya, membuat Indira diam-diam mencibir. Mengapa laki-laki sangat bersemayam hari ini? Apakah karena kejadian sebelum memasuki ruangan? Dimana Indira melihat laki-laki itu berdua dengan Atthaya? Mereka.. sungguh, Indira tidak ingin menyebutkannya.

"Dir, jangan melamun!" lirih Alma di sebelah kirinya. Indira menoleh tanpa berkata apapun. Ia mendengus, bisakah hari ini latihan karatenya libur saja? Indira sedang tidak mood. Ia ingin rebahan di atas kasur dan mendengarkan Bunda menceritakan sebuah kisah tentang Rasulullah shalallahu alaihi wassalam. Atau tentang beberapa sahabat Nabi yang selalu menjadi suri tauladan bagi umat Islam.

Rupanya, sikap Indira selalu jadi perhatian Azzam. Sejak tadi ia mempertanyakan Indira yang hari ini berbeda. Tidak bersemangat seperti biasanya. Beberapa kali ia juga memergoki Indira tengah melamun, entah memikirkan apa.

Azzam meminta izin pada Kafka untuk mengawasi dari belakang. Kafka mengangguk, tidak curiga karena memang bisanya Azzam selalu mengawasi dari belakang. Azzam juga tak sungkan untuk mengkritisi gerakan jika salah dan mereka harus mengulang.

Beberapa juniornya yang menyadari Azzam berpindah posisi ke belakang tentu saja langsung was-was. Takut-takut jika mereka salah dan ditegur langsung oleh Ketua Himpunan. Apalagi, dengan sorot mata tajam itu. Siapa yang tidak takut?

"Ngapain lo kesini?" Mayang bertanya. "Ini bagian perempuan kali, Zam."

Azzam mengedikkan bahu, tidak peduli komentar Mayang. Cewek tomboy itu memang sangat suka menyapanya. Bukan hanya padanya sih, dengan yang lain pun begitu.

"Eh-eh, jangan dekat-dekat!" Mayang mengerutkan dahi melihat Azzam yang justru mengawasi dari jarak terbilang dekat. Ia saja mengawasi dengan jarak 10 langkah, padahal ia perempuan.

"Dih dibilanginnya!" Mayang mendengus. Terserah lah. Dia sudah menasehati Azzam agar tak terlalu dekat. Mayang tahu jika ada batasan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Meskipun ia jarang sekali shalat, tapi Mayang tahu sedikit demi sedikit ajaran Islam.

"Al, udahan yuk! Aku capek...," keluh Indira, padahal baru beberapa menit yang lalu latihan di mulai. Belum ada satu jam. Bisanya, Indira justru meminta jam tambahan setelah pulang agar ia bisa berlatih lagi meski pada Alma. Ia suka mengulang gerakan latihan setiap waktu latihan sudah habis sebelum ia bergegas pulang.

"Ya Allah, Dir. Latihannya bahkan belum ada satu jam. Kamu ini kenapa sih dari tadi?" jawaban Alma terdengar lirih, ia tidak mau ketahuan mengobrol saat sedang latihan. Bisa-bisanya ia kena hukuman, setidaknya lari memutari ruangan sungguh tidak ia inginkan.

"Aku bete tahu nggak? Aku mau pulang..." Indira kesal setengah mati. Di kepalanya kini berputar masakan Bunda. Lalu, setelah itu ia bisa mandi dan tidur. Tentunya tanpa melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim. "Boleh nggak sih, kalau izin aja?"

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHWhere stories live. Discover now