Chapter 38 | Awal Mula Perjodohan (2)

17K 2K 637
                                    

Terimakasih yang sudah menunggu, apapun yang kalian lakukan hari ini, kalian tetap hebat! Jangan pernah menyerah, ya. Hidup ini masih panjang, meski kita nggak pernah tahu kapan ajal kita. Tetap semangat! Buktiin kalau kita bisa! :*

Siap menjadi pembaca yang setia?

Last, happy reading, guys! ❤❤❤

***

JIKA saja, Anzar bisa bersabar lebih lama lagi untuk mendapatkan donor ginjal yang cocok untuknya selain Danang, maka perjodohan antara Azzam dan Atthaya tidak akan pernah terjadi. Anzar menyesal, sungguh. Sebagai seorang Ayah, ia sangat bersedih melihat putranya harus menerima perjodohan konyol ini. Meski semua orang menganggapnya jahat, karena tidak mengerti bagaimana perasaan sang putra, namun ketahuilah jika sebenarnya setiap malam Anzar selalu berdoa kepada Allah agar dipermudah dalam segala urusannya, termasuk perjodohan ini.

Jujur saja, dalam lubuk hatinya, Anzar berharap perjodohan antara Atthaya dan putranya dibatalkan.

Posisi Azzam saat ini pernah ia rasakan dulu, saat terpaksa menerima perjodohan dengan Amalia. Berbeda dengan putranya Raihan, yang dijodohkan atas dasar cinta satu sama lain. Anzar sangat-sangat mengerti bagaimana hancurnya Azzam. Sorot mata menenangkan itu kini berubah tajam. Meski tidak pernah mengatakan apapun padanya secara gamblang, namun diamnya Azzam sungguh menyiksanya. Tidak ada lagi canda tawa di meja makan. Azzam lebih memilih sarapan di dalam kamar dan Bi Ani atau Bi Nah yang mengantar. Atau juga, Almira yang bersedia dengan senang hati mengantarkan makanan ke kamar sang Kakak. Disini, Almira memihak kubu Azzam. Almira tidak menyukai Atthaya karena Atthaya sangat glamor, menurutnya.

"Pagi, semua..." Anzar menyapa, Amalia tersenyum manis padanya. Mempersilakannya duduk di samping Amalia. Amalia segera mengambilkan segelas susu putih untuk suaminya. Sedangkan Almira, segera mengambil alih makanannya dan juga makanan Azzam yang sudah Bi Ani siapkan. Lalu, menaruhnya di nampan dan segera berlalu menuju kamar Azzam tanpa mengatakan apapun.

Tentu saja semua itu tak luput dari pengawasan Anzar. Ia begitu mengerti jika Almira sangat menolak perjodohan ini. Meski terkesan cuek dan acuh tak acuh, Almira sangat menyayangi Azzam. Berbeda dengan Alyssa, yang menunjukkan kasih sayangnya seperti kecupan sayang, dan hadiah-hadiah untuk Azzam.

"Almira, kamu mau kemana?" tanya Anzar, membuat langkah kaki Almira berhenti sebelum benar-benar sampai di depan pintu kamar Azzam. Ia menoleh, melihat Anzar menatapnya sendu. Sorot mata itu selalu membuatnya lemah, namun kini tidak lagi.

Kak Azzam berhak bahagia untuk pilihannya sendiri, Abi. Seharusnya Abi tau itu. Batinnya, menahan kesal pada sang Ayah karena sikapnya yang seenaknya sendiri.

"Mau ke kamar Kakak. Kasihan Kakak belum sarapan. Nggak mungkin Mira sarapan duluan disaat Kak Azzam aja masih gundah sama keputusan Abi," ujarnya, sangat tegas. Begitu mirip dengan Anzar saat masih muda. Bedanya, Almira salah versi perempuan.

Tubuh mungil Almira kembali berjalan. Anzar terus mengamati gerak-gerik Almira yang mengetuk pintu, lalu sebuah suara balasan dari dalam kamar untuk menyuruh Almira masuk karena pintunya tidak dikunci. Hingga Almira menutup pintu kamar Azzam, Anzar tersentak saat tangan Amalia mengusap bahunya.

"Ada apa, Mas? Kenapa rotinya hanya dibiarkan begitu? Ayo sarapan, sebentar lagi Mas Anzar harus berangkat bekerja," ucap Amalia, lalu menatap Alyssa yang terdiam dengan posisi memasukkan roti. "Icha, ayo cepat dimakan rotinya. Kak Mira pasti sarapan di dalam kamar sama Kak Azzam."

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHWhere stories live. Discover now