Chapter 16 | Kunjungan Atthaya

18.3K 1.9K 467
                                    

Manusia akan mengerti pada masanya ketika ia jatuh cinta. Mencintai memang indah, tapi bukankah lebih indah ketika sama-sama saling mencinta?

🥋🥋🥋

DIMULAI dari rintikan hujan kecil, lalu membesar dan air hujan turun membasahi bumi, Indira masih belum kunjung keluar dari kamar. Seolah mendekam, Indira benar-benar betah di dalam kamar. Padahal, yang ia lakukan hanya tiduran di atas karpet berbulu kesayangannya. Indira meraih segelas susu hangat buatan Bunda ketika ia pulang beberapa jam yang lalu dari warung Febi.

Mungkin, ini hari paling menyedihkannya.

Selain tidak memakai alas, Indira juga tidak membawa uang. Ia lupa jika tas ranselnya masih berada di dalam ruangan. Bukankah ia benar-benar ceroboh, sama seperti kata Bunda?

"Waalaikumsalam, Indira, kamu udah pulang? Mana Alma-nya? Katanya mau menginap lagi," ujar Bunda ketika Indira baru sampai rumah tadi. Ia terpaksa menyetop taksi dan akan membayarnya ketika tiba di rumah. Indira harus bersyukur karena rumahnya di area perumahan sehingga taksi bisa masuk.

"Bunda, tolong bayarin taksi Indi, ya. Indi capek banget, nih. Mau tidur," ucap Indira, sangat lesu. Gadis itu langsung masuk tanpa merengek bertanya Asyifa memasak apa hari ini. Sangat aneh.

"Jangan lupa sholat ashar dulu ya, Dek!" teriak Bunda saat Indira sudah sampai di anak tangga paling atas. Indira mengangguk tanpa tahu Bunda melihatnya atau tidak. Yang jelas, Indira butuh mengistirahatkan tubuh dan pikirannya saat ini. Setelah mandi dan melaksanakan kewajiban shalat ashar, Indira langsung meraih remot TV dan menyetel channel favoritnya. Bunda masuk dan menyodorkan segelas susu hangat yang kini ia nikmati di tengah suasana hujan.

Sudah hujan, ditambah mengingat kejadian kecerobohannya hari ini, lalu suasana hati yang sangat tidak mendukung!

Hwaaaa Bunda, potek hati Indi!

🥋🥋🥋

"Assalamualaikum, Dir. Ini aku Alma. Indira, kamu ada di dalam?" suara ketukan pintu dan bising-bising suara membuat Indira langsung terjaga. Ia melihat jam dinding, waktu menunjukkan hampir maghrib.

Astaghfirullahal'adzim. Untung nggak kebablasan. Bahaya kalau tidur sampai adzan maghrib.

"Diraaaa! Halo, hei, hoy! Kamu di dalam, 'kan? Kata Bunda kamu ada di dalam, jadi gak mungkin ada diluar. Ayo bukain pintunya! Tas kamu berat banget, nih!" teriak Alma tidak sabaran dari arah luar. Hari ini bebannya semakin bertambah meski hanya sebuah tas dan jinjingan flat shoes.

"Ya-ya, sebentar!" balas Indira dari dalam. Sebelum keluar, Indira membenarkan letak kerudungnya yang berantakan dan meraih tisu basah guna membersihkan minyak-minyak di wajah.

"Ya Allah, lama banget sih bukain pintunya, Dir. Gak lihat apa ini tas kamu berat. Aku udah kaya bawa sapi!" celetuk Alma dengan gigi begemelutuk. Ia sangat kesal.

"Yaudah sini tasnya. Ayo masuk," ucap Indira, sama sekali tidak berminat membalas celotehan Alma. Baru saja Indira menutup pintu kamar, keadaan kamar sudah porak poranda. Alma dengan seenak jidat langsung naik ke atas kasur empuknya. Padahal, Indira mati-matian tidak tidur disana karena tidak ingin kasurnya berantakan, apalagi dengan bercucuran air mata.

Alma bersorak. "Ya Allah, Dir. Akhirnya aku bisa menikmati AC gratis selain di kafe!"

Indira membiarkan saja. Toh, Alma akan membereskannya nanti. Itu meletakkan tasnya di atas meja belajar. Mengeluarkan isinya untuk diganti dengan pelajaran besok. Tak lupa Indira mengecek satu-persatu bukunya apakah ada tugas yang terlewat.

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang