Chapger 24 | Ruang Anggrek, No. 30

17.9K 1.8K 171
                                    

Saat seseorang jatuh cinta, hanya ada dua kemungkinan. Senang karena balik dicintai, atau harus sakit hati ketika perlahan orang yang kita sayangi justru menyakiti.

🥋🥋🥋

"AZZAM!"

"Senpai!" teriakan dua orang perempuan dari sudut yang berbeda, membuat semua orang berbisik-bisik. Apalagi, keduanya terbilang cukup menyita perhatian disaat semua orang panik karena Azzam sudah mengerang kesakitan, terlebih di bagian kakinya. Alma meminta Indira untuk tetap tenang, bahkan ia sampai kewalahan menggapai lengan Indira yang tak kunjung mendengarkannya. Indira seolah tuli, gadis itu siap berancang-ancang berlari mendekati tempat dimana Azzam sudah digotong dengan menggunakan tandu darurat.

"Al, lepasin!" teriak Indira, memaksa Alma untuk melepaskannya dengan segera. Indira menatap Azzam yang sudah berlalu, meski terlihat kuat di hadapan semua orang, makin kini Azzam menunjukkan sisi berbeda. Bahkan, Indira sempat mengira jika Azzam menitikkan air mata saking sakitnya.

"Dir, jangan!" sergah Alma, menarik kembali lengan Indira hingga kini posisi keduanya malah menjauh dari kerumunan. Indira sempat berdecak, ia ingin menghampiri Azzam namun Alma menghalanginya.

"Lho, kenapa? Itu lho, Senpai kecelakaan, Al! Kecelakaan! Kok kamu gitu, sih? Kan aku panik! Aku mau lihat kondisinya!" Indira menepis lengan Alma, namun Alma berhasil menghalaunya. Ia memegang bahu Indira, menatapnya tajam. "Kamu kenapa sih, Dir?"

"Kamu yang kenapa, Alma! Aku mau lihat kondisi Senpai! Dia pasti kesakitan sekarang!" Alma tidak tahu siapa yang salah disini, namun ia segera memeluk Indira ketika melihat air mata gadis itu turun membasahi pipi. Dipeluknya tubuh mungil Indira erat-erat. "Stt, jangan menangis."

"Aku mau lihat kondisi Senpai, Al," ucap Indira, terisak pelan di dekapan Alma. Kepalanya terus menatap ke arah dimana Azzam terjatuh sebelumnya. Mungkin, sekarang Azzam sudah di rujuk ke rumah sakit terdekat untuk penanganan lebih lanjut. Dan yang paling membuat hatinya berdenyut sakit adalah ada Atthaya disana.

Apakah salah jika Indira menginginkan berada di posisi Atthaya?

"Kamu jangan gila!" teriak Alma dengan nada tidak terlalu tinggi. Ia menuntun Indira untuk duduk di dekat taman kampus Universitas Bina Bangsa, memberikan sebotol air minum pada sahabatnya itu. "Nih, minum dulu. Tenangin fikiran kamu. Jangan terlalu gegabah dalam bersikap sesuatu."

Indira menurut, ia meneguk minuman botol itu secukupnya. Tangannya menerima tisu yang disodorkan Alma. Membersihkan sisa-sisa air matanya yang anehnya, Indira tidak tahu mengapa ia harus menangis hanya karena tidak berhasil mendekati Azzam. Yang ada di pikirannya sekarang adalah, Indira ingin sekali melihat keadaan Azzam. Meski hanya sebentar, tidak apa-apa.

"Kamu kenapa, Dir? Kenapa mau mendekati Senpai?" tanya Alma, ia meminum air kemasan yang sengaja ia minta dari panitia.

"Memangnya salah? Aku cuma mau melihat kondisinya, Al," jawab Indira, sedikit mendengus karena Alma sama sekali tidak mengerti ucapannya. "Aku kan udah bilang itu dari tadi."

"Kamu jangan gila, Indira! Disana juga ada Kak Atthaya," tukas Alma dengan mata memicing. Ia menghembuskan napas. "Aku gak mau kamu terlibat masalah sama Kak Atthaya, Dir."

Benar, seharusnya Indira tidak segegabah itu dalam bersikap. Ia tidak boleh terburu-buru mendekati Azzam, meskipun hati nuraninya sangat menginginkan itu. Disana ada Atthaya, yang berhak membawa Azzam ke rumah sakit. Seperti apa yang Indira dengar tadi, bahwa Atthaya adalah calon istri Azzam. Seharusnya Indira tahu diri untuk tidak berharap apapun.

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang