Chapter 14 | Sapu Tangan Biru

18.8K 1.9K 655
                                    

Sesaat kedua mata itu hanya tertuju padaku. Manik mata itu membuatku tenggelam dalam indahnya kilauan kelopak matamu. Iris cokelat gelap itu justru membuatku semakin jatuh, hingga aku tak tahu bagaimana cara menaiki dinding kokoh itu.

🥋🥋🥋

"KAK, ada Bang Raihan sama Mbak Raline tuh di bawah. Kata Abi turun dulu!" suara melengking Alyssa diiringi ketukan pintu kamarnya membuat Azzam menaruh Al-Qur'an yang sebelumnya ia lafalkan ayat-ayatnya di atas meja belajarnya. Azzam menaruh peci-nya di tempat biasa. Sebelum keluar, Azzam menyempatkan diri untuk bercermin. Pantulan wajah perpaduan antara Anzar dan Amalia begitu nyata.

Azzam selalu mendengar jika ia sangat mirip sekali dengan Abinya. Memiliki wajah yang terlihat tegas dan berwibawa. Ia memiliki rahang yang kokoh dan tegas, tahan banting padahal Azzam pernah berpikir ia akan mati ketika lawan dalam pertandingan menjatuhkannya tepat di atas lantai. Dan dagunya mencium lantai dengan sangat mesra. Namun, untungnya tidak ada hal fatal meskipun Azzam harus dilarikan ke rumah sakit karena darah seketika keluar dari dalam mulutnya. Azzam ingat, dokter mengatakan jika giginya ada yang patah akibat benturan terlalu keras.

"Kak! Kakak di dalam kan?" seruan Alyssa membuat Azzam kembali ke alam sadar. Ia terkekeh membayangkan kejadian beberapa tahun yang lalu itu. Ia mengusap rahang bawahnya, luka itu ada meski sudah nampak samar. Azzam tidak akan pernah melupakannya.

"Iya, Dek. Sebentar." sekali lagi, Azzam menatap pantulannya di cermin. Lalu, tersenyum. "Anak Abi sama Umi selalu ganteng!" tukasnya, berbicara pada diri sendiri.

"Ih, lama banget. Icha pegel nungguinnya!" omel Alyssa, adiknya itu cemberut. Lucu sekali, macam badut di Ancol. Azzam mencolek dagunya. "Ya Allah, Dek. Lucu banget. Adik siapa sih?"

"Adik Bang Raihan, dong!" Alyssa terkikik melihat wajah Kakaknya yang memelas. Seakan-akan Azzam adalah orang yang ia nistakan.

"Udah ah, Kak Azzam jangan becanda terus! Tuh, udah pada nungguin di bawah. Ada Aryan juga, lho."

Keduanya berjalan beriringan menuruni tangga. Alyssa sama sekali tidak merasa risih ketika Azzam merangkul lehernya hingga posisi keduanya sangat rapat. Justru, Alyssa begitu nyaman jika diperlakukan dengan sayang seperti itu oleh sang Kakak. Mengingat jika Kakaknya itu orang yang sangat jahil dan terkadang rewel.

"Ya bagus dong, nanti Kakak culik Aryan-nya," jawab Azzam, bergurau. Alyssa mencibir. "Kalau diculik, nanti Abang sama Mbak Raline gimana?"

"Gampang. Tinggal bikin lagi."

"Ih, Kakak!" Alyssa kesal. Kakaknya itu selalu bercanda setiap waktu. Ketika sudah di ruang tamu, Alyssa langsung menjauh dari Azzam dan mendekati Umi Amalia.

"Assalamualaikum semuanya," sapanya hangat. Azzam menyaliminya tangan Abi, Umi, Abangnya yang berkunjung malam-malam begini, dan juga Raline. Azzam dan Raline saling menangkup kedua tangan di depan dada.

"Waalaikumsalam," jawab Raihan dan Raline.


"Tumben kesini malam-malam, Bang?" Abi bertanya setelah Azzam duduk menempati tempat kosong di sebelah Almira. Adiknya itu tampak senang menggendong Aryan. Sesekali mencium pipinya yang nampak chubby.

Bukan tanpa alasan sebenarnya Anzar menanyakan itu pada Raihan. Karena semenjak memiliki bayi, Raihan menuruti permintaan Umi agar tidak berkunjung dulu ke rumah. Raihan sepakat karena Umi dan Abinya yang akan bergantian berkunjung ke rumahnya. Raihan disibukkan menjadi suami sekaligus ayah yang siap siaga. Ia juga tidak selalu mengambil waktu lembur. Amalia dan Fathan juga memaklumi hal tersebut. Mereka bahkan sempat menawarkan Raihan agar cuti saja meskipun Raihan tidak melahirkan. Justru, disaat-saat seperti itulah Amalia merasa jika Raline sangat membutuhkan kehadiran Raihan di sisinya.

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHWhere stories live. Discover now