Chapter 40 | Penyelesaian

17.4K 2.1K 506
                                    

Manusia boleh membunuh saat keadaan terdesak dan jika itu di jalan Allah. Maka, manusia juga bisa secerdik kancil untuk menyelamatkan dirinya meski harus berbohong.

🥋🥋🥋

ATTHAYA mengendap-endap masuk ke dalam ruangan kerja Papa. Beliau sendiri sudah pergi untuk mengadakan rapat yang diadakan di Singapura. Atthaya sudah mengatakan pada Sesil-asisten Papa jika ia akan mengambil barang yang tertinggal. Sesil awalnya curiga, karena anak Bosnya itu terbilang jarang sekali mampir ke kantor karena kesibukannya di dunia entertainment. Meski tidak seterkenal Michele Ziu, tapi Sesil pernah melihat beberapa kali gambar Atthaya muncul sebagai model di sebuah majalah.

Atthaya segera menutup pintu dan secepatnya berjalan menuju rak-rak dimana dokumen-dokumen Papa tersimpan. Mencari deretan map berwarna hijau yang Azzam butuhkan. Azzam mengiriminya pesan jika ingin bertemu, namun Azzam memberinya syarat agar Atthaya mengambil sebuah map berwarna hijau di ruangan kerja Ayahnya.

Atthaya tentu saja bingung mengapa Azzam memintanya mengambilkan map itu, namun Azzam menanyakan jika ia sudah meminta izin pada Om Danang untuk mengambil. Atthaya pun tak punya pikiran jika Azzam akan menjebaknya. Atthaya percaya pada Azzam. Ia tidak bertanya pada Papa mengenai dokumen itu. Lagi pula, ia merindukan Azzam setelah tiga hari tidak bertemu. Ia ingin melepas rindu meskipun hanya mengobrol. Itupun hanya Atthaya yang bertanya. Dan, Azzam mengajaknya bertemu itu adalah hal yang sangat langka. Atthaya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

Banyak sekali map berwarna hijau. Atthaya bingung. Ia menelepon Azzam. Setidaknya bertanya apa nama map tersebut.

Di sisi lain, Azzam juga turut kebingungan. Di hadapannya, Anzar mengerutkan kening. Bertanya ada apa yang terjadi. Apa ketahuan oleh Danang.

"Bi, nama mapnya apa? Atthaya bilang, banyak juga map berwarna hijau," ujar Azzam, menjauhkan ponselnya agar Atthaya tak mendengar.

Anzar mengerti. Ia juga sama seperti Danang. Memiliki banyak berkas yang ditaruh di map yang warnanya sering kali membuat tertukar jika saja Mila-asistennya tidak mengecek lagi.

"Kalau tidak salah, di depan map itu ada nama Abi. Coba katakan pada Atthaya jika letak mapnya si paling pinggir. Karena kemarin Abi melihat Danang menaruhnya disitu," balas Anzar, menunggu cemas ini semua. Ia khawatir Atthaya ketahuan. Meski ia membenci Danang, bukan berarti ia juga membenci Atthaya dan Ibunya. Atthaya dan Ibunya tidak punya andil di masalah ini.

Azzam segera mengarahkan apa yang Abinya katakan. Berharap Atthaya menemukan map yang dimaksud.

"Az, mapnya ketemu!" seru Atthaya di seberang sana. Azzam tersenyum pada Anzar. Anzar ikut menarik bibirnya membentuk lengkungan ke atas. Akhirnya. Masalah ini akan selesai sebentar lagi.

"Oke, kalau gitu lo bawa ke rumah gue mapnya. Dan gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Azzam, menghela napas. Membayangkan Atthaya akan patah hati hari ini membuat Azzam tak tega. Namun, jika diteruskan maka ia yang akan kesakitan. Ini hubungan yang tidak benar. Azzam tidak mencintai Atthaya. Atthaya harus tahu itu.

Di seberang sana Atthaya tersenyum. Membayangkan jika Azzam akan membicarakan tentang pernikahan mereka yang sempat tertunda karena menunggu Azzam hingga sembuh. Dan Atthaya yang sedang skripsi karena sudah menjadi mahasiswa tingkat akhir. Banyak sekali tugas yang harus ia selesaikan dan Atthaya harus rela job-job sesi pemotretannya di cancel terlebih dahulu. Menunggu hingga ia benar-benar selesai menyelesaikan skripsinya.

Tak jarang, Atthaya harus menyerahkan rezekinya itu pada model lain yang tidak memiliki kesibukan.

"Yaudah, ini aku mau turun dulu. Kamu mau dibeliin apa?" tanyanya, berpamitan pada Sesil dan segera turun menuju lobi. Ia mengendarai mobil sendiri karena tadi sehabis pulang dari kampus untuk menyerahkan tugasnya pada Dosen.

"Nggak usah, gue nggak mau ngerepotin lo. Lo cepetan kesini, ya. Gue tunggu." lalu, sambungan terputus begitu saja.

Atthaya menghela napas. Lalu, memasuki mobil dan melajukan besi berjalan itu membelah padatnya jalan raya.

Ia tak sabar bertemu dengan Azzam.

🥋🥋🥋

Atthaya memencet bel di kediaman Nugraha. Biasanya, yang keluar adalah pembantu di rumah ini atau juga Amalia yang kebetulan sedang duduk di rumah tnu menonton Televisi. Namun, kali ini berbeda. Azzam lah yang menyambutnya. Sebuah hal yang sangat langka.

"Assalamualaikum, Azzam," sapanya, dengan senyum yang begitu manis. Bulu matanya yang lentik karena perpaduan maskara semakin menunjang penampilan Atthaya yang terkesan mewah.

"Waalaikumsalam," jawab Azzam. Lalu menengok ke belakang. "Lo sendiri, kan?"

Atthaya mengangguk. "Iya lah aku sendiri. Emang sama siapa lagi?"

Azzam menghembuskan napas lega. "Yaudah yuk masuk, Abi udah nungguin lo dari tadi."

"Abi?" bingung Atthaya. Bukankah Azzam yang menunggunya. Lalu, mengapa Abi?

Atthaya berjalan mengikuti Azzam dari belakang menuju ruang tamu. Disana ada Anzar dan Amalia yang sudah menunggu. Atthaya menyalami tangan tangan Ummi dan berganti menangkup kedua tangannya pada Abi.

"Sini duduk, Sayang." Amalia menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya. Sementara Azzam duduk di sebelah Anzar. Suasana canggung dirasakan Atthaya. Entah apa yang terjadi. Sepertinya ada sesuatu yang sangat penting disini.

"Maaf Atthaya, boleh saya ambil mapnya?" tanya Anzar, matanya melihat sebuah map berwarna hijau yang Atthaya bawa di pangkuan. Atthaya mengangguk. Menyerahkan map itu pada Anzar. Anzar merasa sangat bahagia akhirnya map itu benar dan masalah perjodohan akhirnya selesai. Namun, akan ada hati yang rapuh setelah ini. Yakni seorang gadis di depannya.

"Atthaya, ada yang mau Abi bicarakan." suara tegas Anzar terdengar. Anzar kini kembali seperti biasa. Tidak lagi rapuh seperti kemarin kemarin karena uring-uringan.

"Tentang apa ya, Abi?"

"Tentang perjodohan antara kamu dan Azzam, putra Abi." Anzar menghembuskan napas pelan-pelan. Lalu, mulai bercerita mengapa perjodohan ini bisa terjadi. Atthaya menyimak mendengarkan, sesakali Amalia pula mengusap lengannya. Memberi ketenangan. Saat bagian dimana Anzar menyebut Papa menipu, air matanya jatuh. Atthaya tidak mengerti mengapa Papa setega itu pada keluarga Azzam. Danang yang melakukan, namun Atthaya merasa malu. Ia tidak punya alasan untuk mempertahankan perjodohan antara ia dan Azzam. Itu artinya, perjodohannya batal? Begitu?

Tidak, Atthaya mencintai Azzam. Sangat. Perjodohan ini tidak bisa dibatalkan!

***

AN;; masih ada kelanjutannya yaaa. Kira-kira Azzam bakal gimana nih. Kasihan sama Atthaya atau nggak yaa?

Hmm, udah chapter 40. Semakin mendekati ending 😭😭😭 bakal kangen lapak ini muehehe.

Ramein komentar dong disini! 🔥🔥🤗🤗🤗 Biar bisa cepet update... 300 komentar untuk next chapter! 🙂🙂🙂

Kira-kira kalau Assalamu'alaikum Calon Abi! naik cetak, kalian mau beli nggak? 🙂🙂🙂

Sarannya guys ;;

LOVE, AR

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHWhere stories live. Discover now