Chapter 54 | Menuju Hari-H

23.2K 2.5K 810
                                    

PART 54. MENUJU HARI-H

***

Selamat membaca.
Jangan lupa vote sebelum membaca, dan komentar setelah membaca ❤❤❤

***

Kedewasaan bukanlah dilihat dari umurnya, tetapi dari bagaimana seseorang bersikap menyelesaikan masalah.

🥋🥋🥋

Ada seseorang yang pernah gagal dalam meraih impiannya, lalu kecewa dan depresi. Menganggap dirinya tak berharga dan selalu menyalahkan diri sendiri. Mereka menganggap dirinya bodoh, hanya karena tak berhasil. Lalu, ada juga seseorang yang merasa tidak berharga karena dirinya tak pintar. Merasa minder dengan teman-temannya yang pintar dan pandai di kelas. Merasa Tuhan tidak adil pada hidupnya.

Tetapi bagi Indira, mereka bodoh karena tak bersyukur dengan apa yang mereka miliki. Diluar sana, banyak sekali orang yang tak menyerah dan kembali bangkit untuk meraih cita-citanya. Ada banyak anak dilahirkan kurang pintar, tapi mereka memiliki akhlak yang baik dan mulia.

Indira pernah beberapa kali gagal dalam ulangan harian, nilainya anjlok karena ia tak mendengar nasihat Bunda. Meski Indira rajin salat dan meminta pada Allah agar nilainya bagus, tapi terkadang ia tidak belajar dan berusaha. Yang Indira yakini saat itu adalah, ia tidak bisa meraih peringkat tiga besar karena ia hanya berdoa, tidak dibarengi dengan usaha. Kini Indira juga memahami, jika ia tidak berhasil, bukan karena Allah tak adil pada hamba-Nya. Melainkan Allah sudah menyiapkan sesuatu yang membuat kita lebih baik lagi. Entah itu Indira yang mengetahui bakatnya di bidang lain, atau juga kebaikan Allah mengirimkan jodoh impiannya.

Mengingat hari esok, rasanya Indira ingin menangis lagi. Sebentar lagi ia akan tinggal bersama dengan calon suaminya. Ia akan berpisah denga Bunda yang kurang lebih sudah merawatnya selama dua puluh tahun. Indira kembali meraih tisu, menghapus air matanya yang kembali turun.

"Sayang, kok nangis lagi sih? Kenapa? Karena besok ya?" Bunda mengusap rambut Indira dengan halus. Mereka sedang berada di kamar Indira. Indira sendiri yang meminta agar Bunda tidur di kamarnya untuk yang terakhir kali. Bunda pun mengiyakan tanpa banyak kata. Mereka bercerita bersama. Mengulang masa-masa kecil Indira dan masa-masa sewaktu masih ada Ayah.

Indira tersenyum. "Bundaaa..., rasanya Indi mau nangis terus. Nggak mau pisah sama Bunda..., Bunda ikut aja yuk, dirumah Indi sama Kak Azzam. Biar rumah ini ditempatin Abang sama Mbak Fisya aja," rengeknya, lalu memeluk tubuh Bunda yang terasa hangat. Indira sama sekali tak akan melupakan bagaimana wangi aroma Bunda yang begitu khas. Bunda yang selalu menyiapkan sarapan untuknya, dan juga tak mengeluh disaat Indira sendiri mengeluh mengenai tugas-tugasnya di kampus. Bunda adalah wanita yang paling ia cintai. Wanita yang akan Indira masukkan ke surga pertama kali, setelah itu Ayah. Aamiin.

"Sembarangan kalau ngomong," ucap Bunda. "Ini rumah peninggalan Ayah, Indira. Rumah ini yang jadi hadiah pertama kali Bunda jadi istri Ayahmu. Rumah ini nggak boleh dibiarkan kosong. Jikapun nanti Abang pindah ke rumah yang lebih nyaman, Bunda tetap akan disini, Sayang. Bunda selalu menikmati kehidupan Bunda disini. Bunda selalu merasa Ayah disini juga. Ngejagain Bunda." Bunda menarik napas dalam-dalam. "Kan kamu sudah besar, besok hari kamu menikah dengan Azzam. Kalian harus dewasa ya. Rumah tangga bukan hanya simbol kalian sudah sah, dan bebas melakukan apa saja. Justru, menikah membuat kalian saling menjaga satu sama lain. Azzam akan bertanggung jawab menafkahimu dan kamu akan bertanggung jawab melayaninya. Kalian harus saling melengkapi."

Indira mengangguk. Ia beberapa kali membaca buku mengenai menikah muda, beberapa novel yang mengangkat tema pernikahan di usia muda, beberapa kali pun Indira meringis karena akan banyak sekali rintangan yang harus ia hadapi bersama Azzam. Ia yang terbatas waktu keluar rumah karena ada suami yang harus mengizinkannya. Indira meraih tangan Bunda, meletakkannya di atas pangkuan. "Bunda, Bunda nggak akan lupain Indi kan? Bunda akan selalu sayang sama Indi kan? Bunda akan tetap menganggap Indi anak bungsunya Bunda kan?"

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHWhere stories live. Discover now