Chapter 19 | Janji Yang Harus Ditepati

17.2K 1.8K 278
                                    

Pada satu hati yang selalu tersimpan rapi, pada satu hati yang selalu jadi titik bahagia selama ini, pada suatu hari yang akan terus jadi langkahku untuk menanti.

🥋🥋🥋

HAWA dingin terasa sangat menusuk kulit ketika Azzam hendak mengambil wudhu karena waktu sudah menunjukkan waktu subuh. Ia akan melaksanakan shalat subuh berjamaah dengan yang lain. Tak lupa, Azzam memakai peci putih yang ia bawa dari Jakarta.

Kantung mata yang menghitam di lingkaran bola mata Anzar sungguh membuat hati Azzam menjerit kesakitan. Ayahnya itu pasti sangat bersuka sekarang. Lalu, apa jadinya kalau ia menoleh rencana perjodohannya dengan Atthaya? Apakah itu sama aja akan menambah luka di hati Ayahnya? Ia sudah berjanji akan membahagiakan Anzar dengan apapun, termasuk dengan menikahi Atthaya. Meski hari tak cinta, namun kebahagiaan Anzar adalah hal utama.

Ibunya sedang membuatkan teh hangat untuk Ayahnya, Azzam mendekati mereka dan duduk di samping Almira juga Alyssa. Kedua adiknya itu masih sangat mengantuk karena semalam mengikuti proses pemakaman dan baru pulang pukul 01:00 dini hari waktu Jerman.

Fatih tak lama keluar dari kamarnya, matanya masih sangat bengkak, bukan karena menangis, tetapi karena kurang tidur. Keadaan lain yang membuat Azzam menaruh simpati adalah Bunda Rahma yang turun dengan dipapah Ayah Fathan. Rahma terlihat begitu pucat. Meski sudah dinasihati untuk jangan terlalu memikirkan almarhum Oppa Arfan, namun Bunda Rahma tak berhenti menangis. Ia juga mendengar tangisannya meski samar semalam.

"Ayo kita shalat subuh dulu, sebelum waktunya habis," ucap Fathan, Azzam paham jika kakak ipar Ayahnya itu juga sama sedihnya. Namun, Fathan berusaha menguatkan mereka semua agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Azzam mengangguk. Mengambil tempat di shaf kedua di belakang Fathan yang bersiap menjadi imam. Di sebelahnya, Anzar merangkulnya. Membisikkan kata-kata yang sungguh, Azzam ingin dengar sebagai terakhir kalinya.

"Nanti keluarga Om Danang akan datang kemari. Atthaya juga."

🥋🥋🥋

"Gue gak nyangka lo dijodohin begini, Zam," ucap Fatih ketika ia mendengar pembicaraan Anzar dan Amalia tadi ketika sarapan. Ia mendengar jika keluarga Atthaya akan datang berkunjung sebagai ucapan bentuk bela sungkawa pada calon besan. Danang memberi kabar pada Anzar jika mereka sudah dalam perjalanan. Mungkin, nanti malam akan sampai jika tidak ada halangan.

Azzam terdiam. Tidak tahu harus berkata apa. Rasanya lidahnya kelu untuk berbicara jika sudah menyangkut perjodohan itu. Dilihatnya wajah Anzar yang sudah mulai tersenyum saat mendengar jika Atthaya akan datang berkunjung. Azzam mencengkram sendok di genggamannya. Apakah ia rela menghilangkan senyum di bingkai wajah Ayahnya itu?

"Gimana sama hati lo?" Fatih bertanya. Keduanya sedang duduk di gazebo dekat dengan kolam renang.

Helaan napas yang keluar dari bibir saudaranya membuat Fatih tak bertanya lagi. Ia tidak tahu rasanya jadi Azzam. Ia tidak akan suka jika Ayah dan Ibunya berniat menjodohkannya seperti Azzam. Pasti berada di posisi Azzam sungguh berat, antara memberikan diri sendiri kebahagiaan dengan yang lain atau justru merelakan diri sendiri tersakiti untuk membuat orang lain bahagia.

"Atthaya cantik, dia juga baik, kabarnya dia ramah banget sama anak-anak di kampus. Selalu suka menolong adik-adik kelasnya yang kesusahan latihan. Dia juga gak sombong meski statusnya sebagai model hijaber di kalangan remaja," ucap Fatih, memberitahu kabar yang ia dengar tentang sesosok bernama Atthaya Maharani.

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHWhere stories live. Discover now