Chapter 21 | Niat Baik (2)

16.6K 1.7K 135
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Assalamualaikum, semua. Mungkin, untuk seterusnya menyapa kalian akan ada di awal part setiap publish. Tapi, gatau kalau niat baik ini berubah. Terkadang, suka buru-buru update dan lupa memberikan sapaan pada kalian. Yang padahal, udah nunggu cerita ini update meski Ar jarang banget bisa cepet update. Harus mempertimbangkan kalau esok harinya ada tugas atau gak, ada pekerjaan rumah yang udah selesai atau belum, dan yang paling utama adalah, membangun feel biar cerita ini tetap asyik dan layak kalian tunggu. Percayalah, setiap publish cerita, Ar ingin cerita ini memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya, dan juga memberikan motivasi untuk kalian.

Satu lagi, minta doanya ya biar Ar cepat sembuh. Ya, biasa sih sakitnya, tapi gak biasanya Ar sakit sampai gak masuk sekolah. Udah dua hari ini, kerjaannya cuma tiduran aja. Tapi, saat baca komenan kalian yang nungguin Azzam update, semangatku langsung naik buat cepat sembuh, dan memutuskan untuk update meskipun chapternya gak banyak seperti biasanya.

Syukran, yang ttp setia menunggu. Semoga kalian selalu dilindungi oleh Allah. Aamiin ☺☺☺

Ttp kasih voment yaa 💕 share juga biar banyak yang suka cerita SAUF. 😊

Selamat membaca.

🥋🥋🥋

ATTHAYA mondar-mandir di dalam kamarnya. Setelah melaksanakan shalat isya, ia memang memutuskan untuk langsung ke kamar. Dengan alibi ingin mengerjakan tugas dan butuh waktu istirahat lebih agar pemotretan besok ia tidak mengantuk. Papa dan Mamanya mengangguk, mengerti. Justru, sang Mama memeluknya dan menyuruh agar besok dia diantar saja oleh Pak Bimo, sopir pribadi keluarga Danang.

Sebenarnya, selain alasan itu, Atthaya ingin sekali bertanya pada Amalia. Apakah mereka sudah pulang dari Jerman atau belum. Pasalnya, ketika Atthaya dan keluarganya sampai di Jerman beberapa hari yang lalu, keesokan malamnya Danang memutuskan untuk kembali ke Indonesia karena pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Meskipun, sebenarnya Atthaya ingin sekali tetap berada di sisi Azzam. Ia yakin, wajah pucat dan lesu itu begitu menggambarkan kondisi Azzam yang tidak seperti biasanya. Azzam-nya sedang bersedih. Pastilah Azzam sangat membutuhkannya.

"Telfon nggak, ya?" Atthaya menatap layar ponselnya, tinggal meng-klik nomor Amalia, maka ia pasti akan langsung mendapatkan jawabannya.

"Tapi kan, ini udah malam. Masa sih, Umi belum tidur?" tanyanya, benar-benar bingung.

Atthaya berpindah posisi menjadi rebahan. Ia menatap langit-langit kamarnya yang dominan dengan warna putih dan biru laut. Warna kesukaannya. Di langit-langit kamarnya, Atthaya memang memesan pada Papa ketika rumahnya direnovasi beberapa tahun lalu agar diberi gambar segerombolan burung merpati terbang bebas di angkasa. Rasanya damai, Atthaya menyukainya.

Atthaya bahagia. Dilahirkan dari keluarga mapan dan terpandang. Danang sering mondar-mandir di majalah karena bisnis minyak wangi yang sudah diekspor di beberapa negara. Seperti negara tetangga, Malaysia, Singapura, Thailand, hingga ke Amerika dan Inggris. Bisa dibilang, Danang masuk salah satu daftar 50 orang terkaya di dunia.

Sejak kecil, apapun yang ia minta akan langsung dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Mainan, makanan, ponsel pintar dengan harga melangit, sepatu dan tas branded, sampai apartemen sendiri. Namun, Atthaya belum bisa menempati apartemennya karena Danang belum mengizinkan. Hanya sesekali ia kesana, itupun hanya mengecek keadaan apartemennya saja.

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang