Extra Part [Wedding]

32.2K 2.8K 413
                                    

Selamat membaca
Jangan lupa vote sebelum membaca dan komentar setelah membaca

***

Perkara jodoh bukan hanya urusan dunia. Tetapi juga sebagai jembatan untuk kita mengejar surga-Nya.

***

Setiap insan yang bernyawa, pasti akan mati.
Setiap insan yang bernyawa, pasti akan bahagia.
Setiap insan yang bernyawa, akan ada waktunya untuk menikah.
Tinggal bagaimana Allah menakdirkan kita bertemu dengan siapa dahulu, itu yang terkadang manusia lupakan.

Sesaat, keheningan melanda dua insan yang tadi pagi baru saja melaksanakan akad nikah di gedung mewah yang semuanya bernuansa putih. Azzam bingung harus memulai darimana, atau bertanya apa. Ia tentu saja gugup, inu pertama kali dalam hidupnya ia berduaan dengan seorang perempuan. Yang Azzam harapkan akan menjadi perempuan terakhir dalam hidupnya. Ia menoleh, pada Indira yang kini sudah berganti pakaian dengan baju tidur bergambar beruang cokelat. Indira tampak lucu, dan juga sederhana. Sesuatu hal yang Azzam sukai sejak dahulu.

Sementara Indira juga tak jauh berbeda. Ia malu harus memulai darimana. Dari beberapa buku yang dua baca, kebanyakan malam pertama dimulai dari pihak laki-laki. Indira menghembuskan napas, berkali-kali ia melakukan itu untuk menutupi rasa groginya. Namun, ia gagal. Karena Azzam tentu saja paham. Keduanya sama-sama belum membuka suara.

Hari pertama setelah menikah, Indira langsung diboyong Azzam menuju rumahnya. Rumah minimalis yang ia sewa untuk beberapa bulan kedepan hingga ia bisa membeli rumah yang layak untuk Indira meskipun tidak di dalam perumahan. Indira sama sekali tak masalah. Justru ia senang, akhirnya keluar dari zona nyaman. Azzam sangat bersyukur. Allah menakdirkannya dengan perempuan sederhana dan penuh kasih sayang seperti Indira.

“A, aku buatin teh ya? Cuacanya dingin banget malam ini,” ucap Indira, memecah keheningan malam. Azzam meneguk ludahnya sendiri saat Indira berbalik badan, hendak menuju dapur sendirian. Gadis itu terlihat kedinginan karena Azzam sengaja duduk di dekat jendela yang ia biarkan terbuka. Membiarkan semilir angin malam menembus kulitnya. Tadi Indira sendiri yang mendekatinya dan duduk di sampingnya. Di atas kursi kayu panjang yang masih terlihat baru.

“Indira,” panggil Azzam, membuat Indira menoleh karena dipanggil oleh sang suami. Ia menaikkan sebelah alisnya. Bertanya. “Kenapa, A?”

“Tidak usah membuatkan teh, aku sama sekali tidak kedinginan,” jawab Azzam. Ia meminta Indira untuk duduk kembali, di sampingnya. “Sini aja, jangan kemana-mana. Kamu capek lho, seharian berdiri nyalamin tamu. Nggak pegal?”

“Pegal dong, A. Lukanya aja masih merah-merah.” dengan wajah kesal dan bibir mengerucut, Indira tampak terlihat lucu. Luka di kakinya masih terasa. Sama selalu belum ada perubahan. Kini ia hanya memakai sandal santai. Azzam memperbolehkannya, asal jika diluar rumah Indira harus memakai kaus kaki. Karena bagaimanapun, hal sekecil itu tetap aurat. Azzam memandang kaki Indira yang terdapat luka. Luka itu awalnya lecet, namun melebar karena Indira tetap mempertahankan memakai heels sampai acara selesai. Sekarang, hari sudah semakin larut. Sekitar pukul dua belas malam. Biasanya, Indira sudah tidur jam sekarang.

“Kalau masih sakit, besok kita ke rumah sakit ya. Takut infeksi,” ujar Azzam, memberi pengertian. Namun, Indira menolak dengan gelengan halus. “Apa sih A, cuma gini doang kok. Besok juga mendingan. Apalagi tiga hari kedepan aku di rumah aja. Insya Allah cepat sembuh kok kalau dioles salep yang rutin,” jawab istrinya dengan suara yang entah mengapa, Azzam menyukainya. Suaranya lembut, dan juga halus. Walau terkadang terdengar cempreng, Azzam merasa telinganya tak bermasalah dengan itu.

“Beneran? Atau nanti aku tanya Bang Rai resepnya, besok aku ke apotik buat nebus obatnya?” Indira sontak menyentuh pipi Azzam yang terasa dingin akibat sentuhan angin malam. Membiarkan keduanya beradu pandang dalam jarak sedekat ini. Membiarkan keduanya menyelami perasaan masing-masing. Menikmati debaran yang hadir dalam diri masing-masing. “Aku nggak apa-apa, A. Udah ah, besok juga mendingan. Kamu nggak perlu khawatir gitu. Oke?”

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHWhere stories live. Discover now