Chapter 53 | Khitbah Sang Pujaan Hati

22.2K 2.6K 857
                                    

Selamat membaca♥
Jangan lupa vote sebelum membaca dan komentar setelah membaca ❤

***

Jika kamu lelaki sejati, maka datangilah orang tuanya. Nyatakan khitbahmu padanya dan katakan jika kamu melakukan itu karena kamu mencintainya.

🥋🥋🥋

"Azzam ingin mengkhitbah seorang gadis, Abi...," ucapnya, menarik oksigen dalam-dalam. Ruangan ini terasa dingin, namun entah mengapa baginya sangat panas. Azzam melonggarkan kerah kemejanya. Ia memang baru pulang dari kampus setelah melaksanakan sidang. Akhirnya, selesai juga. Menjalani skripsi dan sidang di bulan-bulan Ramadhan sungguh menguras tenaga dan keimanannya. Azzam sengaja membicarakan hal penting ini pada Abi karena ia rasa ini waktu yang tepat. Tak hanya Abi, Umi juga ada disana. Mendengarkannya dengan lembut dan menaruh buih-buih harap.

"Siapa namanya, Kak?" Abi Anzar bertanya. Suaranya terdengar lebih rendah. Ia hanya bisa berharap, kali ini Abi tak menghalangi niat baiknya untuk segera menikah. Menyempurnakan Islamnya. "Namanya Indira, Abi. Indira Mahestri. Mahasiswi di Fakultas Sastra Jepang, Universitas Dharma. Kini semester enam," jawab Azzam cepat, dan jelas. Uminya menganga takjub. Ternyata, doa-doanya selama ini terkabul oleh Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

"Alhamdulillah, akhirnya Kakak mau membuka hati juga. Ya Allah..., syukron." mendengar itu, sudut bibir Abi mengembang, membentuk senyum tipis. Apakah takdir begitu cepat? Rasanya baru kemarin ia menggendong Azzam, menggendong bayi yang sangat mirip dengannya, waktu itu bayi Azzam masih kemerahan saat Anzar mengadzaninya. "Alhamdulillah...," ucap beliau lalu menepuk bahu Azzam. "Segerakanlah, Nak. Semoga Indira memang jodoh terbaik untukmu baik di dunia maupun di akhirat."

Azzam dan Umi segera mengaamiini.

"Kapan rencananya kamu mengajak kami ke rumah calon istrimu?" mendengar kata calon istri, Azzam rasanya ingin menutup wajahnya dengan bantal agar semua orang tak melihat kini pipinya memerah. Azzam memantapkan diri sebelum akhirnya menjawab, "Satu bulan setelah lebaran, setelah Azzam wisuda, Abi, Umi. Mohon doa restunya agar semua lancar dan Indira juga menerima Azzam sebagai calon suaminya."

Kini giliran Abi Anzar dan Umi Amalia yang mengaamiinkan.

"Baiklah, segera buat proposal taaruf. Selepas hari raya, kita ke rumah Indira untuk bersilaturahmi dan membicarakan apa maksudmu datang kesana. Niat baik ini harus segera dilaksanakan, Nak."

Azzam tahu, persepsinya tentang Abi berubah saat itu. Abi tidak jahat seperti yang pernah ia bayangkan. Abi memang tegas. Semua ucapannya tak terbantah semata-mata karena beliau tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Beliau begitu menyayangi anak-anaknya sehingga Abi melarang Alyssa untuk bersekolah formal karena ia tak ingin Alyssa mengalami hal serupa seperti Almira. Azzam memeluk Uminya yang kala itu menangis karena haru. "Umi..., Jazakillah, Umi..., maaf selama ini Azzam masih nakal dan nggak patuh sama Umi," ucapnya, lalu tak terasa air matanya mengalir saat Umi mengecup keningnya dan berkata. "Na'am Sayang. Tabarakallah. Semoga lancar sampai hari-H."

Kini, tak ada lagi kata yang bisa menjabarkan bagaimana perasaan Azzam selain kata bahagia.

🥋🥋🥋

"Minal aidzin wal faidzin Abi, Umi. Maaf selama ini Kakak ada salah. Maaf masih merepotkan kalian. Maaf Abi, Umi. Selamat hari raya, selamat hari kemenangan," ucap Azzam setelah menyalami punggung tangan keduanya. Mereka menepuk bahunya dan bergantian memeluk Azzam. Lalu bergantian diikuti oleh Almira dan Alyssa yang juga melakukan hal serupa. Malah, keduanya menangis karena terbawa suasana.

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang