Chapter 23 | Kabar Pernikahan

19.7K 1.9K 412
                                    

Jagalah hati jika memang ada hati yang kau jaga. Percayakan segalanya pada yang Kuasa. Allah Maha Membolak-balikan hati. Jika memang hatinya bukan untukmu, pastilah Allah gantikan dengan hati yang lain. Yang bisa lebih mengerti dirimu. Jangan siksa dirimu, kau terlalu berharga untuk melakukan itu.

🥋🥋🥋

BIASANYA, Anzar sudah berangkat ke kantor pagi-pagi. Melewatkan sarapan bersama bersama anak-anak dan istrinya. Namun, pagi ini kursi di ruang makan terisi penuh. Anzar duduk di samping Amalia. Tersenyum ketika Amalia mengambilkannya tiga lembar roti tawar yang dilumuri selai cokelat kesukaannya, lalu ditumpuk menjadi satu. Tak lupa, ada segelas susu hangat sebagai pelengkapnya. Sarapan yang sederhana, namun begitu penuh makna.

Azzam menghembuskan napas pelan setelah berhasil memasukkan lembar roti keduanya, disusul beberapa potong buah apel hijau. Ia butuh sarapan, agar nanti pertandingan tidak loyo. Jika masih ada waktu, Azzam akan menyempatkan makan makanan berat. Ia tidak ingin membebani Amalia untuk membuatkannya bekal. Azzam merasa kasihan pada Uminya itu yang sudah bangun sejak pagi untuk menyiapkan sarapan sendirian. Sudah seminggu ini. Dikarenakan Bi Ani tengah pulang kampung karena putrinya sakit. Sedangkan Bi Nah, bertugas membereskan rumah.

"Kakak nanti pertandingan jam berapa?" tanya Almira, menatap sang kakak dengan binar sumringah. "Mira mau ikut liat juga, boleh kan?"

"Icha juga mau dong, kak!" seru Alyssa. Kedua adiknya itu memang sangat senang menonton dirinya jika ada pertandingan. Azzam terkekeh mendapati respon keduanya. "Mulainya jam 9-an. Tapi, kakak nomor urut 10, jadi kemungkinan jam setengah 10 masih bisa nonton."

"Yaah, Mira mau nonton, kak. Tapi, masih sekolah. Mana ada ulangan Biologi. Gimana, dong?" Almira cemberut. Tidak suka jika ada jadwal yang begitu ia nantikan ini malah bentrok.

"Ulangan aja. Kalau urusan nonton Kakak, nanti Kakak minta videoin sama Kak Kafka," ucap Azzam menengahi perkara yang ada.

"Yaaah, Kak. Gak asik gak nonton langsung!"

"Terus gimana? Masa mau bolos? Dimarahin Abi sama Umi tuh, mau?" Almira sontak menggeleng, ia tidak ingin dimarahi oleh keedua orang tuanya.

"Udah, benar kata Kakak. Biar nanti divideoin sama Kak Kafka. Jangan bolos, Mira. Kamu sudah mau lulus. Sebentar lagi kuliah," tegur Anzar, seketika Almira dan Alyssa diam.

Sudah belakangan ini, sikap Anzar berbeda di rumah. Semuanya merasakannya. Terlebih, Azzam. Sebagai anak tertua-karena Raihan sudah tidak di rumah, ia merasakan perubahan Anzar begitu drastis. Setiap pagi, Anzar hanya akan menyapa ala kadarnya. Saat malam pulang kerja pun, Anzar mengurangi waktu berkumpul bersama. Abinya itu lebih memilih tidur karena alasan kelelahan. Azzam tidak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi dengan Abinya itu?

"Iya, Abi," sahut Almira, malas.

"Yasudah, Abi berangkat, ya. Assalamualaikum," sapa Anzar dan semuanya menyalami punggung tangannya. Ketika Azzam menyalami punggung tangannya, Anzar mengusap bahunya. Menekannya sedikit hingga Azzam membeku. Apalagi, kata Anzar selanjutnya.

"Ayo, kapan mau melamar Atthaya? Abi sudah menunggu."

🥋🥋🥋

Beruntungnya, Azzam memiliki sahabat seperti Kafka. Laki-laki itu memberikannya sekotak bekal untuk dirinya sebelum memulai pertandingan. Mereka masih berada di dalam kelas, Azzam sendiri yang memaksa mengikuti kelas pertama hari ini. Setidaknya, ia tidak tertinggal terlalu jauh. Tugasnya kemarin pun sudah ia titipkan pada yang lain, jadi semakin ringan saja isi tasnya.

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang