Chapter 20 | Niat Baik

17K 1.8K 172
                                    

Sejatinya manusia hanya bisa merencanakan niat sebaik-baiknya yang sudah mereka susun dengan begitu apiknya. Namun, terkadang manusia lalai jika Allah masih memegang kemudi stir takdir berhasilkah rencananya, atau malah menghancurkannya.

🥋🥋🥋

SUASANA malam kota Berlin begitu indah dengan lampu yang berkelap-kelip di sekitar jalanan. Malam sudah semakin larut saat Azzam masih betah berlama-lama memandanginya melalui balkon kamarnya. Malam ini, malam terakhirnya ia menginjakkan kaki di Jerman. Esok, ia akan kembali ke Jakarta setelah tiga hari lamanya ia tidak berkuliah. Ini kali pertama ia tidak masuk. Biasanya, Azzam sangat tidak suka jika ada keterangan ia tidak masuk karena izin sejak masa SMA.

Kopernya sudah rapi di dekat pintu. Ia memang tidak membawa banyak barang. Lagipula, tujuannya kemari bukanlah untuk berlibur. Azzam menghembuskan napas perlahan. Ditatapnya layar laptop di hadapannya yang menampilkan CV taaruf.

Perihal ucapannya Ayahnya semalam, Azzam jadi dirundung begitu banyak permasalahan yang hinggap di kepalanya. Anzar menginginkan ia menikah dengan Atthaya secara cepat. Yang bisa Azzam lakukan hanya terdiam, mendengarkan. Ibunya mengusap punggungnya naik turun, berbicara melalui isyarat mata agar Azzam diam saja, meskipun Azzam tahu Ibunya pun sama tidak relanya.

Ibunya bilang, dulu Ayahnya itu pernah berjanji untuk memutuskan riwayat turun menurun perjodohan. Namun, apa ini? Bukankah seharusnya Anzar dan Amalia jadi yang terakhir? Azzam ingin seperti Bang Raihan, yang dijodohkan dengan perempuan yang Raihan cintai.

Kepulan asap dari tehnya mulai menipis, Azzam terus melanjutkan mengerjakan CV taaruf-nya sampai selesai. Rencananya, esok ketika ia sudah sampai Jakarta, ia akan langsung membicarakan ini berdua dengan Atthaya.

Ia butuh privasi dengan Atthaya. Meskipun Azzam tahu jika ini sebenarnya tidak boleh. Ia dan Atthaya bukan mahram yang bebas berduaan dimana saja. Tetapi, ia bisa meminta Fatih untuk menemaninya. Dengan begitu akan ada saksi jika ia tidak bermaksud macam-macam dengan perempuan itu.

Sekitar dua jam kemudian, CV taaruf yang ia kerjakan selesai. Azzam menuliskan biodatanya secara lengkap. Ia juga menyematkan jika ia begitu mencintai keluarganya, apapun yang membuat keluarganya bahagia, Azzam rela menukarkannya dengan kebahagiaannya. Azzam memiliki motto hidup, 'Jika gagal, coba lagi'. Yang artinya, jika ia gagal dengan Atthaya, ia akan mencobanya lagi.

Waktu berdenging pukul dua dini hari waktu Jerman. Kemungkinan di Indonesia masih siang. Satu nama yang tak lepas dari pikiran dan bayangannya adalah Indira.

Bagaimana keadaan Indira sekarang? Apakah gadis itu baik-baik saja?

Dan, apakah gadis itu juga memikirkan bagaimana keadaannya saat ini?

Nama Indira Mahestri selalu jadi doa di setiap shalat istikharah-nya. Azzam selalu berharap jika ia mendapatkan jawaban atas doa-doanya selama ini. Manakah yang harus ia pilih : berbahagia dengan seseorang yang ia cintai? Apakah merelakan kebahagiaannya demi melihat kebahagiaan semua orang?

Namun, Allah belum memberikannya jawaban. Semuanya masih samar. Ia hanya mendapati jika ia duduk di sebelah Ibunya sambil menulis sendiri surat undangan pernikahannya. Dengan siapa ia menikah, semuanya masih abu-abu. Allah masih ingin melihat perjuangannya lebih dari sekarang ini.

"Ya Allah, Engkau Yang Maha Pemurah dan Maha Membolak-balikan hati manusia, berilah diri ini kesabaran dan ketabahan. Berikanlah jalan terbaik untuk hidup hamba, Ya Allah," doanya dengan menengadah. Azzam menutup laptopnya, CV itu ia simpan di dalam flashdisk miliknya. Besok, ia akan menyerahkan itu kepada Atthaya.

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHWhere stories live. Discover now