33. Photoghrap

1K 140 4
                                    

Gema mengemudikan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata. Tetapi entah kenapa ini masih belum cukup cepat bagi Jola.

Gedung-gedung terlihat saling kejar mengejar. Jola hanya bisa diam memandangi kemacetan kota Jakarta. Tangan kirinya sejak tadi sudah melingkar diperut Gema  Mendekapnya erat.

Kalau gak pegangan, nanti dia jatuh.

Kalau jatuh, dia kecelakaan.

Kalau kecelakaan nanti mati.

Kalau mati, kasihan spesies cewe cantik di bumi berkurang.

Kalau. . .

Yaudah lah kebanyakan kalau.

Motor berhenti disebuah rumah sakit. Jola melompat turun, gadis itu menyodorkan helm mickey mouse milik Gema.

"Gue–"

"Iya lo duluan aja kedalam, nanti kabarin gue kalau mau pulang" potong Gema terlebih dahulu sebelum Jola menyelesaikan ucapannya.

Jola hanya tersenyum, "thanks banget ya Ge, lo udah mau nganter gue"

"Iya sama sama. Lo jangan sedih, kasihan Samuel. Lo kesini buat nenangin dia, jadi inget jangan nangis ya?"

Jola mengangguk.

Gadis itu menatap motor Gema yang sudah menjauh dari rumah sakit.

Dengan setengah berlari dia memasuki rumah sakit. Tujuan awalnya adalah kamar rawat inap mamahnya Samuel.

Jola merenung, ini kali kedua dia datang kerumah sakit. Bedanya kalau dulu dia kesini buat jenguk, sekarang dia kesini buat ngelayat.

Ini juga kali kedua dia dibuat panik oleh Samuel. Setelah peristiwa kecelakaan ringan itu, Jola pikir dia bisa menjaga Samuel. Jola pikir dia bisa selalu ada buat Samuel. Tapi ternyata Jola gagal.

Jola paham. Bukan hanya Samuel yang tidak pernah ada disaat Jola membutuhkannya, Jola juga tidak pernah ada saat Samuel membutuhkan dia. Maka dari itu dia ingin menebusnya sekarang, gadis dengan seragam sekolah itu mempercepat langkah kakinya.






Jola tersentak, pipinya terasa memanas. Jika dia berkedip walau sekali saja, Jola yakin air matanya akan tumpah. Pemuda itu berdiri didepan pintu ruangan, wajahnya terlihat pucat matanya sayu. Pandangannya terlihat kosong.

Sebelum menghampiri Samuel, Jola menghapus air matanya terlebih dahulu.

Setelah siap, dia menghampiri Samuel. Gantian, pemuda itu yang terkejut.

Samuel menyunggingkan sebuah senyuman, senyum paksaan tepatnya. Jola menelan ludah, disaat rapuh seperti ini pemuda itu tetap tersenyum?

Dia bergeser, "duduk La, jangan diri terus pegel"

Jola mengerjap, tersadar pada realitanya. "iya, yang lain mana?"

"Tifany ada didalam, ayah lagi ngurus administrasi atau apa saya lupa"

Jola mengangguk saja.

Hening.

Kedua remaja itu sama sama terdiam.

"La?"

Jola melirik Samuel, "iya kak kenapa?"

"Kesini sama siapa? Maafin ya, saya gak ngabarin tadi" katanya berbalik menatap Jola lekat.

Ini cowo otaknya kenapa sih?

Kan dia lagi sedih, masih sempat-sempatnya mikirin Jola.

"Sama temen tadi" jawab Jola singkat.

"Kamu udah makan?" tanya Samuel lagi.

Jola berdecak, bukannya senang dia malah jadi kesal.

Kenapa harus dia sih?

Pemuda ini tidak bisa apa memikirkan dirinya sendiri terlebih dahulu baru urusin Jola.

"Aku udah makan, kakak udah makan belum?" katanya mau marah tapi gak jadi. Dia sadar ini bukan waktunya dia marah.

Samuel menggeleng, "dari istirahat kedua aku disini temenin mamah La"

"Kak?" panggilnya pelan.

Samuel menatapnya dengan penuh tanya.

Jola menggigit bibir bawahnya pelan, lalu menghambur begitu saja memeluk Samuel. Pemuda itu hampir saja terjengkang jika keseimbangannya tidak terjaga.

"Jangan ditahan, kalau mau nangis-nangis aja" dagunya berada di pundak Samuel.

"Saya cuma nyesel, kenapa disaat mamah butuh saya. Saya malah gak ada disamping dia" katanya lirih.

Jola menelan ludah, matanya berkaca-kaca. Dia merasa sangat empati terhadap Samuel.

"Jangan salahin diri kakak sendiri. Kakak boleh nangis, tapi jangan lama-lama, kasihan mamah kakak pasti dia sedih disana" katanya menepuk bahu Samuel.

Jola dapat merasakan Samuel mengangguk di bahunya. Gadis itu terdiam, mengusap-usap rambut Samuel, kadang mengusap punggungnya juga menenangkan.

Samuel membiarkan air matanya membasahi hoodie Jola. Kali ini, dia tidak dapat menahan segala bebannya lagi.

Setiap manusia punya titik rapuhnya tersendiri bukan?

Setidaknya biarkan kali ini dia memperlihatkan sisi rapuh miliknya didepan gadis ini.

Tangannya merengkuh erat kupluk hoodie Jola. Seakan-akan apabila terlepas sedetik saja, gadis itu akan menghilang dari kehidupannya.

Sudah cukup dia kehilangan ibunya, dia tidak ingin gadis ini pergi juga.

Jika ibunya adalah tameng, tempat dia berlindung dan mengadu.

Maka Tiffany dan Jola ibarat berlian, harta berharga yang dia punya. Yang harus dia lindungi dan tidak boleh terluka.

Dan dia tidak ingin, permatanya yang lain menghilang.










An: sinii kak samuel, tante peluk:{}

Bubble Gum Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang