[CERITA MASIH LENGKAP]
"Ayah, Jina mau bunda!"
Jeno itu duda beranak satu. Di umurnya yang tergolong masih muda, dia harus berperan menjadi Ibu dan Ayah untuk Jina, putri kecil kesayangannya. Memang tidak mudah menjalaninya, karena menjadi single pa...
Setelah mengantarkan Jina dan Hana, Jeno langsung berangkat menuju kantornya. Ketika memarkirkan mobilnya di garasi, ia bertemu dengan Renjun dan juga Jaemin.
Mereka berdua bekerja di kantornya. Walau pun Jeno adalah atasan mereka, tetap saja dua lelaki itu selalu memperlakukannya semena-mena.
Setelah berhigh five, Jaemin memperhatikan raut wajah Jeno dengan seksama.
"Wah ada apa dengan bos kita, wajahnya kenapa berseri-seri seperti memancarkan aura kebahagiaan, tolong jelaskan padaku?"
Jeno menggelengkan kepalanya, takut salah omong. Lagi pula Jaemin ini mulutnya hampir sama seperti wanita yang hobi menggunjingkan orang.
"Tidak ada apa-apa."
Mata Renjun memicing, ikut ikutan tidak percaya dengan apa yang barusan Jeno ucapkan.
"Bohong," Renjun mengalihkan atensinya ke Jaemin. "Bantu aku menarik dia ke cafe kantor."
Setelah itu, Jaemin dan Renjun benar-benar menyeret Jeno ke cafe di kantornya.
Sangat tidak berwibawa memang, mengingat ketiganya adalah idola orang-orang kantor yang sangat terkenal akan visual, harta dan juga kemampuannya.
Renjun menumpukan kedua sikunya di meja lalu menopang dagunya dengan punggung tangannya.
"Jadi apa yang membuatmu seperti orang tidak waras pagi ini?"
"Melihat senyumannya membuatku merinding, aku pikir kiamat sudah dekat." Tambah Jaemin hiperbola.
Jeno menatap kedua sahabatnya sekilas dengan raut wajah malas, kemudian menyeruput kopinya.
"Kalian masih ingat dengan Hana?"
"Kim Hana?" Tanya Renjun.
"Mantan gebetan yang tidak jadi kau pacari itu?" Tambah Jaemin.