🐳Jeda

1.4K 86 0
                                    

Setelah kejadian itu, Sudah satu bulan lamanya Rachel tak lagi bertemu dengan laki-laki yang telah menolongnya waktu lalu, laki-laki yang begitu lantangnya mengutarakan perasaan yang dia miliki untuk Rachel.

Hari ini, adalah hari yang entah. Rachel saja sulit sekali mendeskripsikannya. Seluruh siswa-siswi berkumpul di lapangan sekolah yang cukup luas. Masing-masing, menggenggam sebuah kertas yang di bagi-bagikan pihak sekolah lima menit yang lalu. Begitupun dengan Rachel, rasanya. Untuk bernafas saja Rachel sulit sekali. Pasalnya, kertas yang saat ini ada di genggamannya. Menjadi sebuah penentu masa depannya. Rachel berharap, usahanya selama ini tak berakhir sia-sia. Ia ingin bisa memberikan sesuatu yang terbaik untuk Ayahnya yang masih tak kunjung bangun dari komanya.

Rachel melirik ke arah Nada dan Audi, kedua sahabatnya memperlihatkan wajah yang sama seperti dirinya. Menggambarkan jelas wajah-wajah takut, penasaran, senang sekaligus sedih.

Pihak sekolah belum memberi aba-aba para siswa dan siswi untuk membuka kertas tersebut. Dan sungguh, siapapun tak akan sabar dengan penantian ini.

"Coba deh, gak usah tegang. Muka lo semua malah keliatan jelek." Celetuk Nada.

Rachel dan Audi tertawa kecil, setidaknya. Perasaan mereka sudah sedikit membaik daripada perasaan yang sebelumnya.

Rachel menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan, kepalanya mendongak menatap langit biru yang begitu cerah hari ini. Senyum tipis terukir di bibir gadis itu.

Bun, Rachel akan buktiin lewat secarik kertas ini. Kalau Rachel, bisa

Suasana mendadak semakin tak karuan. Semua orang yang berada di tempat ini, mungkin bisa mendengar bagaimana kerasnya suara detak jantung mereka. Sungguh, ini adalah momen yang paling menegangkan. Momen saat dimana, siswa-siswi akan melihat hasil dari kerja keras mereka selama ini. Sampai akhirnya, suara barinton kepala sekolah terdengar. Yang membuat siapa saja yang mendengar akan membuka.

"Bisa di buka sekarang!" Ujar kepala sekolah dengan lantang.

Deg

Deg

Deg

Detik selanjutnya. Tangisan pun pecah, Rachel segera memeluk tubuh Nada dan Audi. Ketiga gadis itu menangis keras saat melihat isi dalam secarik surat tersebut.

Semua siswa-siswi di nyatakan lulus, termasuk Rachel, Nada dan Audi. Semua bersorak senang, menangis bahagia untuk mengekspresikan bagaimana perasaan mereka saat ini. Di detik-detik selanjutnya. Lagu perpisahan sekolah pun mengalun kencang membuat isak tangis benar-benar pecah saat itu. Rachel terisak-isak di pelukan sahabatnya. Ia memeluk erat kedua gadis itu.

"KITA LULUS!" Seru semua siswa-siswi, seiring dengan terputarnya lagu. Balon-balon yang sudah di sediakan oleh pihak sekolah pun mulai di terbangkan. Membuat langit terlihat semakin indah oleh balon-balon yang beragam warnanya. Semuanya pun nampak berpelukan, berpelukan dengan sahabat, teman, ataupun pacar. Tangis haru benar-benar tidak bisa lagi di bendung. Semuanya terlihat sangat jelas. Bahwa mereka bahagia sekaligus sedih. Bahagia, karena akhirnya perjuangan mereka selama ini tak berakhir sia-sia. Mereka bahagia bisa menikmati masa-masa berjuang bersama kawan terdekat, bisa menikmati bagaimana senang dan susah bersama teman-teman. Namun di sisi lain, mereka pun sedih, sedih karena harus meninggalkan gedung sekolah ini. Gedung yang telah memberikan banyak pelajaran selama tiga tahun lamanya, mereka sedih karena harus berpisah dengan teman-teman dekat, harus berpisah dengan guru-guru yang selama ini begitu sabar membimbing mereka agar menjadi manusia-manusia yang berguna.

Setelah puas meluapkan apa yang mereka rasa. Kepala sekolah meminta mereka membuat sebuah lingkaran, siswa-siswi di minta untuk saling menjabat, untuk saling meminta maat dan memaafkan. Karena, seindah-indahnya masa-masa SMA. Ada saja hal buruk yang terjadi. Apalagi dalam sebuah pertemanan.

Will Be Fine ✓Where stories live. Discover now