🐳Dua garis merah

1.7K 72 3
                                    

Suara keyboard terdengar begitu memenuhi sebuah ruangan tempat dimana pemilik Caffe berada. Fokus Jelang sedari tadi hanya pada layar laptop yang terus menyala. Jika batrainya habis, langsung Jelang Charger namun meskipun laptop dalam sedang tahap pengisian energi. Jelang tetap memainkan laptop tersebut. Jika sebuah ponsel mungkin batrainya akan melendung jika digunakan sambil diCharger.

Meskipun baru sebulan berada di sini. Namun Jelang bisa merasakan bagaimana nyamannya suasana Caffe, mendadak ia menyesal. Mengapa tidak sedari dulu saja ia ditugaskan mengurus Caffe. Di sini, Jelang bebas melakukan apa saja. Tugas terpentingnya hanya mengurus masalah pengeluaran dan pemasukan. Di sini, Jelang bebas bermain bersama karyawan yang lain. Tak jarang, jika Caffe akan tutup. Jelang selalu membantu karyawan yang lain untuk membersihkan dan merapikan Caffe.

Meskipun begitu. Jelang tetap tidak bisa jauh-jauh dari Laptop atau Komputer. Karena seluruh pekerjaannya berada di benda itu.

"Tumben lo manggil gue?"

Jelang menoleh ke sumber suara. Ia melihat sosok Cikal yang langsung masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Lima menit yang lalu Jelang sempat menghubungi Cikal, meminta laki-laki itu untuk menemuinya.

Jelang melirik jam pada ponselnya. Jam masih menunjukan pukul 16:00.

"Besok subuh lo sama Angga belanja. Stok bahan udah mulai abis, gue gak bisa lama-lama. Gue harus buru-buru pulang, Bini gue lagi sakit. Nanti data penghasilan lo taro aja di laci meja. Inget. Jangan asal nyimpen," ujar Jelang.

Cikal menganggukan kepalanya.

"Ada lagi?" Tanya Cikal.

"Oh iya. Bukannya temen lo waktu itu punya usul buat menu baru di Caffe ini? Kenapa lo gak ajak dia kerjasama, ada untungnya juga buat Caffe ini."

"Emang boleh?" Tanya Cikal menatap tak percaya ke arah Jelang.

"Ya boleh lah, asal jangan sembarang orang aja," jawab Jelang. Jelang segera bangkit berdiri, laki-laki itu meraih jaket jeans abu-abunya lalu memakainya.

"Gue balik." Jelang melangkah keluar diikuti oleh Cikal.

Di sepanjang jalan pulang. Jelang terus tersenyum, sesekali laki-laki itu tertawa kala mengingat bagaimana manjanya Rachel yang terus merengek memintanya untuk pulang lebih awal.

Rachel juga sempat meminta Jelang untuk membelikan obat. Sedari pagi, Istrinya itu mual-mual terus. Jelang berharap ini kabar baik untuk rumah tangganya, karena selama ini Jelang dan Rachel sering melakukannya demi menghasilkan buah cinta mereka berdua.

Jelang membelokan mobilnya memasuki area sebuah apotik yang tidak jauh dari kediamannya. Sesuai pesanan. Jelang membeli obat pereda mual, tak hanya itu. Jelang juga membeli vitamin danTespack.

Tidak butuh waktu lama untuk Jelang duduk berlama-lama di dalam mobil. Mobil yang dikendarai Jelang mulai memasuki halaman rumah, Jelang melihat sosok Rachel yang tengah duduk anteng di teras. Sepertinya gadis itu sedang menunggunya pulang. Jelang tersenyum lebar, betapa gemasnya Jelang pada gadis itu.

"ENENG, ABANG PULANG!" Teriak Jelang begitu antusias.

"Berisik tau!" Omel Rachel. Rachel menyambut hangat pelukan Jelang. Tidak hanya itu, Jelang juga menciumi seluruh permukaan wajah Rachel.

"Kangen banget gue sama lo." Jelang membawa Rachel untuk masuk ke dalam rumah.

Laki-laki itu mendudukan Sang Istri di soffa. Sementara Jelang berlutut di hadapan Rachel. Jelang menatap lekat kedua mata Rachel, semakin hari. Rachel semakin cantik saja, tidak perduli dalam keadaan sedang di dapur dan bau bumbu masakan pun Rachel tetap terlihat begitu cantik di mata Jelang.

Will Be Fine ✓Where stories live. Discover now