🐳Mohon

1K 66 3
                                    

Selama tiga hari Rachel dirawat di Rumah Sakit. Kini wanita itu sudah diizinkan untuk pulang.

Rumah nampak ramai oleh sanak saudara yang ingin menjenguk Rachel. Senang rasanya melihat rumah seramai ini, apalagi banyak anak kecil seusia Aileen. Membuat Aileen banyak memiliki teman.

Tidak hanya itu. Mereka yang berkunjung pun banyak sekali membawa bingkisan. Seperti alat-alat Bayi dan mainan. Padahal anak Rachel baru lahir. Dan masih belum mengerti dengan mainan-mainan pemberian saudara mereka.

Bunda sedari tadi terus mondar-mandir membawa makanan dan minuman ke ruang tamu. Rachel ingin membantu, namun tidak diizinkan. Alasannya karena Rachel baru melahirkan, padahal sudah tidak apa-apa.

Hari ini Rachel tidak diberi kesempatan untuk dekat-deket dengan anaknya. Karena anaknya diambil alih oleh yang lain, membuat Rachel hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Biasanya kalau habis lahiran suka makan beras."

Rachel melirik ke arah seorang wanita. Yang tak lain adalah saudara dari pihak Bunda.

"Emang harus?" Tanya Rachel.

"Enggak makan juga gak apa-apa. Itu cuma tradisi jaman dulu. Sekarang kan beda jaman," kata wania itu.

Di lain tempat. Jelang tengah sibuk membantu Bunda, mengangkat dus minuman untuk dibawa ke ruang tamu. Hari ini, saudara yang datang cukup banyak. Padahal waktu Anya lahiran waktu lalu, saudara yang datang tidak sebanyak ini. Semua orang nampak kerepotan menjamu para tamu.

Padahal Jelang ingin menghabiskan waktunya bersama Rachel dan juga anaknya. Namun sedari tadi yang ia lihat, Rachel pun tengah sibuk dengan yang lain. Wanita itu sama halnya dengan Jelang, tidak memiliki waktu untuk menggendong anaknya.

"Lang. Bawa semangkanya ke ruang tamu."

Jelang mengangguk. Lantas segera melaksanakan perintah Bunda.

Sekitar setengah jam Jelang disibukan dengan para tamu yang datang untuk menjenguk Rachel. Sampai akhirnya Jelang pun bisa menghirup udara bebas, kepala Jelang mendongak menatap langit sore. Saat ini ia sedang duduk seorang diri di halaman belakang rumah. Sementara Rachel harus menyusui anak mereka di kamar.

Perlahan. Jelang bisa merasakan kalau sikap keluarganya perlahan mulai membaik, meskipun tak sebaik dulu. Tapi Jelang senang. Apalagi saat Jelang makan bersama dengan mereka diiringi dengan canda tawa. Kini Bunda pun sudah lebih sering mengajak Jelang bicara. Tidak seperti kemarin-kemarin, jangankan untuk mengajak Jelang bicara. Untuk sekedar menatap Jelang saja sepertinya Bunda enggan.

"Lang."

Jelang bangkit berdiri kala Ayah mertuanya datang sambil membawa dua gelas minuman, satunya diberikan untuk Jelang yang langsung Jelang sambut dengan cepat.

Jelang dan Darwin--Ayah mertua Jelang lantas duduk di kursi panjang yang sebelumnya Jelang duduki.

"Yah."

Darwin menoleh ke arah Jelang, "Kenapa?"

Jelang meneguk minumannya sebelum berbicara. Butuh keberanian lebih untuk mengungkapkan apa yang selama ini Jelang pendam.

"Maafin Jelang," lirih Jelang.

Darwin diam.

"Jelang gak perduli Ayah percaya atau enggak. Tapi yang keluar dari mulut Jelang sekarang, itu bener-bener tulus. Jelang bener-bener minta maaf. Maaf, karena udah nyakitin Rachel. Maaf, karena udah merusak kepercayaan Ayah. Tapi, Ayah harus tau. Kalau Jelang bener-bener sayang banget sama Rachel. Jelang gak minta banyak hal sama Ayah, Jelang cuma minta. Tolong, jangan pisahin Jelang sama Rachel.

Jelang emang bukan laki-laki yang baik. Tapi, Jelang akan terus berusaha jadi yang terbaik untuk Rachel dan anak Jelang. Anak Jelang butuh seorang Ayah. Dan Rachel pun butuh seorang suami. Keinginan Jelang gak banyak Yah, Jelang cuma pengen hidup bersama keluarga kecil Jelang."

Ini terlalu sulit untuk Jelang. Tidak ada satu orang pun yang bisa mengerti perasaan Jelang, Tidak ada satu orang pun yang mau membantu Jelang untuk bangkit dari keterpurukannya.

Semenjak kejadian dimana rumah tangganya hancur. Jelang berubah meanjadi laki-laki lemah, yang tahunya hanya menangis dan menangis. Rasa bersalah tidak pernah berhenti mendominasi perasaan Jelang terutama rasa penyesalan yang selalu menghantui Jelang.

Ini tidak hanya berat untuk Jelang. Tapi juga untuk Rachel, tidak mungkin Jelang meninggalkan Rachel di saat Rachel baru saja melahirkan buah cinta mereka.

"Jelang akan ikuti apa aja kemauan Ayah. Asal, jangan pisahin Jelang sama Rachel." Jelang menggenggam salah satu tangan Ayah mertuanya. Berharap mertuanya mengerti bagaimana perasaan Jelang sekarang.

Darwin hanya diam saja. Hal itu semakin membuat perasaan Jelang hancur. Memang tidak mudah untuk mereka memaafkan Jelang, kesalahan yang sudah Jelang lakukan sungguh sangat fatal. Tidak hanya Rachel yang tersakiti. Namun semua orang pun merasakan bagaimana sakitnya saat Jelang menghianati keluarganya.

"Jelang sayang banget sama Rachel." Jelang menangis terisak-isak, kepalanya menunduk dalam. Tangannya semakin erat menggenggam tangan Ayah mertuanya.

"Memang. Mempertahankan gak semudah mendapatkan, tapi apapun yang terjadi. Jelang akan terus mempertahankan rumah tangga Jelang, Jelang mohon. Jangan pisahin Jelang sama Rachel."

Hari itu. Jelang benar-benar mengeluarkan segala unek-uneknya, menangis tiada henti agar orang-orang tidak lagi meminta Jelang untuk segera berpisah dengan Rachel.

Bahkan. Jelang sampai bersujud di kaki Ayah mertuanya agar permohonannya didengar. Hal itu tak lama diketahui oleh keluarganya yang lain. Jelang benar-benar tidak peduli sekalipun banyak pasang mata yang memandang ke arahnya. Jelang hanya ingin isi hatinya didengar, sudah itu saja.

Bahkan dari kejauhan. Sosok Bunda benar-benar tidak bisa menahan air matanya, seusai sanak saudara pulang, tiba-tiba datang seseorang yang berhasil membuat siapa saja menyesali kejadian ini. Terlebih kala Bunda dan yang lainnya melihat Jelang menangis terisak-isak sambil berlutut di kaki Ayah mertuanya.

Hal ini tentu bisa memengaruhi kondisi Rachel yang baru saja melahirkan anak pertamanya. Rachel sama sekali tidak diizinkan keluar kamar oleh Bunda. Agar Rachel tidak melihat bagaimana kondisi Jelang saat ini.

"Bun." Bunda menoleh. Mendapati Argi dan Anya yang tengah menatap ke arahnya.

"Jelang sayang banget sama Rachel. Apa Bunda masih tega mau misahin mereka?" Tanya Argi lirih. Argi adalah orang yang paling dekat dengan Jelang, sekecewa apapun Argi kepada Jelang. Jelang tetaplah adik kandung Argi, Argi bahkan ikut merasakan apa yang saat ini Jelang rasakan. Dan Argi tidak bisa membayangkan jika ia ada di posisi Jelang.

"Gi. Suruh Jelang masuk." Bunda tidak menjawab pertanyaan Argi. Setelah mengatakan itu, Bunda melenggang pergi.

Argi hanya mampu menghela napas kasar.

Sesalah apapun Jelang. Laki-laki itu masih memiliki tekad untuk merubah semuanya. Untuk memperbaiki apa yang telah rusak, sekalipun banyak orang yang abai. Tapi Jelang tidak pernah putus asa untuk mempertahankan rumah tangganya.

Memang. Di luaran sana masih banyak wanita yang lebih cantik daripada Rachel, namun. Mencari wanita yang perasaannya tulus seperti Rachel. Tidak akan pernah Jelang temukan di luaran sana.

Jika Jelang masih bernapas sampai detik ini. Itu artinya, masih ada banyak kesempatan untuk Jelang. Itu tandanya, Tuhan tidak ingin Jelang menyerang. Itu artinya, Tuhan ingin Jelang terus berjuang mempertahankan rumah tangganya.

-

-

-

Kamis, 22 Oktober

Will Be Fine ✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt