🐳Marah

1.3K 76 6
                                    

"Masa gitu doang marah sih. Lebay lo."

Jelang terus melangkah mengabaikan sosok Rachel yang sedari tadi terus membuntutinya. Hari ini, Jelang lagi-lagi cuti dari kerja karena harus mengurusi kepindahannya ke rumah baru. Beruntungnya, setengah hari saja urusan pindah rumah sudah selesai.

Hari ini Jelang tidak bisa menyembunyikan rasa kesalnya. Ia marah karena Rachel tak menepati janjinya yang katanya akan memberinya jatah. Gadis itu malah memberinya makan dengan porsi banyak, karena kata Rachel. Makan sama saja dengan jatah.

"Baperan dasar!" Teriak Rachel saat melihat sosok Jelang melangkah keluar.

Rachel memang membohongi laki-laki itu, ia malah memberi Jelang porsi makan yang lebih banyak tidak seperi porsi makan pada biasanya. Rachel sama sekali tidak menyangka jika laki-laki seperti Jelang bisa kesal dan marah seperti ini. Sebelum pindah ke rumah baru, Jelang sudah mendiami Rachel. Sama sekali tidak menjawab perkataan Rachel seolah-olah Rachel itu tidak ada.

Rachel juga tidak ada usaha untuk meredakan kekesalan Jelang. Rachel malah duduk menonton TV membiarkan Jelang berada sendirian di luar rumah.

Kemarin, Rachel menyempatkan diri untuk berkumpul dengan para tetangga yang seumuran dengannya. Tidak biasanya Rachel mau ke luar rumah dan bertemu dengan banyak orang.

Rachel mendengar setiap pembicaraan yang mereka bicarakan kemarin. Dan rata-rata tetangga Rachel yang meskipun masih seumuran dengannya. Sudah banyak yang menikah di usia muda, bahkan sudah ada yang memiliki anak. Rachel dengan cermat mendengarkan apa yang mereka bicarakan mengenai hubungan suami istri.

Rachel sampai meringis mendengarnya. Untuk itu, ia membohongi Jelang. Karena Rachel belum siap melepasnya terlebih setelah Rachel mendengar mengenai itu dari para tetangganya.

Rachel memilih untuk keluar menemui Jelang. Rachel mendapati laki-laki itu tengah duduk di sebuah kursi yang terbuat dari kayu. Pandangan laki-laki itu nampak fokus ke depan, sepertinya Jelang belum menyadari kehadiran Rachel.

"Lang." Rachel duduk tepat di samping suaminya. Jelang menoleh sekilas kemudian tatapannya kembali mengarah ke depan.

"Ngambek lo tuh kayak anak kecil tau gak. Masakan gue gak lo makan, gue ngomong gak lo tanggepin. Padahal cuma karena masalah sepele doang," ujar Rachel.

Jelang refleks menoleh ke arah Rachel, tatapan mata laki-laki itu lain dari biasanya. Membuat Rachel sedikit takut dan enggan menatap Jelang.

"Ikut gue!" Jelang menarik kasar tangan Rachel, membawa gadis itu ke dalam rumah. Mengunci pintu rumah rapat-rapat.

Jelang menjatuhkan Rachel di atas soffa membuat Rachel mengaduh kesakitan.

"Lo kenapa sih?!" Tanya Rachel kesal.

Jelang diam, tatapan laki-laki itu tak pernah lepas menatap Rachel. Kedua matanya begitu tajam bak Elang yang siap menerkam mangsa, nafasnya nampak memburu menahan amarah sementara kedua tangannya sudah terkepal sedari tadi. Jelang tidak ingin Rachel mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya.

"Kalau gue ada salah. Ngomong! Gak gini caranya!" Teriak Rachel.

"Udah tau gue diemin begini. Seharusnya lo tau diri!" Sarkas Jelang sambil menunjuk wajah Rachel.

Rachel tersentak mendengar ucapan kasar Jelang barusan, ia merasa ada yang berbeda dari laki-laki itu.

"Lo berani bentak gue. Gue ini istri lo!" Rachel bangkit berdiri.

"Gue suami lo, seharusnya lo lebih nurut sama gue. Bukannya malah budakin gue, gue bukan anak kecil yang bisa lo bego-begoin!" Balas Jelang.

Rachel menghela nafas cukup panjang, tidak menyangka jika kejadiannya akan serumit ini. Padahal masalahnya hanya Rachel membohongi Jelang. Masalahnya malah semakin meleber kemana-mana.

"Usia gue udah dua puluh tiga tahun, usia yang cukup untuk punya anak. Emang lo gak mau rumah kita rame sama tangisan bayi? Hel. Rumah tangga akan semakin erat kalau ada kehadiran anak. Tapi lo, lo seolah nolak buat punya anak. Membiarkan gue atau lo kesepian dan merasa bosan dengan rumah tangga yang kayak gini-gini aja. Lo seolah memberi sinyal supaya gue cari wanita lain yang lebih bari dari lo," ujar Jelang panjang lebar.

"Lang." Rachel berusaha menggapai tangan Jelang. Namun Jelang dengan cepat menghindar.

"Gue akan temenin Argi urus kerjaan di luar kota, terserah lo mau tetep di sini atau ke rumah Bunda." Setelah mengatakan itu, Jelang melenggang pergi meninggalkan Rachel seorang diri.

Tubuh Rachel jatuh ke atas Soffa, kepalanya menunduk membuat rambut yang sengaja ia urai menutupi wajahnya. Seandainya Jelang tahu apa yang saat ini Rachel pikirkan dan Rachel rasakan, mungkin laki-laki itu tidak akan berani membentaknya seperti tadi. Sungguh, ini pertama kalinya untuk Rachel melihat sisi lain dari Jelang. Untuk pertama kalinya Rachel melihat kemarahan Jelang.

Selama ini memang rumah tangga keduanya selalu berjalan baik-baik saja tanpa ada masalah sedikit pun. Dan sekarang Rachel mengerti, seberat apapun masalah yang datang menimpa keluarganya. Rachel harus bisa mempertahankannya agar keduanya tidak sama-sama kehilangan. Rachel akan selalu ingat pesan Ayah. Yang meminta untuk bisa menjadi seorang Istri yang baik. Rachel akan selalu ingat itu.

Rachel menghela nafas cukup panjang. Ini bukan waktu yang tepat untuk mengajak Jelang berbicara, maka dari itu Rachel mengirim pesan singkat kepada laki-laki itu.

Jelang

Kemarin

Lang, gue keluar sebentar.
Jangan lupa makan ya.

****

Semua orang yang berada di ruang tamu terkejut melihat kedatangan Rachel.

Bunda dan Anya segera bangkit berdiri menghampiri Rachel.

"Ko gak ngabarin mau ke sini?" Tanya Bunda sambil memeluk tubuh Rachel.

"Anggap aja kejutan kecil-kecilan dari Rachel," jawab Rachel sambil terkekeh.

Bunda menggiring tubuh Rachel untuk duduk di soffa. Wanita itu pamit sebentar ke dapur membuatkan minum untuk Rachel.

"Jujur sama Mbak, ada apa?" Anya seolah tahu apa yang saat ini terjadi pada Rachel, wanita itu menatap Rachel begitu lekat dan dalam. Menuntut Rachel untuk menjawab pertanyaannya dengan sejujur-jujurnya.

Rachel menggeleng. "Gak ada apa-apa."

Rachel bisa saja memperlihatkan raut wajah santai seperti biasanya seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi. Namun Anya sama sekali tidak bisa dibohongi.

"Hel. Jelang apa-apain kamu?" Tanya Anya, nada suaranya terdengar sangat lembut.

Rachel menghela nafas cukup panjang. Rachel menggenggam tangan Anya, menatap wanita itu dengan tatapan yang sulit sekali diartikan.

"Aku gak tau harus gimana, Jelang marah banget sama aku," ujar Rachel lirih.

"Marah karena apa?" Tanya Anya.

"Sampai detik ini, aku sama Jelang belum pernah melakukan hubungan Suami Istri, aku takut Mbak. Terlebih ini untuk pertama kalinya buat aku. Sebelum pindah ke rumah baru, aku sempet main sama tetangga. Aku denger mereka ceritain malam pertama rasanya aja udah ngilu. Gimana kalau hal itu bener-bener secara nyata aku rasain, aku bingung Mbak harus gimana." Rachel terlihat sangat frustasi.

Diam-diam Anya tersenyum, ini untuk pertama kalinya bagi Anya melihat Rachel seperti ini. Rachel itu termasuk gadis yang cuek, jutek sulit sekali disentuh. Tidak ada Ekspresi lain yang Rachel tunjukan selain wajah datarnya. Namun semenjak Rachel menikah, gadis itu terlihat mengalami perubahan. Termasuk bagaimana caranya mengekspresikan wajah.

Dari sorot matanya saja Anya sudah bisa menebak kalau Rachel benar-benar mencintai Jelang.

"Ikut Mbak yuk." Anya bangkit berdiri sambil menarik tangan Rachel.

"Kemana Mbak?" Tanya Rachel bingung.

"Ke belakang, Mbak pengen ceritain gimana itu rasanya malam pertama. Biar kamu gak takut lagi."

5 Juni 2020

Jangan lupa Vote dan Comment.

Will Be Fine ✓Where stories live. Discover now