🐳Campur Aduk

1K 67 7
                                    

Lima hari sebelum waktu persalinan tiba. Rachel sudah sampai di kediaman mertuanya. Ayah tidak bisa menemani Rachel, jadi Rachel terpaksa pergi seorang diri menuju kediaman asalnya.

Keluarga Jelang menyambut hangat kedatangan Rachel. Namun Rachel tidak bisa mendeskripsikan perasaan apa yang saat ini ia rasa. Terlebih, Rachel juga melihat sosok Jelang yang berdiri cukup jauh darinya. Laki-laki itu tersenyum ke arah Rachel. Rachel pun tidak bisa untuk tidak tersenyum pada laki-laki itu.

"Bunda anter ke kamar ya."

Rachel segera menahan Bunda yang hendak membawanya ke kamar. Rachel baru saja sampai, sudah pasti ia kelelahan selama di perjalanan. Bunda tentu meminta Rachel untuk segera beristirahat.

"Mmm Bun. Rachel mau ngobrol sebentar sama Jelang. Gak apa-apa ya?"

Bunda terdiam sejenak. Lalu wanita itu pun menganggukan kepalanya.

"Tapi jangan lama-lama ya. Kamu harus istirahat," kata Bunda.

Rachel tersenyum lantas menganggukan kepalanya. Rachel dengan hati-hati melangkah mendekati Jelang, namun Jelang tentu lebih cekatan. Jelang segera berlari menghampiri Rachel. Lalu menuntun Rachel menuju ke halaman belakang rumah.

Jelang mendudukan Rachel di sebuah kursi panjang. Lalu Jelang ikut duduk di samping Rachel.

"Kalau gue tau lo bakal ke sini. Gue pasti jemput lo, gak bakalan gue biarin lo pergi sendirian. Apalagi lagi hamil begini." Jelang menghapus keringat yang membasahi pelipis Rachel. Laki-laki itu juga turut merapikan beberapa helaian rambut yang mengenai mata Rachel.

"Tapi yang lo liat sekarang. Gue gak kenapa-napa kan?" Rachel tertawa kecil sambil menatap Jelang.

Jelang menghela napas cukup panjang.

Tiba-tiba Jelang membawa tubuh Rachel ke dalam dekapannya. Memeluk tubuh sang istri erat, sebentar lagi Rachel akan melahirkan. Dan tentu sebentar lagi kebersamaan Jelang dan Rachel akan berakhir. Jelang harus segera menceraikan Rachel sesuai dengan permintaan keluarganya. Tak hanya itu, setelah berpisah nanti. Jelang pun harus siap-siap berpisah dengan anaknya, karena Jelang akan dikirim ke Thailand oleh Ayahnya.

"Pasti berat banget ya buat lo?" Tanya Rachel. Rachel membalas pelukan Jelang tak kalah erat.

Jelang tidak menjawab. Laki-laki itu malah mengeratkan pelukannya, mengelus rambut Rachel, mengecup pucuk kepala Rachel berkali-kali. Rasanya tentu berat untuk Jelang, hal yang tentu tidak Jelang inginkan. Terpaksa harus Jelang lakukan demi kebahagiaan orang yang ia sayangi.

Meskipun Jelang sangat menyayangi Rachel. Namun Jelang tidak bisa memaksa Rachel untuk terus bersama dengan dirinya, sudah berulang kali Jelang menggoreskan luka di hati Rachel. Tak baik jika wanita seperti Rachel terus bertahan dengan laki-laki seperti Jelang.

Namun seberat apapun masalah yang terjadi. Rasa cinta dan sayang Jelang untuk Rachel, tak akan pernah berkurang sedikit pun.

"Maafin gue Hel." Nada suara Jelang mulai terdengar bergetar. Menandakan bahwa laki-laki itu sedang berusaha keras menahan dirinya agar tidak menangis.

"Seharusnya. Sebelum gue nyakitin lo, gue bisa inget sama masa-masa dimana gue berjuang buat lo. Tapi setelah gue dapetin lo. Gue malah nyakitin lo, Bunda bener. Lo emang gak pantes buat gue, lo terlalu baik untuk bersanding sama laki-laki brengsek kayak gue." Runtuh sudah pertahanan Jelang. Air mata perlahan menetes membasahi pipinya, bahkan membasahi pucuk kepala Rachel.

"Gue...gue gak tau harus gimana. Gue bener-bener sayang banget sama lo Hel, tapi gue gak punya cara lain selain melepas lo. Sampai kapan pun. Cuma lo wanita satu-satunya yang ada di hidup gue. Lo lebih berharga dari segalanya."

Sulit untuk Rachel menahan dirinya agar tidak menangis. Karena pada akhirnya, air mata pun ikut menggambarkan bagaimana perasaan Rachel saat ini. Rachel tak mampu berkata-kata. Wanita itu semakin erat memeluk tubuh Jelang, karena setelah ini. Mungkin Rachel sudah tidak bisa lagi memeluk tubuh ini.

"Gue gak pernah peduli seberapa banyak wanita cantik di luaran sana. Karena, bagi gue. Cuma lo satu-satunya wanita paling cantik di hidup gue." Jelang melepaskan pelukan keduanya. Jelang menghapus air mata yang membasahi pipi Rachel.

Sudah berapa kali hati ini merasa nyeri kala melihat air mata itu.

"Hel. Lo berhak cari kebahagiaan lo, lo berhak pergi sejauh mungkin semau lo."

Rachel mendongak. Sehingga tatapan keduanya bertemu.

"Tapi kalau bahagianya gue sama lo. Gue harus apa? Apa iya gue harus tetap pergi sementara hati gue meminta gue untuk terus bertahan." Air mata itu kembali luruh membasahi pipi Rachel.

"Seandainya ada cara lain selain berpisah. Gue pasti bakal terus berjuang. Supaya kita gak pisah." Jelang kembali membawa tubuh Rachel ke dalam dekapannya.

Keduanya sama-sama menangis terisak-isak. Jelang bahkan sampai mengepalkan kedua tangannya agar ia bisa menghentikan air mata ini, terlihat sangat menyedihkan sungguh menyebalkan.

Keduanya sama-sama berat melewati masalah ini. Jelang dan Rachel sama-sama memiliki beban yang sama. Di saat keduanya mampu untuk bersama. Namun keadaan meminta keduanya untuk berpisah.

Mungkin Jelang hanya memiliki waktu sebentar untuk bisa melihat wajah anaknya setelah dilahirkan ke dunia nanti. Mimpi-mimpi sederhana yang selama ini Jelang susun. Harus hancur begitu saja.

Jelang tidak bisa melihat anaknya tumbuh besar, Jelang tidak bisa membantu Rachel untuk menggantikan popok anaknya, Jelang tidak bisa menemani anaknya bermain air saat mandi, Jelang tidak bisa mendengar suara anaknya yang memanggil Jelang dengan sebutan Ayah, Jelang tidak bisa mengantar anaknya ke sekolah, Jelang tidak bisa mengajak anaknya liburan saat Weekend. Jelang tidak bisa melakukan banyak hal menyenangkan bersama Anaknya nanti.

Jelang benci pada orang-orang yang telah membuat Jelang dan Rachel berpisah, Jelang benci pada orang-orang yang membuat Jelang sulit bertemu dengan anaknya sendiri.

Bahkan sebelum Jelang merasakan betapa indahnya menjadi seorang Ayah, semesta sudah lebih dulu memisahkan Jelang dengan orang yang sangat ia sayangi.

Jelang tiba-tiba berjongkok di hadapan Rachel. Mensejajarkan wajahnya dengan perut besar Rachel. Hal itu tentu membuat tangisan Rachel semakin pecah. Rachel bahkan sampai membuang wajah ke arah lain.

"Maafin Ayah. Kalau suatu hari kamu rindu Ayah, tapi Ayah gak ada di sisi kamu. Maafin Ayah, karena gak bisa jagain Bunda kamu. Maafin Ayah, karena udah sakitin Bunda kamu. Maafin Ayah, karena Ayah gak bisa ada buat kamu di saat masa-masa pertumbuhan kamu. Tapi, sejauh apapun jarak kita nanti. Kamu tetap anak Ayah. Ayah mohon. Jagain Bunda buat Ayah, jangan ngerepotin Bunda, jangan bikin Bunda sedih. Kehadiran kamu. Membuktikan kalau Ayah bener-bener sayang banget sama Bunda kamu." Jelang berulang kali menghapus air mata yang membasahi pipinya.

Sementara Rachel. Tangisan Rachel benar-benar pecah. Rachel bangkit berdiri. Diikuti oleh Jelang. Lalu keduanya kembali berpelukan.

"Jangan tinggalin gue, jangan pergi..." Lirih Rachel.

Tanpa keduanya sadari. Ada banyak pasang mata yang diam-diam memperhatikan keduanya.

Bunda bahkan sudah menangis terisak-isak sedari tadi. Membuat Argi yang berdiri di samping Bunda juga ikut menitikan air mata.

"Maafin Bunda..."

-

-

-

05 Oktober 2020

Will Be Fine ✓Where stories live. Discover now