🐳Dia

1.3K 94 0
                                    

Nada dan Audi memeluk tubuh Rachel, setelah mengetahui masalah yang menimpa sahabatnya. Rachel sama sekali tak bereaksi apa-apa. Pandangannya menatap kosong ke arah depan, mengabaikan ucapan Nada dan Audi yang terus menyemangatinya sambil memeluk tubuhnya erat seperti ini. Seharusnya. Dalam keadaan seperti ini, Rachel bisa saja menangis tanpa henti mengingat ada banyak sekali masalah yang saat ini ia tanggung. Namun, seolah air matanya telah habis. Rachel hanya diam saja setelah menceritakan perihal masalah yang saat ini sedang ia alami.

"Kalian pulang aja. Udah malem." Ujar Rachel datar sambil melepaskan pelukannya.

Nada dan Audi saling pandang, menatap nanar ke arah Rachel yang sama sekali tak menatap ke arah mereka. Rachel hanya memandang kosong ke arah tembok sedari tadi.

"Hel."

"Gak apa-apa, setidaknya. Beban gue sedikit berkurang setelah cerita sama lo berdua. Kalian pulang aja, gue juga mau istirahat."

Nada dan Audi tak bisa membantah selain menuruti apa kata Rachel. Kedua gadis itu bangkit berdiri.

"Kita balik ya Hel, kalau ada apa-apa. Langsung kabarin. Gak usah terlalu di pikirin, ini cuma soal waktu aja." Ujar Nada. Dan Rachel hanya menganggukan kepalanya saja sebagai jawaban.

Setelah kedua sahabatnya pamit, Rachel memilih untuk merebahkan tubuhnya. Jam sudah menunjukan pukul sembilan malam. Tetapi Rachel tak bisa memejamkan kedua matanya, padahal rasanya Rachel mengantuk sekali dan ia butuh istirahat yang cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya.

Rachel menghela nafas cukup panjang, akhirnya. Yang bisa ia lakukan malam itu. Hanya menatap langit-langit kamarnya hingga pagi datang.

Saat matahari mulai masuk melalui celah-celah jendela. Rachel segera bangkit berdiri. Merapikan tempat tidurnya, melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, setelah itu yang Rachel lakukan hanya diam menatap kosong ke arah tembok.

Rachel benar-benar  tak bisa menerima keadaan ini. Cukup kejadian waktu lalu saja yang membuat Rachel terjatuh. Sekarang jangan, Rachel hanya ingin fokus bekerja agar bisa membawa pulang Ayah serta Adiknya. Tanpa harus memikirkan masalah yang sering sekali datang ke kehidupannya.

Sampai akhirnya, lamunan Rachel buyar ketika indra pendengarannya mendengar suara deringan dari ponselnya yang ia letakan di atas nakas. Rachel mendesah kesal, posisinya saat ini dengan nakas cukup jauh. Dan rasanya malas sekali untuk melihat siapa yang menelfonnya sepagi ini. Rachel bangkit berdiri, meraih ponselnya yang tak berhenti bergetar sedari tadi.

Mata Rachel seketika terbuka kala melihat nama seorang Dokter yang selama ini telah merawat Ayahnya. Terpampang jelas di layar ponselnya. Segera Rachel menggeser panel hijau untuk mengangkat panggilan.

"Hallo Dok."

"Rachel. Bisa kamu ke rumah sakit sekarang?"

"Kenapa?"

"Ayahmu. Ingin bertemu."

Rachel memutuskan sambungan begitu saja. Secepat kilat ia berlari keluar kamar, tak perduli dengan penampilannya saat ini yang hanya mengenakan celana Training  hitam serta baju lengan pendek berwarna putih. Ia bahkan belum sempat menyisir rambutnya.

"Woi!" Rachel menghentikan seorang laki-laki yang kebetulan sedang melintas di depannya. Laki-laki yang mengenakan seragam SMA tersebut refleks menghentikan laju motornya. Ia menatap bingung ke arah Rachel.

"Ngapa lo?" Tanya Laki-laki tersebut.

"Anter gue bentaran ke rumah sakit, duit bensin nanti gue kasih."

"Naik dah."

Rachel tak lagi membuang waktu, ia langsung naik ke atas boncengan laki-laki tersebut. Laki-laki yang cukup akrab dengannya meskipun Rachel dan laki-laki itu jarang sekali bertemu.

Will Be Fine ✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt