Kegelapan yang Nyata

283 30 4
                                    

Bai Zi Young dan Shuo Lin masih mematung lihat gerakan aneh dari sosok bayangan itu. Berdiam dan membisu beberapa lama. Hingga lalu manusia hitam itu pergi bersama kawanannya berkuda menuju ke arah istananya.

"Apa yang mereka lakukan hendak..? Tujuan arah kuda mereka ialah istana kami. Lajur itu memang dikhususkan menuju ke arahnya. Apakah mungkin mereka..? Ayo Shuo Lin, kita buntuti mereka."

"Baik, Nyonya." Shuo Lin patuh menunduk. Mereka berlalu pergi dengan hanya mengandalkan kedua kaki, mereka berlari.

Mereka berdua berhenti saat manusia-manusia hitam itu berhenti. Dalam senyap, Bai Zi Young menyobek gaunnya dan menopengi wajahnya agar tak terlihat wajah aslinya. Shuo Lin juga sama, ia menyobek gaunnya dan menjadikannya cadar.

Gerombolan manusia yang bahkan Bai Zi Young pertanyakan mereka lelaki semua atau campuran dengan perempuan, berkelompok dan menghadap ke satu arah. Menghadirkan seorang yang melangkah di depan barisan mereka.

"Serang.!" Ucap orang itu tegas lalu dipatuhi oleh para anak buahnya. Mereka membuka paksa gerbang masuk istana.

Ternyata di dalam istana pun sudah banyak pasukan manusia hitam yang menyerbu prajurit istana. Suara desingan pedang terdengar jelas di telinga Bai Zi Young dan Shuo Lin. Mereka pun beranjak setelah semua barisan bantuan baru pasukan hitam masuk tak tersisa ke dalam istana.

"Ayah, Ibu. Dimana harus kucari mereka..? Istana begitu luas, arah mana harus kulangkahi..?"

"Kemari, Nona. Berwaspadalah, anda sekali-kali bisa terluka. Ikut saya." Shuo Lin menyeret Bai Zi Young ke sebuah arah. Di sana sangat lengang tak ada orang hitam yang berkeliaran. Hanya saja ada seorang pria berlari menuju pada kedua perempuan itu.

"Jenderal. Apa yang terjadi kali ini..? Mengapa ada banyak orang berpakaian hitam menyerbu istana..? Dan ayah dan ibu, dimanakah rimba mereka..?" Tanya Bai Zi Young disertai nada risau.

"Benar, Ayah. Aku juga penasaran, lontarkanlah pengertian kepada kami agar kami mengerti." Timpal Shuo Lin menambah.

"Tak seharusnya kalian berada di sini. Risiko amat bahaya, pergi keluar istana sekarang. Pergilah ke kaki bukit Douhua dan temuilah tetua bernama Fu Ming, dia akan berguna sangat di dalam sini.

Bergegaslah, raja dan ratu tengah bersembunyi dan kemungkinan bertahan tinggal sedikit dan rendah. Itu pesan yang di sampaikan Yang Mulia."

"Lalu apa perkataan yang harus kami obrolkan pada Fu Ming saat mata sudah bertatapan..?" Tanya Bai Zi Young ragu.

"Ia telah tahu. Ia tahu segalanya. Hanya bertemu sekali, ia langsung mengerti. Bercepatlah, para kelompok hitam akan segera bertemu kita di sini. Akan kunaungi raja dan ratu sampai darahku habis sekalipun. Janjiku pada Tuan Putri." Jenderal itu pun berlari pergi tinggalkan Bai Zi Young dan Shuo Lin.

Namun sebelum sempat pergi lebih jauh, jenderal itu melengoskan kepalanya menengok kepala gadis yang dikasihinya, putri tercintanya, anak kesayangannya, ia teteskan air mata. Samar-samar ia gerakkan bibirnya bergumam tak jelas, ia berkata 'berjayalah' dengan penuh kepiluan hati.

"Ayo, Putri." Sedikit kesedihan ia abaikan, Shuo Lin lebih mementingkan keselamatan nonanya ketimbang perasaan batinnya. Ia sudah mengabdi dan ayahnya jenderal setia, ia tak mungkin berlari sendirian pentingkan urusan pribadi daripada masalah orang lain. Itulah prinsipnya.

Sedangkan Bai Zi Young, tetap terpaku pada paviliun yang bertuliskan 'Istana Barat LianJi'. Yaitu tempat terpojok belakang di istana berlaku sebagai tempat pelarian dan persembunyian karena tak banyak orang paham jalan masuk menuju padanya.

Hatinya bergemuruh meminta bertemu dengan ayah dan ibunya, mereka pasti risau tentang dirinya. Dan kakaknya, pasti tengah menyalahkan diri sendiri karena tak bisa melindungi adik tunggalnya yang amat ia lindungi.

Semenjak mereka kecil, Bai Hai Xu selalulah yang menjadi tameng pelindung bagi Bai Zi Young. Ketika adiknya diolok-olok kawanannya, Bai Hai Xu senantiasa menyelimuti Bai Zi Young dengan baju besinya. Ia selalu berpikir bahwa adiknya terlalu rapuh bahkan jika tertimpa gulungan debu saja ia akan rusak dan hancur.

Kemanjaan yang diberikan kakaknya begitu luas, tapi Bai Zi Young tak mau dipeluk dengan kemanjaan keluarganya. Ia ingin melakukan penjagaan dirinya dengan tangan dan tenaganya sendiri. Sudah dari usia sepuluh tahun, Bai Zi Young mendapatkan ajaran memanah dan berpedang oleh ayah dan kakaknya yang berusia lima belas tahun.

Terkadang apabila mengingat kenangan menggembirakan hati itu membuatnya mengulas senyumannya. Begitu manis dan legit hingga tak bisa dilupakan begitu saja. Ia masih ingin berlama-lama dengan keluarganya tercinta.

"Putri..? No-nona..? Sekarang bukan waktu yang tepat untuk melamun, kita musti cepat menuju bukit dan mencari Fu Ming." Perkataan Shuo Lin menjadikan Bai Zi Young mengangkat bahunya terlonjak karena kaget.

"Anda benar, Shuo Lin. Aku juga tidak mau terus terlarut pada masa-masa indah yang tak mengenal waktu. Kini saatnya kita selamatkan kenangan indah itu untuk kita semua." Bai Zi Young memimpin jalan dan di belakangnya Shuo Lin bersiap dengan pedang sudah terkepal di tangan kanannya. "Aku tahu jalan pintas yang belun tentu para hitam itu tahu. Ikuti aku, Shuo Lin."

Shuo Lin meresponnya dengan dehaman dan anggukan pasti. Dengan masih memakai cadar, mereka tetap berjalan santai tapi pasti dengan mengutamakan kewaspadaan.

"Awas, Nona depanmu.!" Dengan sigap Shuo Lin merespon kilatan cahaya pedang yang datang menuju ke arah nonanya. Hingga ia pun menebas tubuh orang itu sampai tak bernyawa. "Ia meninggal, Nona."

"Cobalah geledah seisi pakaiannya siapa tahu ada apa-apa yang bisa membantu kita." Disamping Shuo Lin menggeledah, Bai Zi Young berjongkok dan membuka cadar yang menutupi muka orang yang bertubuh pria itu. Sangat aneh. Bai Zi Young mendekatkan wajahnya. "Bibir pria ini dijahit.!" Ujar Bai Zi Young terpukau.

"Mungkin takut mereka berkhianat dengan membocorkan permasalahan mereka, kelompok itu sengaja mengunci mulut anggotanya. Dengan begitu tak teratur dan senrawut tanpa tangan tabib yang ahli. Mereka melakukannya dengan sembarangan. Dengan demikian, rahasia mereka tetap terjaga walau tak sepenuhnya." Gumam Bai Zi Young mengamati pria yang tergeletak itu. "Ada menemukan sesuatu, Shuo Lin..?"

"Maaf, tak ada apa pun, Nona. Hanya... Seutas kain robek yang bernodakan darah." Jawab Shuo Lin takzim.

Bai Zi Young mengambilnya dan mengamati dengan cermat bau dan corak darah itu. Seperti sebuah lukisan..? Atau kaligrafi..? Ahh benar. "Aku butuh ini. Ayo, Shuo Lin."

Hari semakin siang, tapi sinar matahari semakin meredup. Menggelapkan jalanan menuju kaki bukit. Bai Zi Young menunggangi kuda di depan kuda Shuo Lin. Mereka harus berpacu dengan cepat, sebab di belakang mereka ada sekelompok manusia hitam yang mengejar mereka.

Semakin memasuki hutan dalam, rintik hujan mulai berjatuhan. Terlempar dan keras mengenai wajah mereka. Hujan kian derah basahi tubuh mereka yang lemah ringkih, tapi bermental baja. Para kumpulan hitam itu pun masih bersikukuh mengejar keduanya. Jalan berlumpur menakutkan takut terpeleset lalu tersungkur ke dalam jurang. Itu masih mending, daripada harus jatuh ke tangan orang berbelit hitam itu.

Tadi, saat Bai Zi Young dan Shuo Lin akan beranjak tinggalkan istana, sejumput orang itu berhasil mengetahui kepergian mereka. Dan atas perintah dari atasan mereka, mereka pun diberikan titah untuk berkejar-kejaran kuda mengejar kepergian mereka. Lalu menangkapnya dan disuguhkan pada atasannya.

Namun, Bai Zi Young dan Shuo Lin tetap tak mau menyerah begitu saja. Mereka terus melaju kecepatan tinggi menuju kaki bukit demi bertemu dengan Fu Ming yang ayah Shuo Lin ungkapkan.

'Harus sampai bertemu Fu Ming, atau nyawaku, ayah, ibu, kakak, Shuo Lin, dan ayahnya semuanya tandas tak tersisa.'

Bai Zi Young a.k.a Behind the Dark Maskحيث تعيش القصص. اكتشف الآن