Hari Baru

189 23 2
                                    

Hari kian gelap, genderang rembulan mulai nampak, lentera satu dan lentera lain mulai dikobarkan. Lu Yi Fei masih mengatupkan kedua kelopak matanya, ia belum terjaga. Kedua lengan yang belum sembuh benar, membuatnya tak ingin beranjak.

Derit pintu menggugah Lu Yi Fei, ia mengerang dan sipit matanya mulai terbuka. Seorang gadis masuk ke biliknya, tiada tahu hendak apa dia kerjakan.

"Nyonya bagikan gaun budak bagimu. Kauharus bekerja besok, ingat.?" Ucap gadis itu samar terdengar di telinga Lu Yi Fei. "Ahh, dan ramuan ini... Tuanku yang baik hati menggantikan nyawamu. Sampai bila kauberkhianat, kauakan dipastikan takkan selamat." Selesai mengoceh, ia berlalu pergi keluar bilik.

Sayup mata kemilaunya menambah eksotis wajahnya yang menawan. Dengan enggan, ia terpaksa bangkit hanya untuk melirik selembar kain berwarna putih polos tanpa motif dan semangkuk cairan keruh berbau tak sedap menyembur darinya. Yi Fei pernah mendengar sebuah rumor tentang makna warna pakaian di Kerajaan Feng Utara. Bila seseorang memakai pakaian putih polos, artinya seseorang itu tiada dianggap dan bagaikan seekor burung dalam sangkar (dikucilkan). Menyadari hal itu, Lu Yi Fei tersenyum sambil menunduk.

"Macam mana tubuh yang terluka ini melayani seseorang yang sehat walafiat.? Bahkan tuk mengangkat sesuap ramuan pun butuh pengorbanan."  Yi Fei lalu teringat lagi dengan Shuo Lin. Ia tak bisa untuk tidak mengingatnya. Namun, ia harus tetap hidup, bukan ? Kalau bukan dirinya yang membalaskan dendam, lantas siapa lagi ?

Lu Yi Fei pun terlelap dalam keletihannya. Hari ini, ialah hari yang berlangsung dengan cepat peristiwa-peristiwa mengerikan yang menimpanya. Ia pasti kan mengingat kejadian di hari ini, tahta berdarah yang melumuri mahligai indahnya.

Cahaya surya mulai muncul, rembulan pun beranjak tuk berganti giliran. Waktu sehari telah rampung, kini tinggal nasib Lu Yi Fei yang memberatkan dimulai.

Brak.! Suara dobrakan pintu bagai kokok ayam di dini hari. Dengan santai Yi Fei membuka matanya dan duduk di tepi ranjang. Seorang gadis telah terpaku di daun pintu.

"Heh Lu Yi Fei.! Kini harimu bekerja perdana, kan.? Cepat beranjak dan berkemas.! Nyonya telah berang sejak tadi." Gadis bergaun coklat itu menyilangkan kedua tangannya. "Tak akan kaubermalas-malasan hari ini, kan ?"

Semburat wajah putih Lu Yi Fei yang entah putih karena pucat atau memang putih sejak lahir itu terpancar dari sana. Menatap dingin gadis itu lalu berucap. "Saya tidak berani."

"Lantas bersiaplah.! Nona cerewet itu tengah bersantai di taman." Ia lalu pergi dengan dobrakan pintu yg lebih kencang.

Dengan gerakan gusar Yi Fei mengambil secarik kain putih polos itu dan dipakainya. Hati bergejolak hendak berontak, tapi pikirannya menyuruh tuk mengikuti semua prosedur yang ada. Saat semuanya berada di satu garis lurus, akan lebih mudah tuk menerjangnya, bukan.?

"Apa nona memanggil saya.?" Lu Yi Fei menundukkan kepala ketika sudah sampai di taman.

"Ah Yi Fei.! Akhirnya aku bisa bersua denganmu lagi setelah semalaman kautertidur. Apakah nyenyak.?" Tanya Mu Ling Qu yang tengah duduk disebuah dipan di atas *Ting yang mengambang dan menghadap ke arah kolam ikan.
(* semacam gazebo di adat China)

"Saya tidur pulas, Nona. Terima kasih sudah merawat saya."

"Hah.. Memang sudah sepatutnya kauberterima kasih. Hem.. Gaunmu sangat cantik. Cocok sekali dengan tubuhmu.. Pft.! Apa—kausuka.?" Tanyanya lagi terdengar suara menyindir.

"Segala yang telah nona dan tuan beri, semuanya saya suka." Jawab Yi Fei mengalah.

"Baguslah kalau kausadar akan statusmu." Mu Ling Qu tersenyum miring dan mengangkat satu alisnya. Sungguh tak ada yang namanya sembunyi-sembunyi dalam mengungkapkan perasaan dengkinya pada Lu Yi Fei. "Ayahku mengatakan bahwa kauadalah pelayan sekaligus pengawal bagiku, kan.?"

"Benar, Nona."

"Apa kaubisa berpedang.?"

"Meski belum lihai, saya bisa menangkis serangan dan melumpuhkan orang."

"Apa kaubisa membuat teh..?"

"Saya belum pernah membuat teh. Tapi setidaknya saya pernah mencicipi rasanya dan belajar dari sana."

Satu alis Ling Qu terangkat. "Lalu, apa kaubisa tersenyum..?" Pertanyaannya kini membuat Yi Fei kaget. "Hah... Bukankah untuk melayani nonanya alangkah lebih baik dengan senyuman..?" Rasanya Mu Ling Qu ingin meloncat girang akan kemenangan singkatnya.

Diam. "Saya tidak bisa." Jawabnya kemudian.

Mendengar jawaban singkat itu, Ling Qu geram dan menatap Yi Fei penuh kebencian. Kemenangan singkatnya jatuh drastis menjadi kekalahan. Ia lalu memutar lagi otaknya.

"Baiklah kalau begitu. Aha.! Jika kauingin melindungiku, maka kauharus menggunakan senjata, kan..? Nasib baik ayah mengingatkanku dan memintaku menyerahkan pedang ini untukmu." Ling Qu menatap sebilah pedang di atas meja depannya. "Ambillah dan tunjukkan padaku bakatmu itu."

Lu Yi Fei menatap pada pedang yang berselimut di sana. Ukiran menarik yang dipatri dengan indah memesona mata yang melihat. Sungguhkah pedang itu diberikan percuma pada gadis budak itu..? Ataukah ada maksud lain terselip di dalamnya..?

"Lengan saya masih lara, bahkan tuk melayangkan sendok ke mulut pun butuh perjuangan. Mohon nona mengerti."

"Bukankah sehari cukup tuk memulihkan..? Aku sudah berbaik hati, jangan melonjak lagi.! Bawa pedang itu dan ikuti aku.!" Ling Qu berdiri dan pergi meninggalkan Yi Fei.

Terpaksa, Yi Fei mengikuti keinginan nonanya dan membawa pedang yang diam di meja itu. Kemarin, rasa sakitnya tak berasa karena ada Shuo Lin dan harapan tuk hidup, tapi kini rasanya ia ingin menyusul kepergian sahabat dan keluarganya.

"Untuk apa ke tempat ini, Nona..?" Tanya Yi Fei setelah berhenti di satu tempat.

"Aku hendak menonton kemampuanmu." Plok plok.! "Keluarlah.!" Panggilnya.

Seorang pria kekar masuk ke tempat. Dia membawa pedang di tangannya. Ya, Ling Qu berniat mengadu mereka. Senyum sengitnya merekah indah.

"Siapa dia, Nona..? Apa maksud semua ini..? Saya tidak mengerti."

"Aku ingin menonton keahlianmu. Tunjukkan padaku kalau kaumampu bertahan hidup dalam keadaan sekarat sekali pun." Mu Ling Qu mundur beberapa langkah, "mulai.!"

Pemuda kekar itu berlari dengan pedangnya mengarah pada Yi Fei. Walau wajahnya terbilang tampan, tapi sikapnya tiada pantas dibilang manusia.

Lu Yi Fei masih menggenggam pedang dalam sarungnya. Benda itu terasa berat untuknya apalagi mengayunnya satu tangan..? Apa yang kan dilakukannya..? Kenapa dia diam saja..? Menyerahkah dia..?

Syuut.! Pedang yang mengarah padanya berhasil dielaknya. Yi Fei selamat untuk sementara. Pemuda itu bangkit dan mulai mengayunnya lagi. Winggg.!! Nihil.! Serangannya terelak lagi.! Dua pasang mata serentak tak percaya. Gerakan Yi Fei cukup gesit dan lincah. Mereka pasti takkan melepaskannya dengan begitu mudah.

Lu Yi Fei yang hampir mengibarkan bendera putih kembali tersadar. Ini bukan saatnya tuk menyerah. Seakan ia menemukan sosok Shuo Lin merasuk di dirinya. Berpadu menjadi satu. Ia ingat ucapannya kemarin... '...bertahanlah. Teruslah hidup untuk kebahagiaanku. Tetaplah tersenyum dan hindarilah kesedihan. Lupakan yang pernah kaudengar, lihat, maupun kausaksikan.' Yi Fei melihat sosok Shuo Lin di depan pandangannya, ia tengah tersenyum.

Tergugah, Yi Fei menarik pedang dari sarungnya dan secepat kilat serangan pedangnya dapat melukai lengan, paha, dan sedikit goresan di perut pemuda itu. Baru tersadar yang diperbuat, Yi Fei melotot dan melihat ekspresi Ling Qu dan pemuda itu bergantian. Ia melempar pedang itu ke tanah.

"Kautak apa..?" Yi Fei mendekati pemuda itu yang berjongkok memegangi lukanya.

"Ka-kau.! Apa yang kaulakukan.?! Kauingin membunuh pemuda itu.?!" Mu Ling Qu bergemetar dan pucat pasi. Ia lalu berlalu pergi tinggalkan keduanya. Entah apa rencananya selanjutnya.

Sreeett..!! Lu Yi Fei menyobek gaunnya hanya tuk ambil seutas dan membelitnya di lengan. Seutas lagi di pahanya. Dan satu lagi tuk goresan di perutnya. Seketika pemuda itu melirik ke arahnya. Rasa sakitnya hilang begitu saja. Apa yang terjadi..?

Bai Zi Young a.k.a Behind the Dark MaskWhere stories live. Discover now