Pergi

132 27 8
                                    

Di kediaman keluarga Mu, tengah terjadi suatu keributan. Itu bukan masalah yang besar karena kekacauan atau semacamnya, tapi kebisingan yang dibuat oleh keluarga Mu itu sendiri. Nyonya Mu yang ribut soal pengemasan pakaian dan perhiasannya, pun Tuan Mu yang ribut soal tugas yang diembannya.

Sebenarnya Mu Lian Shuang sedikit bingung tentang prosedur pemberangkatannya kali ini. Yang Mulia Raja secara gamblang menjelaskam bahwa ia harus berangkat ke Kerajaan Tang bersama nyonyanya. Selama ini, Raja hanya memintanya seorang diri bersama para abdinya, tetapi yang kali ini berbeda.

Mu Lian Shuang mulai takut akan pikiran buruk dan kecurigaannya. Ia tetap percaya bahwa rajanya pasti telah mempertimbangkan segala perkara yang kemungkinan terjadi. Ia tetap percaya dan mengabdi pada rajanya dengan setia.

"Tuanku, menurutmu aku lebih baik memakai hanfu yang ini atau yang ini..?" Tanya Zhang Ji Lin sambil menunjukkan dua hanfu itu.

Tanpa menoleh, Mu Lian Shuang menjawabnya dengan hambar. "Keduanya baik."

"Tuanku..." Zhang Ji Lin merengek. Karena jengkel suaminya tiada memandangnya, ia menghampirinya. "Letakkanlah kuasmu itu. Sekejap lagi kereta kuda istana akan tiba."

Hening. Tak ada jawaban terdengar, Zhang Ji Lin merampas kuas yang dipegang suaminya lalu dipatahkannya. Dibuangnya ke lantai. "Apakah coretan tak jelas itu lebih penting dari ocehan istrimu ini.?!"

Mu Lian Shuang menghembuskan napas lelah. "Baiklah. Apa yang hendak kaubincangkan, Istriku..?"

"Kamu tuh, ya. Bukannya aku sudah—" terpotonglah ucapannya.

"Tuan, Nyonya, Maaf mengganggu waktunya. Tapi kereta istana telah tiba." Ucap salah seorang pengawal.

"Ayah.! Ibu.!" Mu Ling Qu datang dengan tergesa. Pengawal itu pun langsung mengundurkan diri begitu menerima usiran tangan Nyonya Mu. "Hari ini sungguhkah kalian akan meninggalkan Qu'er sendirian..?" Tanyanya memasang wajah memelas.

"Ouh, putriku. Kami kan melaksanakan titah Yang Mulia. Bukan maksud kami meninggalkanmu sendiri. Bukannya kamu juga sudah memiliki segalanya di wisma ini..?" Sahut Zhang Ji Lin membelai manja putrinya.

"Benar, Qu'er. Kereta istana telah tiba. Ayah akan menyambutnya lebih dulu." Ia mulai beranjak.

"Ayaaahh... Qu'er mungkin sering merasakan ditinggal ayah sendirian saat pergi ke luar kerajaan. Tapi... Apa kali ini musti pergi bersama ibu..?" Rengeknya mengguncang lengan kiri ayahnya.

"Apa boleh dikata. Ini ialah dekrit kekaisaran. Perintah dari raja langsung. Jika kami menentang, kami juga yang akan dihukum, Qu'er. Apa kaumau Ayah dan Ibumu mati di tangan Yang Mulia..?" Ling Qu menggeleng pelan. "Lu Yi Fei.!" Panggilnya.

"Saya, Tuan." Yi Fei memunculkan diri.

"Tolong jaga nonamu ini selagi kami tiada di wisma. Untuk sementara, dia yang menjadi kepala keluarga Mu sampai kami pulang. Kalau terjadi sesuatu yang besar, segera kirimkan pesan surat melalui merpato pos, atau bila perlu perintahkan pengawal untuk datang ke Kerajaan Tang secara langsung." Ucapnya memberi wejangan. "Dan untukmu, Qu'er. Selagi kami pergi, jangan buat masalah besar, baik itu pada Yi Fei atau pun pada pelayan dan orang sekitar. Ingat, jangan mengacau.!" Ia melanjutkan.

"Baiklah baiklah. Kamu sudah seperti mau pergi lama saja. Katanya kereta sudah menunggu." Zhang Ji Lin melerai.

Akhirnya, keduanya pun melenggang pergi menuju gapura depan. Para pelayan menyambut kepergian suami istri itu. Dan beberapa dayang serta pengawal lainnya ikut pergi dengan membawa barang-barang majikannya menuju Kerajaan Tang.

Sebelum masuk, terjadi adegan haru yang menggelikan bagi Yi Fei antara anak dan ibu itu. Air mata yang saling mengalir, sampai pelukan perpisahan turut ditumpahruahkan di sana.

Keduanya pun akhirnya masuk, menampakkan kepala di balik jendela kecil yang terbuka itu senyuman hangat seorang ibu. Kejadian ini mengingatkan rasa sakitnya yang hampir bisa dilupakannya. Sebisa mungkin ia menahan air matanya agar tak tumpah. Seketika Yi Fei mulai berpikir bahwa takdir itu tak adil. Karena takdir, ia kehilangan semuanya. Karena takdir, ia menjadi budak rendahan seperti ini. Karena takdir, ia nenemukan kesakitan yang tiada akhir.

"Ayaahhh.! Ibuuu.!!" Teriakan Mu Ling Qu membisingkan setiap telinga di sana, tak terkecuali orang yang berlalu lalang di depannya. Meskipun begitu, ia tak acuh dan tetap melihat kepergian keluarganya.

"Hari sudah gelap, Nona. Mari masuk." Ucapan lembut Yi Fei mendapat tamparan keras yang mendarat di pipinya.

"Kaubilang apa..? Masuk..? Tak lihatkah kau kalau aku tengah kehilangan orang tuaku..? Mereka telah pergi, Yi Fei.! Apa kautahu apa itu pergi..? Hahh... Orang sepertimu bahkan tak tahu rasanya kehilangan." Ling Qu mengucapkannya dengan ringan dan tak merasa berdosa.

Lu Yi Fei yang tersinggung pun hanya dapat mengepalkan tangan. Yi Fei yang telah merasakan pedihnya kehilangan seluruh keluarganya, tidak, seluruh kerajaannya seperti itu bukan yang namanya kehilangan.?! Ling Qu yang hanya ditinggal sementara oleh keluarganya begitu menganggap enteng perkara kepedihan yang dialami Bai Zi Young. Tahu apa dia, sampai bisa-bisanya menyimpulkan kata kehilangan pada seseorang yang sungguh telah merasakan kehilangan yang sebenarnya.?!

Setelah kereta itu lenyap dari pandangan, Ling Qu langsung menyerobot masuk ke dalam wismanya dengan sengaja menyenggol pundak Yi Fei. Untuk sejenak ia termangu, menatap langit jingga yang sebentar lagi akan gelap.

"Semoga mereka selamat sampai pulang." Ucapnya sebelum akhirnya ia masuk dan menutup gerbang kayunya dan menuju ke kamarnya.

***

Hari demi hari berlalu. Tak ada yang spesial di dalamnya. Masih seperti kebiasaan sebelumnya, tak ada perubahan signifikan dengannya. Seperti Ling Qu yang selalu membawa masalah dan pertikaian dengan Yi Fei, sampai sifat sewenang-wenangnya dalam memerintah pelayannya.

"Lu Yi Fei.!" Panggilnya.

"Saya, Nona."

"Apa kaubilang.?! Kaupikun, ya.?! Bukannya aku sudah mengucapkan sampai ratusan kali untuk memanggilku Nyonya Besar.?! Kauitu tuli apa pikun, sih.?!" Bentaknya dengan suara yang sangat cempreng.

"Maaf, Nyonya Besar. Ada apa Nyonya Besar memanggil saya..?" Patuhnya.

"Aku bosan di rumah. Apa yang bisa kaulakukan untuk menghiburku.?!"

"Bukankah ada burung Beo yang selalu memanggil Anda ketika masuk kamar, Nyonya Besar..? Dia kan lucu." Sahutnya.

"Tidak mau."

"Kenapa..?"

"Aku bosan dengannya. Jadi kubunuh saja burung itu."

"Apa..? Ba-bagaimana—"

"Cepat katakan sesuatu untuk menghiburku.! Atau kalau tidak, kubunuh kau.!" Ancam Mu Ling Qu.

Lu Yi Fei mencoba untuk meredam amarahnya. Ia memejamkan matanya dalam-dalam. "Kalau begitu, bagaimana kalau berburu, Nyonya Besar..?"

"Hmm..? Apa..? Kaubilang apa..? Bisa kauulangi..?"

"Bagaimana jika kita berburu, Nyonya Besar..?" Ulangnya lebih keras.

Plakk.!

"Sembarangan kamu.! Kaupikir nona cantik dan anggun sepertiku bisa ditukarkan dengan permainan kotor begitu.?! Apalagi... Harus masuk ke dalam hutan yang gelap, lembab, dan... Dan... Banyak nyamuk. Iihh..." Dalihnya.

"Ini bukan seperti yang Anda bayangkan, Nyonya Besar. Yang kali ini akan seru dan dapat mengusir kejenuhan Anda."

"Memang apa bedanya..?"

"Perbedaannya yaitu..." Mu Ling Qu penasaran dan menanti ucapan Lu Yi Fei selanjutnya. "Para pangeran turut serta di dalamnya..."

Bai Zi Young a.k.a Behind the Dark MaskWhere stories live. Discover now