Berkuasa.

77 10 1
                                    

Sudah selama satu minggu seluruh siswa dan siswi menjalankan semester yang baru ditahun ini, semester kedua. Dimana masa masa semester ini materi pelajaran akan tambah sulit apalagi hari libur akan semakin banyak karena persiapan ujian nasional kelas XII.

Hari ini seluruh kelas masuk seperti biasa, ditemani dengan guru mata pelajaran mereka masing masing didama kelas. Sunyi sudah suasana sekolah ini, hanya ada suara para petugas kebersihan atau kantin yang bisa didengar oleh siswa dan siswi.

Pagi ini kelas XI IPA 7 sedang berada didalam pengawasan Bu Nurma, guru matematika. Tidak ada yang membuka suaranya karena Bu Nurma pagi ini memberikan catatan matematika yang lumayan banyak, hampir lima lembar buku tulis sepertinya yang harus mereka isi.

Sekretaris dikelas ini mulai menulis catatan matematika didepan kelas dengan spidol kelas mereka. Sudah hampir dua papan tulis penuh berisikan tulisan sekretaris itu. Sungguh inilah yang siswa dan siswi benci ketika diajar oleh Bu Nurma, catatan yang banyaknya segunung.

Murid kelas XI IPA 7 hanya bisa pasrah saja dengan catatan matematika dan tulisan mereka yang sudah seperti ceker ayam karena lelah terlalu lama menulis. Tetapi ada yang sebagian memang tetap menulis dengan tulisan yang rapih dan bagus.

“sumpah bu nurma kalau kasih catatan nggak kira kira” cibir akbar kesal dan masih tetap melanjutkan tulisannya. Ia tidak ingin dihukum habis habisan oleh Bu Nurma lagi.

“udah tua masih aja ribet” sambung akbar lagi.

“kapan istirahat sih? Gue laper” sahut reza yang suaranya sengaja ia pelankan agar tidak terdengar oleh Bu Nurma tentunya.

“makan mulu diotak lo itu! Selesain dulu nih catatan, kalau nggak lo nggak boleh istirahat za, sama Bu Nurma” jelas Arthur yang berada dibelakang kursi milik reza.

"bisa gawat nih perut gue” ujar reza sambil memegang perut buncitnya.

“berapa bulan mas?” celetuk angga yang baru saja menoleh kearah reza dan akbar yang memang duduk dimeja yang sama.

“empat bulan neng”

“wah! Lima bulan lagi dong, jangan lupa hajatannya ya mas” sambung angga lalu tertawa geli membayangkannya.

“tenang aja, kan ada akang gilang. Dia suami aku neng” ucap reza tetapi pandangannya masih terarah pada papan tulis dan buku tulisnya yang sudah penuh dengan tinta hitam.

“dia suami gue anjir!” sahut kenzo dibelakang reza yang duduk bersama Arthur. Regaza yang mendengarnya ingin tertawa tetapi ditahan, takut kena hukuman.

“emang betah dia sama lo za?” tanya Arthur.

“betah dong! Iya kan sayang?” tanya reza pada gilang tetapi cowo itu hanya mengacuhkannya.

“mampus! Makanya kalau halu jangan lebihin awan!” celetuk angga antusias membuat mereka tertawa kecil.

“HEH KALIAN BERTUJUH! SURUH SIAPA BERBICARA DI JAM PELAJARAN IBU?” suara lantang dan keras penuh dengan emosi membuat mereka yang tengah berbincang menoleh kearah sumber suara.

“nggak ada yang suruh bu” jawab angga.

“kalau begitu kenapa kalian berbicara?” tanya guru itu dengan tatapan tajamnya. Ditambah alisnya saat ini sudah seperti alis kartun angry bird, tebal dan terangkat.

“kalau diem mulu nggak seru bu. Kayak lagi ada audisi aja diem dieman” celetuk akbar lalu menoleh ke meja belakangnya untuk meminjam penghapus pulpen.

“PINTER YA KAMU, UDAH BISA JAWAB!”

“saya suka heran deh bu, kalau orang tanya seharusnya kan dijawab, tapi giliran udah dijawab yang nanya malah bilang ‘pinter ya, udah bisa menjawab’. Tapi saat ditanya terus kita nggak jawab, dia malah bilang ‘kalau ditanya itu dijawab’. Jadi salahnya dimana bu?” jelas seaghan membuat guru ituu terdiam sejenak. Memikirkan penjelasan seaghan.

FRIENDSHIP : LOVE [END]Where stories live. Discover now