Tiga Puluh Empat

607 76 53
                                    

"Oh, ternyata Raja abis berantem sama kakak kelas."

"Iya, gue juga baru liat di grup peri-peri, katanya dia berantem sama gengnya Kak Brian itu."

"Serius? Gila, berani bener."

"Tapi katanya Ken juga ada di sana."

Awalnya Cindy tidak mau peduli dengan gunjingan teman-temannya di belakang. Dia ingin fokus mendengarkan penjelasan sang guru TIK di depan layar proyektor. Namun, setelah mendengar nama Ken disebut-sebut, entah kenapa pendengaran Cindy mendadak jadi lebih tajam.

"Kok bisa?" kali ini Kayla ikut menanggapi gunjingan teman-temannya. Membuat Cindy bisa mendengar lebih jelas lagi apa yang mereka bicarakan.

"Nggak tahu. Tapi kayaknya Ken nolongin Raja gitu. Soalnya ada yang bilang, kalau Ken nendang Kak Awan!"

"Hah? Bukannya Ken sama Raja itu nggak akur ya?" tanya Kayla lagi. Dia masih ingat betul bagaimana perkelahian antara Ken dan Raja yang sudah mirip perang dunia ketiga.

"Nah, itu dia. Padahal baru minggu kemarin kan, Ken dipukulin abis-abisan sama Raja. Tapi giliran Raja dikeroyok, dia masih mau nolongin dong."

"Eh, eh, tapi Ken gimana tuh sekarang? Kemarin kayaknya gue lihat rada pucet gitu. Sakit kali ya."

"Udah sembuh kali." Tanpa sadar Cindy ikut menimpali dengan suara yang tidak bisa dibilang pelan.

"Itu yang di belakang kalau mau ngerumpi keluar aja." Suara tegas dari guru TIK membuat para siswi yang asyik mengobrol refleks mengatupkan mulutnya rapat-rapat.

Termasuk Cindy yang langsung kicep di tempat. Akhirnya mau tidak mau mereka semua harus menahan hasrat ingin bergunjing paling tidak untuk satu jam kedepan.

***

Pukul sembilan lewat tiga puluh menit, adalah waktu yang paling dinantikan seluruh warga SMA Tunas Bangsa. Waktu paling berharga kedua setelah jam kosong. Apalagi kalau bukan jam istirahat.

Tanpa menunggu perintah, setelah bel berbunyi, seluruh siswa langsung berbondong-bondong menuju kantin. Menempati meja favorit mereka masing-masing setelah memesan makanan.

"Haduh, Ken. Luka bekas berantem kemarin aja baru kering, sekarang udah ditambah yang baru. Kalau gini terus lama-lama lo bisa lebih jelek dari Arka," celoteh Gilang sambil menyeruput es teh manisnya dengan santai.

"Ye bokong wajan, kagak ngaca lo!" Arka langsung menoyor kepala Gilang hingga cowok itu nyaris terjungkal ke belakang.

Ken hanya tergelak melihat Gilang mati-matian menahan berat tubuhnya agar tidak terjatuh.

"Astaga. Untung gue nggak jatuh. Kalau jatuh nanti kita berdua sama jeleknya kayak Arka!" kata Gilang dramatis sambil mengelus-elus dadanya.

"Sialan. Mau mati lo?" Arka memberi ancang-ancang untuk meninju Gilang, tapi cowok itu hanya menyatukan kedua tangannya sambil sedikit menunduk.

"Ampun bang jago," canda Gilang, membuat tawa Ken semakin nyaring. Sedangkan Arka memilih menyerah untuk menanggapi Gilang. Menurutnya, yang lebih waras harus mengalah.

"Kayaknya hari ini makan nasi pecel enak deh."

"Hah? Kemarin kan udah, hari ini bakso ajalah."

Unperfect PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang