Dua Belas

682 213 206
                                    

Hari ini, latihan tim basket Tunas Bangsa berakhir lebih awal dari biasanya. Beberapa anggota mulai berpamitan untuk pulang, termasuk pelatihnya.

Beberapa ada yang masih duduk di lapangan, menghilangkan rasa lelah dan menunggu keringat kering. Seperti Raja yang sekarang duduk sendirian di kursi panjang sambil mengelap keringatnya.

"Nih, minum." Satria melempar sebotol air yang langsung ditangkap Raja dengan sigap.

"Tadi pagi udah setor surat dispen, kan?" tanya Satria seraya duduk di sebelah Raja.

"Udah," jawab Raja singkat.

"Bagus deh. Jangan kesiangan kayak kemarin lagi," kata Satria memperingati dan Raja hanya mengangguk.

Hening sejenak. Satria diam. Raja pun juga cuek. Hingga dia merasa ponsel miliknya bergetar.

Raja segera meraih ponselnya, lalu menoleh pada teman di sebelahnya. Satria yang tadinya ingin minum, mendadak urung dan memilih untuk pergi.

Hanya Raja, yang kalau angkat telepon, malah orang lain yang disuruh minggat.

"Hm?" ucap Raja, menjawab telepon.

"'Halo, Clay. Ada apa?' Lo nggak bisa ya jawab begitu?" sungut gadis di seberang telepon.

"Clay, kalau nggak penting, gue tutup ya."

Terdengar decakan pelan dari Clay. "Gue udah di depan rumah lo."

Mata Raja langsung membulat karena kaget. "Ngapain?"

"Eh, emang bokap lo nggak bilang ya?"

Raja mendengus kesal. Dia bahkan tidak tahu kalau papanya sudah kembali. Sial.

"Gue pulang sekarang," ucapnya tegas.

Sambungan telepon diputus duluan oleh Raja. Dia berpamitan pada teman-temannya, kemudian berlari keluar dari lapangan indoor itu.

***

Lima belas menit berada di atas motor, akhirnya Ken dan Cindy sampai juga di depan sebuah rumah yang dicat serba putih. Hanya bagian pagarnya saja yang berwarna hitam. Ken sempat melihat ada seseorang yang sibuk beraktifitas di teras rumahnya.

"Makasih," ucap Cindy singkat sambil membuka helmnya.

"Besok pulang bareng lagi, ya?" tawar Ken.

Cindy langsung mendengus. "Cukup hari ini aja," jawabnya disambut helaan napas kecewa dari Ken.

"Loh, Ken?" suara Mama Cindy yang sedang membuka pagar mengalihkan perhatian Ken dan Cindy.

"Tante Iren?" Ken segera turun dari motornya dan menyalami Mama Cindy dengan sopan.

Bingung dengan interaksi Ken dan mamanya, Cindy pun bertanya. "Kok Mama kenal sama Ken?"

"Ken ini anaknya pak Rizal, Cin. Pemilik rumah sakit, kamu nggak tahu?"

Cindy tercengang. "Bukannya anak om Rizal itu kak Nia?" tepat setelah melontarkannya, Cindy teringat pada ucapan Nia, tentang adiknya yang bersekolah di Tunas Bangsa.

"Nah, Ken ini adiknya Nia." Mama Cindy memperjelas.

"Hah?" Cindy nyaris tidak percaya. Dari seribu lebih siswa SMA Tunas Bangsa, kenapa harus Ken yang menjadi adiknya Nia?

"Lo kenal sama kakak gue?" tanya Ken tak kalah kaget.

"Mereka deket ... astaga!" Kalimat Mama Cindy terpotong setelah mendengar suara petir yang mengejutkannya. Gerimis halus langsung hadir setelahnya, membuat mereka bertiga refleks mengangkat tangan, menutupi kepala.

Unperfect PrincessWhere stories live. Discover now