Enam

1.1K 404 278
                                    

Seluruh siswa kelas XI IPA 5 mengeluh sebal karena tugas Kimia yang harus selesai sebelum jam istirahat, nyatanya, sampai waktu istirahat hampir habis pun mereka belum selesai mengerjakannya. Beruntung, Bu Gina selaku guru kimianya belum kembali ke kelas untuk menagih tugas ini.

"Sial!" Ken meletakkan bolpoin yang sejak tadi digenggamnya. Tugas yang ia umpat akhirnya selesai juga, tapi waktu istirahat hanya tersisa sepuluh menit, tidak ada waktu lagi untuk pergi ke kantin, pikirnya.

Awalnya Ken tidak berminat untuk menoleh ke luar pintu kelas, tetapi ekor matanya berhasil menangkap sosok yang membuatnya menengok lagi untuk memastikan. Dari bangkunya, dia bisa melihat jelas seorang gadis dengan kunciran rambut seperti ekor kuda itu.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Ternyata Cindy berada di pinggir lapangan basket yang ada di depan kelasnya! Ken menyengir lebar karenanya.

Tapi senyum Ken perlahan sirna saat menyadari Cindy tersenyum manis pada cowok yang berada di sebelahnya. Ken langsung bangkit berdiri tak terima.

"Mau kemana lo?" tanya Gilang.

"Nyelametin Tuan Putri," jawab Ken kemudian berlari keluar.

Gilang mendengus. "Ini nggak ada yang mau nyelametin temen Pangeran apa ya? Otak gue hampir mendidih nih," teriaknya frustasi sendiri.

"Mau kemana tuh anak?" tanya Arka yang semula duduk di depan Gilang, sekarang dia berpindah ke tempat duduk Ken.

"Biasa, tugas negara," jawab Gilang.

"Woi, buruan ke sini! Ken udah ngerjakan semua soal!" teriak Arka mengomando, seluruh teman-temannya langsung merapat tanpa membuang waktu lagi.

Ken tiba di samping Cindy saat Raja telah kembali bergabung dengan timnya di lapangan. Cindy yang menyadari kehadirannya, segera bergeser agar mereka berjarak cukup lebar. Ken tersenyum melihatnya. Hampir semua gadis di sekolah ini pasti ingin menjadi Cindy sekarang, tapi dia malah berusaha sebisa mungkin untuk menghindar dari Ken.

"Jadi nggak konsen ya nontonnya kalo ada gue di samping lo?" godanya.

"Nggak tuh," ketus Cindy tak lupa dengan tatapan penuh peringatan. Namun matanya tidak sengaja melirik bekas luka yang ada di sudut bibir Ken. Luka akibat pukulan Raja waktu itu tampaknya sudah kering sempurna, memarnya pun juga tidak terlihat lagi. Wajah Ken hampir kembali mulus seperti semula.

Cukup lama Cindy memandanginya, sampai sudut bibir yang ia pandangi tiba-tiba tertarik ke atas.

"Tatapan lo nggak aman nih buat jantung gue," ujar Ken sumringah.

Cindy langsung mendecih, buru-buru ia mengalihkan pandangan pada lapangan di depannya. Sepertinya berada di samping Ken memang bisa mengganggu konsentrasinya.

"Jadi Tuan Putri udah mulai tertarik sama gue?" goda Ken gemas.

"Jangan panggil gue kayak gitu!" protes Cindy. Tidak masalah kalau Ken sering disebut-sebut sebagai Pangeran sekolah, tapi Cindy tidak sudi menjadi pasangannya apalagi sampai dipanggil Tuan Putri.

"Kalo manggil sayang, boleh?" seperti biasa, Ken selalu makin tertantang setiap Cindy meresponnya.

Cindy mendengus, "Nggak," sahutnya ketus.

Ken hanya menyengir hingga kedua lesung pipinya terlihat dalam. "Ya udah, gue simpen aja buat nanti kalo udah jadian," ujarnya sangat percaya diri.

Cindy menghela napas lelah, ia harusnya tau kalau berdebat dengan Ken sama sekali tidak ada gunanya. Diwaktu yang bersamaan Raja datang menghampiri dengan langkah-langkah lebar dan napas yang memburu. Cindy segera bangkit berusaha mengantisipasi hal terburuk di sana, walaupun ia sadar kalau badannya terlalu kurus untuk melerai dua cowok bongsor itu.

Unperfect PrincessWhere stories live. Discover now