Dua Puluh Tujuh

399 106 50
                                    

"Mampus, kalian diusir Cindy!" ejek Gilang setelah Cindy pergi dari kantin.

"Kalian berdua kalo nggak mau berhenti, gue doain cepet mati aja dah!" sarkas Arka masih terlihat kesal.

Tak lama kemudian, Pak Ali datang memasuki kantin yang kondisinya masih berantakan. Guru BK itu menatap satu persatu siswa lalu terhenti kala melihat dua cowok yang dia duga sebagai oknum terjadinya keributan di sana.

Pak Ali berjalan mendekati Ken dan Raja kemudian memandangi mereka bergantian.

"Obati luka kalian, lalu segera menghadap saya di ruang BK," ujar Pak Ali sebelum akhirnya menyuruh para siswa bubar dan masuk ke kelas masing-masing.

Arka dan Gilang menghembuskan napas lega ketika akhirnya melepaskan Ken dan Raja. Sambil menatap Raja dengan tajam, Ken berlalu lebih dulu menuju UKS lalu disusul Raja di belakangnya.

Namun, berbeda dengan Ken yang langsung bergegas ke UKS, Raja justru pergi ke toilet untuk mencuci wajah. Dia tidak perlu diobati, karena luka yang dia miliki sebenarnya ada di dalam hati bukan di fisik.

Ketika sampai di UKS, Ken langsung disambut dengan tangisan Cindy yang terdengar begitu pilu. Gadis itu menangis sedih melihat salah satu sahabatnya terbaring lemah dan dalam penanganan petugas UKS.

Mendengar pintu UKS yang terbuka, Cindy pun menoleh. Mendapati Ken yang tengah berjalan masuk sambil menatapnya. Sejenak pandangan mereka saling beradu sebelum akhirnya Ken yang memutuskan kontak mata terlebih dahulu, merasa tak sanggup lagi melihat wajah gadis pujaannya dipenuhi air mata.

Sedangkan Cindy, sudah muak rasanya meski hanya melihat wajah Ken dalam waktu kurang dari satu menit. Dia segera melangkah pergi keluar dari ruang UKS, meninggalkan Kayla dan Ken yang tak berbuat apa-apa untuk mencegahnya.

Cindy menghapus air matanya dengan punggung tangan. Meski masih terisak dan air matanya tidak mau berhenti. Dia terus berjalan menyusuri koridor yang sepi karena kegiatan belajar mengajar telah berlangsung.

Namun, siapa disangka, sosok yang paling tidak ingin Cindy temui justru berjalan ke arah yang berlawanan dengannya. Cindy sempat berhenti sejenak sebelum melanjutkan lagi dengan langkah yang lebih pelan.

Tak terasa jarak di antara mereka semakin lama semakin pendek, hingga akhirnya sebelum benar-benar berpapasan, Raja menahan pergelangan tangan Cindy.

Cindy mengulum bibir sambil menarik napas dalam-dalam. Lalu berbalik menghadap Raja sepenuhnya.

"Cin, maaf, tadi gue emosi karena Ken udah nyebarin berita yang nggak bener tentang gue," ucap Raja.

"Kalau itu emang nggak bener, kenapa lo harus semarah tadi?" tanya Cindy.

Hening.

"Bisa-bisanya ya, kemarin lo nyalahin orang lain dan nggak sadar sama kesalahan lo sendiri." Kini suara Cindy mulai bergetar. Air mata yang tiba-tiba keluar dari sudut matanya langsung dia hapus dengan kasar.

Raja menggeleng. "Cin, dengerin gue dulu."

Cindy mengangkat tangannya ke udara, memberi tanda agar Raja diam saja. "Raja, lo udah keterlaluan. Gue masih bisa maafin soal kenyataan kalau dulu lo suka ngebully temen-temen lo."

Cindy memberi jeda sejenak, menatap kedua mata Raja dengan tajam. "Tapi, gue nggak bisa maafin lo yang udah nyelakain sahabat gue hari ini."

"Cin." Raja memelas.

Cindy segera menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman Raja kemudian melangkah pergi meninggalkannya.

***

Unperfect PrincessWhere stories live. Discover now