Sembilan Belas

547 161 98
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Hari Minggu, pukul tiga sore nanti, tim basket SMA Tunas Bangsa akan bertanding melawan tim basket SMA Nusantara di gedung GOR Perjuangan.

Gedung itu letaknya cukup dekat dengan SMA Tunas Bangsa, tetapi cukup jauh kalau di tempuh dari SMA Nusantara. Itu sebabnya, Tio dan Clay yang menjemput Ken untuk berangkat bersama menuju lokasi turnamen.

Baru lima detik Ken masuk ke dalam mobil dan memasang sabuk pengaman, tapi satu umpatan sudah dia dapat dari Tio yang berada di sebelahnya.

"Anjir, wangi banget. Lo mau nonton basket apa jadi sales parfum?" komentar Tio.

"Udah gue bilangin, kalau pake parfum, semprot dua kali aja. Jangan segalon yang lo pake," timpal Clay dari kursi penumpang di belakang Ken. Tio terbahak mendengarnya.

Ken yang menjadi bahan gunjingan sejak tadi, menoleh pada kedua sahabatnya.

"Nih." Ken mengeluarkan sebuah botol kaca berukuran kecil dari dalam tasnya.

"Gue suka, nih, punya temen yang peka begini," ujar Tio lalu mengambil botol parfum yang Ken keluarkan tadi dan menyemprotkan hampir ke seluruh tubuhnya.

"Bagi dong," pinta Clay sambil mengulurkan tangan kirinya. Tio menyemprot pergelangan tangan Clay dan gadis itu segera menggosokkannya ke bagian belakang telinganya.

"Nah, kalau begini, kan, jadi wangi semua," seru Tio seraya mengembalikan botol parfum milik Ken.

"Dasar nggak modal!" ejek Ken yang hanya disambut cibiran dari Tio dan Clay.

Tanpa membuang waktu lagi, Tio pun menginjak pedal gas dengan perlahan, melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata.

Sepanjang perjalanan, Tio dan Clay mendominasi percakapan di dalam mobil. Mereka bercerita beberapa kejadian lucu di kelas, kemudian berlanjut pada curhatan Clay yang kesal pada Tio karena selalu mencontek tugasnya. Tio pun tak mau kalah dengan mengadukan segala sikap manja Clay yang semakin menjadi-jadi.

Sementara Ken, hanya berperan sebagai penengah jika Tio dan Clay mulai berdebat hebat. Ken takut konsentrasi Tio saat menyetir jadi terganggu, mengingat cowok itu belum memiliki surat ijin mengemudi. Tidak lucu kalau mereka sampai di GOR dalam kondisi yang tidak diinginkan. Amit-amit.

Lima belas menit setelah memperdebatkan siapa yang paling merugikan antara Tio dan Clay, akhirnya mereka sampai juga di parkiran GOR Perjuangan. Pemandangan pertama yang terlihat saat keluar dari mobil adalah padatnya antrian di depan loket pembelian tiket masuk. Padahal masih ada waktu sekitar dua puluh menit sebelum turnamen dimulai.

"Inget ya, setelah turnamen, kita kumpul di sini lagi. Gue nggak mau nunggu-nunggu. Terutama lo, Clay. Jangan kebanyakan ngerumpi, ntar kemaleman kita nyampe rumah," peringat Tio.

"Siap, Bos," sahut Ken sambil mengangkat tangan kanannya, berpose hormat di depan Tio.

Sedangkan Clay hanya mencibir singkat, seperti biasa. "Mana tiketnya?" tanyanya.

Tio mengeluarkan dua lembar kertas dari ranselnya lalu memberikannya pada Clay dan Ken. Sebagai salah satu peserta turnamen, dia tidak perlu susah payah untuk mendapatkan tiket masuk. Tio bahkan sudah mengantongi tiket itu sejak dua hari yang lalu.

Unperfect PrincessWhere stories live. Discover now