Empat Puluh Tujuh

40 6 2
                                    

Selama di perjalanan, Cindy memikirkan apa yang akan terjadi di rumah sakit nanti. Apa yang harus dia lakukan nanti? Bagaimana reaksi Ken di sana? Sesaat kemudian dia menyesali tindakannya yang menyetujui permintaan Ken untuk mengantarnya ke rumah sakit. Entah kenapa juga dia tiba-tiba menyetujui permintaan Ken. Bukankah seharusnya dia cuek saja pada cowok itu?

"Tuan Putri keren banget," ucap Ken saat mereka berhenti sejenak di lampu merah, memecah lamunan Cindy.

"Kenapa?" tanya Cindy tidak mengerti.

"Maaf, gue sebenernya udah tau cerita tentang keluarga kandung lo dari kak Nia," sahut Ken berhati-hati, sambil melirik Cindy dari kaca spionnya.

"Oh, itu udah lama banget, waktu gue masih kelas 3 SD," balas Cindy.

Melihat Cindy yang tidak tersinggung, akhirnya Ken melanjutkan, "gue yang baru kehilangan Mama aja rasanya kayak dunia gue hancur. Gue nggak bisa bayangin gimana rasanya jadi elo waktu kecil dulu."

"Dulu gue juga hancur waktu keluarga gue pisah dan kehilangan nyokap. Tapi gue beruntung karena selalu di kelilingi sama orang-orang baik. Gue jadi paham dari setiap luka yang kita dapat, pasti akan ada obatnya. Dulu waktu di panti asuhan, gue selalu nangis pengen nyariin bokap dan kakak gue, tapi sekarang gue udah merelakan mereka sebagai bagian dari kenangan indah yang pernah gue punya." Kalimat terakhir Cindy membuat Ken sedikit terkejut.

"Lo punya kakak?" tanya Ken memastikan.

"Iya, gue punya saudara kembar, dan gue adiknya," jawab Cindy.

"Jadi lo terpisah sama saudara kembar lo?"

"Bisa dibilang gitu. Dulu waktu masih kecil, kesehatan kakak gue kurang bagus, jadi dia sering masuk rumah sakit. Waktu orang tua gue pisah, gue dan nyokap dateng ke rumah sakit buat jemput kakak gue, tapi ternyata dia udah nggak ada di sana. Kemungkinan besar karena udah dibawa bokap gue. Semenjak itu gue nggak pernah ketemu sama bokap dan saudara kembar gue lagi."

Ken tidak tahu kalau kisah Cindy lebih menyedihkan dari apa yang diceritakan kak Nia. Pantas saja kak Nia begitu perhatian dan sangat ingin menjaga Cindy. "Siapa nama kakak lo?"

"Cinta Claudia," jawab Cindy. "Lo kenal dengan nama itu? Atau pernah ada pasien di rumah sakit bokap lo dengan nama itu?"

Ken menggeleng lemas. "Gue nggak familiar dengan nama itu."

Cindy menghela napas. "Sebenarnya gue udah nggak berusaha nyariin lagi. Sekarang gue punya keluarga baru. Gue nggak mau merusak kebahagiaan yang gue dapat dari keluarga gue sekarang karena kejebak di masa lalu. Gue harus menghargai Mama dan Papa gue sekarang."

Lampu lalu lintas berubah hijau, Ken kembali melajukan motornya menuju rumah sakit. Hatinya semakin mantap untuk ke tempat itu. Benar kata Cindy, dari setiap luka yang kita dapat pasti akan ada obatnya. Itu sebabnya takdir mempertemukan Cindy dengannta. Gadis itu laksana obat bagi seluruh luka-lukanya di masa lalu.

***

Ken menepikan sepeda motornya di parkiran rumah sakit. Dia membuka helm dan meletakkannya di atas tangki motor. Ken menarik napas panjang lalu menghembuskannya, berusaha menguatkan hati.

Ken dan Cindy kemudian melangkah memasuki area rumah sakit. Mereka berdua melewati pintu rumah sakit yang otomatis terbuka dan tiba di loby. Di tempat itulah suasana rumah sakit yang sebenarnya baru terasa. Tercium bau obat dan banyak petugas rumah sakit serta pasien yang berlalu-lalang di sana.

Ingatan Ken kembali berputar pada kejadian setahun lalu, saat mamanya kecelakaan dan dilarikan ke rumah sakit itu. Tidak banyak yang dia ingat sebenarnya karena waktu itu kondisi Ken sama buruknya.

Unperfect PrincessWhere stories live. Discover now