Empat Puluh

281 40 12
                                    

Hari paling menegangkan dalam hidup Cindy akhirnya tiba. Hari olimpiade nasional.

Pukul empat pagi seluruh anggota tim olimpiade berangkat menggunakan elf Tunas Bangsa. Beberapa di antaranya tampak masih terkantuk-kantuk. Mungkin karena bergadang untuk persiapan babak penyisihan hari ini. Termasuk Cindy yang sekarang merapatkan jaket lalu menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Cindy juga mengantuk, tetapi debaran jantungnya karena gugup tak bisa diredakan. Dia merasa gelisah luar biasa. Cindy menoleh pada Shely yang duduk di sampingnya. Gadis yang duduk di dekat jendela itu rupanya telah memejamkan mata alias tidur. Cindy pun tak mau mengganggu.

Perlahan Cindy menoleh ke arah sebaliknya. Melihat Ken yang duduk bersama Bima di kursi barisan sebelah. Kedua cowok paling rusuh di tim olimpiade itu ternyata juga tertidur. Pantas saja suasana elf yang dia tumpangi jadi begitu sepi.

Alih-alih menarik diri, Cindy malah semakin memperhatikan wajah Ken yang tampak tenang ketika tidur. Cindy menebak kalau cowok itu pasti juga bergadang. Terlihat dari bawah mata Ken yang sedikit lebih gelap dari biasanya. Namun, ajaibnya hal itu tidak melunturkan kadar ketampanan yang Ken miliki. Cowok itu tetap terlihat tampan layaknya seorang pangeran.

Cindy mengedipkan matanya dua kali, seolah tersadar kembali. Bisa-bisanya dia malah memperhatikan wajah Ken yang sedang tertidur pulas. Sudah seperti psikopat saja. Cindy lantas segera kembali menghadap ke depan dan menyandarkan punggung.

Dua jam berada di dalam elf, Cindy sama sekali tidak bisa tidur. Waktu demi waktu dia lalui sampai perlahan satu persatu temannya mulai bangun dan mengusap wajah.

"Nggak istirahat, Cin?" suara serak Shely terdengar sebelum gadis itu meneguk air mineral yang telah disediakan.

Cindy menggeleng lemah. "Nggak bisa. Gue deg-degan."

"Sama. Semalem suntuk gue belajar, latihan soal sama inget-inget materi kelas sepuluh. Ngeri soalnya saingan sama Nusantara."

Cindy hanya mampu menghela napas. Benar kata Shely. Nusantara bagaikan momok menakutkan baginya. Sudah bukan rahasia lagi tentang bagaimana kualitas siswa siswi di SMA Nusantara. Bahkan satu siswa yang baru saja pindah ke Tunas Bangsa, sudah membuktikan bagaimana kecerdasannya saat diadu dengan siswa Tunas Bangsa. Siapa lagi kalau bukan Ken.

Ngomong-ngomong soal Ken, cowok itu baru saja mengangkat kedua tangannya untuk meregangkan otot-otot yang kaku. Wajahnya terlihat agak pucat, tapi lingkaran hitam di bawah matanya sudah jauh memudar.

Setelah merasa nyaman, Ken mengedarkan pandangan. Dan di saat itulah kedua netranya menemukan Cindy yang sedang meneguk sebotol air mineral. Separuh rambutnya yang dibiarkan terurai, berkilau saat sesekali cahaya mentari masuk melalui jendela.

Haduh, Ken rasanya seperti dibangunkan istri pagi-pagi. Yah, meskipun itu hanya halusinasi Ken saja yang selalu membayangkan masa depan yang cerah bersama Cindy. Memang Ken ini darah bucinnya sudah akut. Padahal mereka belum lulus SMA tapi Ken terkadang memikirkan apakah kelak pernikahannya dengan Cindy akan berlangsung secara indoor atau outdoor.

Sialnya, disaat yang bersamaan, Ken tidak sadar kalau teman di sampingnya juga ikut memperhatikan. Sungguh, wajah Ken terlihat seperti idiot kurang gizi. Bibirnya yang pucat melengkung ke atas seolah ada yang menariknya.

"Lo masih waras nggak sih?" Bima menempelkan punggung tangannya pada pelipis Ken lalu melakukan hal yang sama pada bokongnya sendiri. "Kok sama ya angetnya?"

"Anjrit! Kurang ajar lo." Dengan satu gerakan Ken berhasil menoyor kepala temannya.

Bima tertawa kecil. "Lagian lo bangun-bangun langsung cengengesan begitu. Serem gue lihatnya, kayak kesurupan."

Unperfect Princessजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें