Tiga Puluh Satu

461 72 54
                                    

Setelah menghabiskan satu roti dan menelan sebuah pil paracetamol, dibantu dengan Cindy tentunya, Ken kembali duduk di atas kasur dan bersandar pada dinding.

"Makasi," ucap Ken pada Cindy yang sedang membersihkan bungkus bekas roti dan paracetamol.

Cindy hanya mengangguk, sengaja mencari kesibukan agar tidak memandangi Ken yang dia tahu sedang menatapnya.

"Dan maaf, buat kejadian waktu itu."

Cindy berhenti dari aktivitasnya membereskan meja dan menoleh.

"Gara-gara gue, temen lo jadi korbannya." Ken menunduk dalam-dalam, pertanda sedang menyesal.

Jujur, sebenarnya sudah sejak lama Cindy memaafkan Ken. Bahkan sejak Cindy tahu kalau Ken telah meminta maaf langsung pada keluarga Dini sekaligus menanggung segala biaya perawatan dan obat-obatan untuk sahabatnya itu.

Meski tidak sampai diopname, tapi Ken memanggil dokter umum terbaik di rumah sakit papanya untuk datang ke rumah Dini untung mengecek kondisinya secara langsung. Belum lagi, obat-obatan yang harus Dini konsumsi sampai sekarang. Semuanya Ken berikan secara cuma-cuma untuk Dini.

Harus diakui kalau waktu itu Ken memang bersalah, tapi Cindy tidak menyangka kalau cowok itu ternyata bertanggung jawab atas apa yang telah dia perbuat.

Berbeda dengan Raja. Dia bahkan tidak datang untuk menjenguk Dini sama sekali. Padahal biang utama kejadian waktu itu adalah Raja.

"Gue yang harusnya berterima kasih. Kemarin lo udah bawa dokter buat ngobatin Dini," ucap Cindy.

Ken kembali mengangkat kepalanya. Menoleh pada Cindy dan tersenyum tipis. "Kalau itu sih, udah seharusnya gue tanggung jawab sama apa yang udah gue lakuin."

Cindy ikut tersenyum tipis. Satu hal yang Cindy yakini sekarang, bahwa Ken benar-benar cowok yang baik hati.

"Mau kemana, Shel?"

Ken dan Cindy kompak menoleh ke arah pintu UKS ketika mendengar suara Kirana tengah mengobrol dengan seseorang di luar sana.

Cindy ingin menghampirinya dan membukakan pintu, tapi Ken mencegahnya. Cowok itu menempelkan telunjuknya di depan bibir, menyuruh Cindy untuk diam saja.

"Ini mau nganterin bubur buat Ken. Tadi gue denger dari Gilang kalau dia sakit." Kali ini suara lembut Shely menyahut.

"Oh, gue bukain aja deh pintunya biar lo nggak repot."

Mendengar hal itu, Ken segera melompat sekuat tenaga lalu menarik Cindy agar bersembunyi di bawah kasur bersamanya.

"Ap...." Cindy ingin protes tapi ketika Ken menempelkan jari telunjuknya di depan bibir Cindy, dia langsung terdiam.

Ceklek. Pintu UKS terbuka.

"Loh, kok nggak ada orang?" Dari nada suaranya, terdengar jelas kalau Shely merasa kecewa. Menemukan UKS dalam kondisi kosong melompong.

Di bawah kasur, Cindy menoleh pada Ken. "Kita ngapain sih?" Entah kenapa secara otomatis Cindy memelankan suaranya.

"Sembunyi," jawab Ken polos sambil mengintip dari tempatnya berada.

"Maksud gue, kenapa lo sembunyi dari pac.."

"Sssttt." Lagi-lagi Ken menempelkan jarinya di bibir Cindy. Membuat Cindy terkesiap kaget.

Unperfect PrincessWhere stories live. Discover now