16 : Telaga Darah

4.2K 629 69
                                    

Drizel, Louis, dan Gabriel menunggu Lucca mengeluarkan mobil dari garasi. Louis si heboh itu berseru takjub saat melihat mobil klasik yang keluar dari persembunyiannya, sebuah mobil keluarah tahun 1957 dengan merk Fiat 1200.

"Anjaassss ... keren banget, cuy!" Segera Louis naik ke dalam mobil, dia duduk di samping kemudi.

Drizel dan Gabriel duduk belakang.

Lucca melajukan mobil dengan kecepatan sedang, jalanan aspal yang dikelilingi pepohonan serta pemandangan bukit sejauh mata memandang itu memberi kesan tenang dan damai. Hanya sedikit kenadaraan yang melintasi jalan itu.

"Gak sembarang pendatang boleh mengunjungi Telaga Darah, makanya dari tadi yang kita lewati cuma kendaraan penduduk sekitar," jelas Lucca.

"Kenapa?" tanya Louis.

"Untuk menjaga kealamian Telaga dan sekitarnya, biar tidak rusak di tangan manusia jahil. Penduduk sekitar pun pernah melakukan demo besar-besaran karena menolak wilayah mereka dijadikan tempat wisata oleh pemerintah."

"Kalo gaboleh, kenapa kita ke sana? Apa gak bakal jadi masalah?" tanya Drizel.

Lucca senyum menatap mata Drizel dari kaca sepion tengah.

"Pak Sam sudah menjalin kerja sama dengan penduduk sekitar. Ayah beliau telah berjasa menyuarakan keinginan warga saat melakukan demo kepada petinggi, dan berakhir seperti keinginan warga, Telaga Darah tidak jadi digunakan untuk tempat wisata. Dulu namanya Telaga Murni. Karena itu Pak Sam memiliki perlakuan khusus. Penyewa Vila boleh berkunjung ke Telaga Darah dengan syarat maksimal 5 orang tidak boleh lebih. Karena kalian hanya bertiga, Pak Sam mengizinkan saya mengajak kalian pergi ke sana."

"Ohh..." jawab Drizel mengangguk paham.

Setelah bermobil lebih dari 15 menit, mereka sampai di sebuah telaga dengan air sebening kristal. Udara sekitar sejuk, sinar matahari tak diberi celah mendarat ke tepian telaga oleh pepohonan berdaun lebat yang mengelilingi telaga tersebut.

Berlarian kecil, Louis pergi ke tepi telaga, menyauk air di dalamnya lalu ia basuhkan ke muka.

"Seger banget, anjir!"

Lucca senyum, dia duduk pada salah satu batu besar. Drizel dan Gabriel ikut duduk.

"Sejarah diberi nama Telaga Darah bukan karena pembantaian masal seperti yang Louis ceritakan tadi," kata Lucca.

"Terus?" tanya Louis penasaran.

Berhenti bermain air, lelaki itu mendekati Lucca, dia jongkok di antara bebatuan di dekat Lucca, Drizel, dan Gabriel duduk.

Lucca menunjuk bangunan besar di dekat Telaga, bangunan yang berdiri di tengah pepohonan rindang. Tampak usang dan tak terawat.

"Bangunan itu milik Ayah Pak Sam, sebelum beliau wafat bangunan itu pernah disewa oleh pasangan konglomerat, namun pada malam ke-7 mereka menginap di sana, orang jahat datang. Ada yang beropini perampok ada juga yang berpendapat bahwa orang itu adalah musuh yang sudah merencanakan balas dendam. Kasusnya pun hanya dibiarkan. Pihak keluarga tak ada yang mau menuntut."

"Terus?"

"Di depan suaminya, para penjahat itu menggilir si istri. Anehnya mereka tidak mengambil harta pasangan itu sama sekali. Puas menggauli, mereka lanjut menyayat leher si suami sampai tewas di depan istrinya yang sudah tak berdaya. Mereka membawa dan membuang mayat lelaki itu ke telaga ini. Sampai sekarang mayatnya tidak ditemukan."

"Sekarang istrinya gimana?" tanya Drizel.

"Ikut menenggelamkan diri di Telaga ini. Tapi menurut saya cerita itu hanya sekedar mitos belaka, rumor yang dibuat warga untuk menakut-nakuti orang yang ingin berwisata di tempat ini. Sayangnya sebelum memberi kejelasan, Ayah Pak Sam lebih dulu pulang ke pangkuan Tuhan. Tak lama setelah Ayah Pak Sam meninggal, bangunan itu sempat dibakar oleh orang tak bertanggung jawab, tapi lima tahun lalu direnovasi lagi oleh Pak Sam, lalu dibiarkan terbengkalai."

"Ah, rumor ternyata," gumam Louis menghela napas lega.

"Tapi bisa aja bukan," sahut Drizel. "Gak mungkin ada asap kalo gak ada api."

"Iya, pasti ada sebab kenapa sampe bisa ada rumor begitu," lanjut Gabriel.

"Ya kayak kata Lucca tadi, biar gak ada yang berani dateng ke tempat ini," jawab Luois lugas.

Louis berdiri, mulai melepas baju. Drizel menatapnya heran.

"Lo mau ngapain?"

"Sayang banget ke sini tapi gak nikmatin keindahannya!" jawab Louis ambil ancang-ancang.

Lelaki itu lari dan terjun ke dalam telaga.

"Emang boleh?" Drizel menatap Lucca.

"Harusnya tidak, karena kecelakaan di luar Vila tidak menjadi tanggung jawab kami. Kedalaman telaga mencapai 10 meter, jika tidak bisa berenang lebih baik jangan."

"Lucca, saya boleh liat-liat bangunan di sana?" izin Gabriel.

"Boleh... mau saya temani?"

Gabriel mengangguk, mereka berdua pergi menuju bangunan yang katanya pernah menjadi saksi perbuatan keji itu.

Drizel duduk di tepi batu, memasukkan kaki ke dalam air mengamati Louis yang tengah asik berenang.

"Anne, ayo, berenang! Gue bawa baju ganti dua!" seru Louis.

Gadis itu menggeleng.

Berenang mendekat, Louis memegangi kaki Drizel. Sontak gadis itu melotot, mencengkeram batu yang ia duduki dengan kuat.

"Louis, gue gamau jangan maksa!"

"Ayo, dong! Seru tau...!!!"

"Gamau!"

"Yaudah."

Louis kembali ke tengah, bermain air dengan bahagia. Sedikit perasaan buruk pada Louis tersingkir dari hati Drizel. Karena kejadian pagi tadi Drizel jadi menanamkan rasa curiga pada Louis. Lelaki itu sangat aneh dari gelagat dan sikapnya.

Melihat raut senang dari wajah Louis, lama-lama Drizel merasa penasaran dengan Telaga itu, airnya bening membuat Drizel langsung bisa melihat apa saja yang ada di dalamnya. Tanaman air, ikan warna-warni dan bebatuan indah.

Asik mengayunkan kaki, sampai sendal Drizel terlepas. Saat berusaha mengambil, sendal itu malah menjauh. Drizel melihat Louis yang sudah ke tepian di ujung sebelah sana. Entahlah lelaki itu sedang apa, sepertinya berusaha mengambil buah mangga di tepi Telaga. Pasalnya Louis melempari batu ke arah pohon.

Tadinya Drizel ingin meminta bantuan Louis untuk mengambilkan sendalnya, tapi tidak enak karena posisi mereka cukup jauh dan Louis terlihat sangat sibuk dengan kegabutannya. Di lain sisi Drizel juga tidak bisa berenang, gadis itu menatap lama air di bawah kakinya.

"Kayaknya di sekitar sini airnya agak dangkal. Ambil sendiri aja, deh."

Byuuurrr...

Deburan keras mengagetkan Louis, lelaki itu berbalik badan dan mendapati Drizel sudah tenggelam, tampak gadis itu memberontak di permukaan air.

Tapi bukannya menolong, Louis malah tertawa.

_I'm Back_

Follow IG:
@lullaby_are_wii

I'M BACKTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon