09 : Rooftop

5.7K 828 19
                                    

Keluar dari Club sembari memainkan kunci mobil di jari telunjuknya, tiba-tiba seseorang menarik lengan Drizel, membawanya masuk ke dalam mobil.

Setelah melihat dan memastikan bahwa gadis yang ia lihat tadi adalah Drizel, Stefan membatalkan niatnya untuk melakukan sesuatu lebih dengan perempuannya tadi.

"Kamu seorang DJ? Sejak kapan?" tanya Stefan setelah mereka berada di dalam mobil.

"Setelah saya mengirimkan surat pengunduran diri kepada Bapak."

"Tolong berhenti panggil saya Bapak. Saya pacar kamu!"

"Oh... masih?"

"Apa maksud kamu?"

"Saya pikir setelah anda mencampakkan saya lewat telepon, hubungan kita sudah berakhir."

Segera Stefan meraih tangan Drizel. "Sudah saya bilang bahwa saya tidak bersungguh-sungguh."

"Lalu apa tadi? Bercumbu dengan perempuan lain? Masih pantaskah anda mengakui bahwa kita memiliki hubungan?"

"Saya rasa itu hal yang bisa dimaklumi."

Plak

Drizel menampar pipi Stefan dengan kasar. "Tamparan ini belum setimpal."

Gadis itu keluar dari mobil Stefan, saat Stefan ikut keluar berusaha mengejar, lelaki itu malah kehilangan jejak.

"ARGHHH...!!!" kesal Stefan menendang ban mobilnya.

***

Kelas sudah selesai, saat Dosen beserta seisi ruangan mulai keluar satu-persatu, Alice berjalan menuju meja Drizel yang memang lebih senang meninggalkan kelas saat semua orang sudah pergi.

Tanpa sopan Alice melempar banyak lembar uang tepat di wajah Drizel, uang-uang itu berserakan di atas meja bahkan sampai lantai. Untunglah di dalam kelas hanya tersisa mereka berdua.

"Itu uang ganti rugi buat laptop lo yang udah gue rusakin tempo hari, kelebihannya gue mau lo jauhin Abang gue!"

"Dari semua cewek yang deket sama Abang gue, mereka cuma punya dua alasan kenapa mencintai Abang gue. Kalo gak karena fisik, ya pasti karena uang. Gue yakin, lo tipe kedua! Ambil semua uang itu, kalo kurang, gue bisa tambahin. Jadi sekarang silahkan pergi dari hidup Bang Stef!"

"Meski gue tau akhirnya lo cuma buat mainan, tapi dari sekian banyak cewek yang udah dimainin Bang Stef, cuma lo yang gue gak suka! Harusnya lo terima kasih karena gue berbaik hati nyuruh lo ninggalin Abang gue sebelum hati lo dihancurin sama dia."

Sudut bibir Drizel terangkat, dia ambil satu lembar di hadapannya, ia masukkan ke dalam mulut lalu dikunyah. Alice meringis ngeri, lalu memejam begitu Drizel melemparkan uang di mulutnya hingga mengenai wajah Alice.

Dengan pelan Alice mengusap bekas air liur Drizel yang menempel di wajahnya.

"Pelacur!" teriak Alice melayangkan tangan, namun ia tahan saat hampir mengenai wajah Drizel.

Bahkan tanpa berkedip Drizel malah tertawa.

"Kok berenti?"

"Mau lo apa, sih?!" sentak Alice.

"Harusnya gue yang nanyain itu sama lo?"

"Jauhin Abang gue!"

"Kalo gak mau?"

Alice berdecak frustasi, dia usap kasar rambutnya.

"Harusnya gue gak pernah berurusan sama cewek aneh kayak lo. Andai waktu itu gue gak nabrak lo, apa mungkin semua ini gak akan terjadi?"

"Mungkin," jawan Drizel sambil senyum, wajahnya sangat tenang.

Alice jadi kesal. Rasa aneh dan curiga mulai ia rasakan. Ada yang tidak beres dengan Drizel. Alice rasa Drizel bukanlah orang biasa yang mendekati Stefan karena alasan uang maupun fisik.

"Apa tujuan lo?" tanya Alice memberanikan diri.

"Nothing."

"Gue tau lo pasti punya tujuan lain. Lo siapa? Kenapa gue gak ngerasa asing sama kehadiran lo? Cara lo ngomong? Sifat lo? Muka lo? Lo siapa?!"

"Mau tau?"

Alice diam saja.

"Tunggu gue di rooftop, nanti gue susul."

Mengerutkan kening, Alice tak menjawab apa-apa lagi setelah Drizel mendahuluinya pergi.

Sorot matahari sudah menjingga, jarum kecil jam sudah berpindah angka untuk ke sekian kali, namun Drizel tak kunjung datang. Alice telah menunggu gadis itu sejak tadi siang.

"Jangan-jangan dia boong? Sialan, harusnya gue tau kalo mulut cewek itu emang sampah yang gak penting untuk didengerin!"

Mengentakkan kaki kesal, Alice berbalik badan berniat pergi dari rooftop. Namun begitu sudah menghadap belakang, sontak dia terkejut.

Drizel berdiri di hadapannya dengan tangan terlipat di dada.

"Gue di sini dari tadi."

Alice menghela napas berusaha menetralisir degup jantungnya. "Gausah banyak basa-basi, kenapa lo nyuruh gue ke sini?"

Drizel melangkah maju semakin mendekat, Alice hanya mematung tak bergerak sama sekali. Kini jarak keduanya hanyal satu jengkal.

"Bales perbuatan Abang lo," ungkap Drizel.

Mata Alice membulat, barulah dia melangkah mundur saking terkejutnya.

"M-maksud lo?"

Kembali maju menghampiri, tangan Drizel merogoh ke dalam saku cardigan.

"Inget Brace?"

Spontan tubuh Alice merinding, kepalanya langsung mengingat kejadian bertahun-tahun lalu. Tepatnya 13 tahun lalu.

"Lo siapa?! Sebenernya lo siapa?!" sentak Alice ketakutan, dia terjatuh, menyeret tubuhnya mundur untuk menjauhi Drizel.

"Lo dan Abang brengsek lo itu harus bayar semuanya!" seru Drizel.

Tiupan angin sepoi di atas rooftop yang menerpa wajah sehingga menerbangkan helaian rambut menjadi pengiring saat alat suntik ia tarik dari dalam cardigan, Drizel mengayunkan alat suntik itu dan menancapkan jarumnya tepat di leher Alice.

Dalam hitungan detik, cairan yang masuk ke dalam tubuh Alice langsung bereaksi. Gadis itu pingsan.

Drizel tertawa puas.

_I'm Back_

Follow IG:
@lullaby_are_wii

I'M BACKWhere stories live. Discover now